Bab XIV

713 14 0
                                    

Mentari sudah condong ke arah barat, namun teriknya masih begitu terasa. Aku menuju ke halte shuttle bus untuk bersiap pulang. Berbeda sekali dengan waktu aku berangkat. Di terminal halte sama sekali tak teratur dan tak ada antrian khusus baik untuk perempuan maupun laki-laki. Sistem yang aku lihat di sini adalah siapa yang kuat siapa yang bisa pulang terlebih dahulu. Shuttle ini untuk umum melayani perjalanan dari terminal ke arah perempatan biasa aku diantar suamiku. Jadi bukan hanya kami yang bekerja di sana saja namun juga para penumpang lainnya juga menggunakan fasilitas ini. Akibat sistem yang kurang tertata ini tak jarang terjadi pelecehan, ya ada saja manusia laki-laki yang tak punya pikiran menyerudug begitu saja ke antrian berharap bisa menyentuh organ vital perempuan entah itu payudara ataupun pantat.

Pernah suatu hari aku memergoki kejadian itu, dan temanku yang jadi korban. Aku melihat sangat jelas kesengajaan laki-laki biadap itu. Dia datang dari belakang menyerudug dan mengarahkan tangannya ke pantat temanku. Langsung saja aku semprot.
"Hei, itu punya tangan ngga pernah disekolahin ya? Main pegang-pegang aja."
"Maaf maaf mba, ngga sengaja kan mba lihat sendiri keadaannya gimana."
"Kamu pikir aku ini bodoh, aku lihat dengan mata kepalaku sendiri gelagat kesengajaanmu. Tangan disekolahin." Laki-laki itu tertunduk malu karena diiringi sorakan penumpang yang lainnya. Sedangkan temanku merasa begitu geram menahan kekesalan.

Bus pun datang, aku berjaga-jaga melihat ke kanan dan ke kiri barangkali ada lagi manusia laknat yang seperti itu lagi. Aku padahal sudah berada di urutan paling depan. Aku mempersilakan orang yang mau turun keluar dahulu. Setelah keadaan clear aku hendak masuk namun dari belakang rombongan bapak-bapak menyerudug. Dan akhirnya aku berdesakan dengan mereka semua. Aku mencoba mempertahankan keadaanku agar aku bisa masuk terlebih dahulu dan mendapat tempat duduk namun kenyataan berkata bahwa laki-laki lebih kuat dan akhirnya mereka yang masuk terlebih dahulu dan mendapatkan tempat duduk.

Memang terdengar sayup-sayup entah siapa yang mengatakan di belakang.
"Woy, perempuan dulh woy, perempuan dulu!!" kata-kata itu malah dihantam dengan kata-kata lain yang aku sendiri tak menyangka keluar dari mulut seorang laki-laki berperawakan tinggi besar.
"Emang yang oengen pulang perempuan doang apa?" Terdengar kata-kata itu setengah teriak dan kupelototi itu orang sedari naik bus. Pikirku kali ini laki-laki menuntut kesetaraan gender. Sebenarnya aku sedikit tertawa di dalam hati. Ko ada laki-laki semacam dia. Dengan perawakan tinggi besar yang seharusnya memberikan kesempatan terlebih dahulu pada para perempuan ini justru sebaliknya. Aduh hai, jikalau aku ditakdirkan jadi laki-laki aku tak akan berbuat semacam itu. Jijik sekali aku melihatnya.

Begitu aku naik ke atas bus, tak ada tempat duduk yang tersisa. Dan semua sudah diduduki oleh makhluk yang katanya kuat dan perkasa itu. Laki-laki atau entah banci mereka itu. Parahnya lagi mereka memejamkan mata seolah tak acuh dengan keadaan disekitar. Dan tak mau melihat ada beberapa orang perempuan yang tidak mendapatkan tempat duduk. Aku dan perempuan lainnya yang kalah kuat terpaksa berdiri dan berhimpitan dengan laki-laki lainnya dengan resiko pelecehan. Jalanan yang sesekali berbelok mengharuskan aku berpegangan erat agar badanku tak roboh. Juga mata harus waspada melihat kanan dan kirinya karena tangan-tangan jahil tak beradap ada di mana-mana dan siap memangsa.

Jalan menuju ke perempatan dari terminal biasa ditempuh 20menit. Namun 20menit dengab kondisi berdiri di bus berhimpitan, bau keringat dan ditambah lagi hamil muda ini membuatku sangat tidak nyaman. Aku merasa begitu mual dan ingin mengeluarkan semua yang ada dalam perut ini ke muka-muka mereka yang aku rasai tak lagi memiliki otak yang waras.

Begitu sampai di perempatan akupun turun dan terhuyung. Kepalaku pusing sekali. Mual tak tertahankan. Hampir-hampir jatuh aku dibuatnya. Tapi aku tak ingin terlihat lemah, aku kuatkan tekad dan aku berjalan kembali dengan tegap.

My PregnancyWhere stories live. Discover now