Bab XII

874 16 0
                                    

Mentari memang sudah menembus jendelaku. Suamiku juga sudah ada di sampingku. Hari ini aku libur, mungkin akan dianggap sakitku hari kemarin hanyalah trik saja agar waktu liburku yang tadinya hanya sehari kini menjadi dua hari. Namun badanku benar-benar tidak enak di hari kemarin.
"Kamu terlihat lebih segar dari biasanya? Dan sungguh suatu kejadian yang jarang kau tidur hingga selelap ini. Disertai senyum sebelum kau membuka mata lagi. Ada apakah gerangan? Jika berita bahagia barangkali kau sudi membagi?" tiba-tiba suamiku bertanya.
Aku tersipu, dan aku kembali tersenyum tapi kini dengan kesadaranku.
"Ngga apa-apa sayang, aku baru saja mimpi sayang."
"Oh ya, mimpi apa sayangku? Hingga kau sesumringah itu?"
"Aku berpetualang entah ke tempat apa, yang jelas ada air terjun yang indah kemudian pelangi."
"Pantas saja sayang kamu sampai senyum-senyum sendiri dengan mata terpejam."

Aku bukan penafsir mimpi, akupun kurang begitu paham dengan maksud dari mimpiku ini. Tapi kurasai ini adalah sebuah isyarat. Barang siapa berada di jalan yang lurus dan dalam kebenaran pada akhirnya nanti akan mendapatkan keindahan, kedamaian, dan kebahagiaan. Mungkin Tuhan mengisyaratkan ini semua lewat mimpiku semalam. Tapi kembali lagi, siapa yang tahu kebenarannya kecuali Dia. Kita manusia hanya bisa menjalani kehidupan ini sampai selesai. Ketika selesai entah apa yang akan terjadi, yang jelas kalau kita mengikuti apa yang sudah disampaikan panutanku akan ada kehidupan lanjutan setelah selesai.

Kurasai ini sebagai bukti bahwa pemikiranku sama sekali tak ada berdaya. Ada rencanaNya yang tak dapat kusangkal. Ternyata duga prasangkaku semalam hanyalah kesoktahuanku terhadap apa yang akan terjadi di masa depan saja hanya dengan dasar pengalaman sebelumnya. Ternyata ada guru yang jauh lebih canggih dari pengalaman. Guru itu adalah keimanan, kepercayaan kepada Tuhan. Bahwa Dia pasti memberikan yang terbaik buat kita menurutNya bukan kebaikan menurut kita.

Kulepaskan sejenak apa yang ada dalam pikiranku. Yang jelas keindahan, kedamaian dan kebahagiaan itu ada. Dan kalau waktunya sudah datang kita tak akan bisa mengelak padanya.

Aku tak pedulikan pekerjaan rumahku. Suamiku masih terbaring di kasur dan aku kembali menempatkan kepalaku pada dadanya. Kupejamkan kembali mataku dan ku nikmati hari ini dalam pelukan suamiku. Aku tak ingin melewatkan masa ini karena bagiku masa ini adalah masa yang langka. Tak seperti pasutri yang lain, ya aku dan suamiku hanya bisa bermesraan kala aku libur atau dia libur. Kalo kami sama-sama bekerja ya perjumpaan kami hanya di ujung malam menuju pagi.

Kurasakan kenyamanan yang tiada tara dalam pelukan suamiku.

My PregnancyWhere stories live. Discover now