38: If It Is You

24.3K 2.9K 594
                                    

Entah mengapa, hati Kim Jongin terasa begitu berat ketika dokter memintanya untuk masuk ke dalam ruangan perawatan setelah Jennie sadar dan mendapatkan penanganan atas pendarahannya yang baru saja menimpa istrinya.

Hati Jongin bertambah hancur saat melihat wajah Jennie yang tertekuk. Tatapan matanya kosong, bahkan dari sudut mata Jongin, dirinya dapat melihat kedua tangan Jennie yang terus bergetar hingga Jongin sendiri tidak tahan melihat Jennie yang begitu cemas.

Tanpa banyak berfikir, Jongin langsung meraih tangan Jennie dan meremasnya dengan harapan jika keberadaannya bisa membuat Jennie sedikit tenang.

'Gwenchana.' Jennie seolah bisa merasakan Jongin mengatakan itu padanya melalui remasan tangannya.

"Bapak dan Ibu Kim, kuharap apa yang akan saya sampaikan pada kalian nanti bisa kalian tanggapi dengan baik." Saat Dokter berbicara demikian, Jongin semakin meremas tangan Jennie, sementara Jennie masih memilih untuk diam.

"Bisakah anda perjelas maksud pembicaraan anda?"

Dokter kandungan Jennie yang bernama Dokter Seo terlihat menundukkan sedikit pandangannya sebelum menjawab pertanyaan Jongin barusan.

"Setelah kami melakukan pemeriksaan secara menyeluruh, kami mendapati jika terdapat gangguan pembuahan yang parah pada dinding rahim istri anda dengan posisi sebagian pembuahan sudah terlepas dari dinding rahim..." Dokter Seo sempat menarik nafas panjang sebelum melanjutkan perkataannya. "Sehingga menyebabkan letak janin dalam rahim istri anda sudah berada di mulut rahim. Dengan berat hati, saya menyarankan istri anda untuk segera mengeluarkan janin tersebut dan segera membersihkan rahimnya."

Tangis Jennie seketika pecah saat Dokter Seo menyelesai penjelasannya. She is about to lose her child, her angel.

"Maksudmu aku telah keguguran? Maksudmu aku akan kehilangan anakku?"

Dokter Seo hanya bisa mengangguk lemah. "Kuharap anda bisa tetap berlapang dada mendengar berita ini, Nyonya Kim."

Kedua tangan Jennie mencoba meraih lengan Jongin yang kini sudah mematung, sama terkejutnya dengan Jennie.

Jongin ingin menangis namun menangis hanya akan membuat perasaan Jennie bertambah hancur, karena Jongin sadar, tidak akan ada yang bisa melebihi sakitnya kehilangan seorang anak daripada seorang ibu.

"Anak kita, Jongin... anak kita..." Tangis Jennie mulai terdengar semakin kencang dan semakin histeris.

Meskipun sama-sama terluka, Jongin harus tetap memberikan dukungannya pada Jennie. Meskipun hal itu sulit untuk dilakukannya, akhirnya Jongin memberikan pelukan hangatnya pada istrinya.

"Tidak apa, tidak apa, Jennie-ya."

"Maaf kan aku, ini salahku... maafkan aku karena tidak bisa menjaga kandunganku."

Jongin terdiam, tidak mengatakan apapun yang dilakukan olehnya hanya terus memeluk Jennie dengan erat.

He wouldn't expect that losing a child would be hurting both of them this deeply.

"Berhentilah berbicara seperti itu, Jennie. Ini juga salahku karena tidak bisa menjaga kalian dengan baik." Air mata Jongin yang sedari tadi tertahan akhirnya tumpah juga.

Keduanya kini menangis dengan luka yang sama, dengan luka yang keduanya coba tutupi.

Seminggu telah berlalu setelah insiden keguguran istrinya, Jongin masih belum juga bisa melupakan rasa getir yang dirasakannya saat tahu jika kandungan Jennie akan berakhir secepat ini, bahkan sebelum Jongin bisa melihat wajah calon anaknya.

Metanoia • KAI x JENNIE •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang