Bab VII

1.5K 34 2
                                    

Ternyata aku harus istirahat seminggu lamanya di rumah sakit. Masih terngiang kata-kata mbah Sani di goa pulau itu. Terhitung sudah dua kali aku mengalami mimpi yang begitu nyata. Aku masih belum paham apa yang sebenarnya terjadi. Memang kata dokter setelah satu minggu istirahat keadaanku pulih, walaupun sesekali kembali memburuk ketika bayang-bayang kata-kata itu terlintas di kepalaku, di mataku dan di kehidupanku. Aku memang harus benar-benar mengistirahatkan pikiranku, membuat hati ini senyaman mungkin. Begitupun suamiku, dia berusaha terus membuatku tenang di setiap hariku. Dia berusaha berbicara hanya yang ringan-ringan saja dan di sertai dengan canda tawa.

Aku akhirnya diizinkan pulang, aku dan suamiku pulang ke rumah. Dan esok pagi aku akan memulai hari seperti sediakala. Dan aku sudah siap untuk semua itu.

Salah satu yang ku pegang dari kata-kata suamiku adalah Aku teringat kata dosenku kala itu, dia mengatakan sebuah teori psikologi, kurang lebih kata-katanya begini "Jika kau biarkan perasaanmu meresapi ejekan, hinaan, bulian mereka maka kau akan semakin terpuruk dan ejekan, hinaan, bulian itu akan semakin gencar dilakukan oleh mereka." Jadi semakin kau menjadi sakit hati karena kata-kata mereka, mereka semakin senang dan ingin terus membuat kita semakin jatuh dan sakit. Itu kata-kata suamiku dan akupun masih mengingat pesan dari mbah Sani, ya nampaknya semuanya berkesinambungan.

Esok pagi itupun tiba, seperti biasa aku diantar suamiku ke perempatan jalan untuk kemudian masuk ke terminal dengan shuttle bus yang memang disedia bagi karyawan. Ku sudah siapkan amunisi. Ku sudah siapkan bekal senyum dan bahagia sebanyak-banyaknya untuk melawan mereka.

Hingga pada gilirannya Andipun datang. Masih dengan anggapannya tentang kehamilanku. Dia memanggil supervisorku.
"Hey Nita, lihat tu si Kinanth, masa baru nikah dua bulan dia sudah hamil 6minggu, paling juga dia hamil duluan. Ngga nyangka ya kerudung hanya tinggal kerudung namun kelakuannya bak tak berkerudung."
"Hah? Oya??" Nita mengkeryitkan matanya "Yah namanya juga belum pengalaman kali, tu San, lo kalo mau nikah jangan dulu lo ewe anak orang, tar hamil duluan pusing kaya dia tu samping lo." Hasan salah satu temanku memang hendsk melangsungkan pernikahan, dan dia hanya tertunduk dan diam karna dia tau kata-kata itu sama sekali tak ada pantasnya untuk diucapkan. Sedang aku hanya diam mendengarkan itu semua dan aku tersenyum lebar mengjmhadap kepada kedua manusia super sempurna itu, ya Nita dan Andi. Mereka memang sedikit gagap ketika mendapati aku tersenyum setelah mereka puas menghujamku dengan lidah mereka.

Aku memang sudah siap, kulupakan apa yang kudengar dan aku cukup memandangi mereka tanpa berkata, dan berikan senyuman pada mereka. Oh ternyata ini keindahan lain yang kudapat, kurasai inilah sebuah kenikmatan menyaksikan dua manusia super sempurna itu tergagap dan malu sendiri. Karna aku sama sekali tak lagi marah apalagi meneteskan air mata. Aku justru mengajak teman-teman yang lainnya seperti Ani dan yang lainnya bercanda ria hingga terpingkal-pingkal. Aku sama sekali tak lagi menghiraukan mereka.

My PregnancyWhere stories live. Discover now