19: Those Three Words That Left Unsaid

38.4K 3.5K 668
                                    

Jennie tidak pernah merasa setidak tenang ini hanya kerena menunggu seseorang untuk bertemu dengannya. Rasa tidak tenangnya bukan suatu rasa yang mengarah pada cemas melainkan suatu rasa yang membuatnya excited.

Berbeda dengan Jongin, jadwal Jennie hari ini tidaklah begitu padat. Pukul 20:00 dirinya sudah tiba di rumah, lalu membersihkan dirinya dan memasak ayam panggang untuk makan malam dan tentu saja untuk suaminya nanti. Semuanya dilakukan Jennie untuk menghabiskan waktu agar tidak terasa lama menunggu kedatangan Jongin.

Untuk sesaat, Jennie bisa melupakan bahwa pernikahannya mungkin saja berakhir dengan rasa sakit yang berlebih, namun kini dirinya merasa adanya setitik harapan baru bersama Jongin walaupun tidak ada satu pun dari mereka yang mengungkapkan apa dan semua yang dirasa.

Pukul 22:30 tanda-tanda kehadiran Jongin masih belum terlihat juga, entah ini sudah kali berapa Jennie mengganti channel saluran tv yang sedang ditontonnya. Dari menonton dvd lalu berganti jadi menonton drama yang sedang tayang di tv, Jongin masih belum juga datang.

Jennie menguap, meskipun dirinya sudah mencoba untuk menahan kantuk, matanya tetap saja tidak bisa diajak kompromi hingga akhirnya dirinya tertidur di sofa.

Sementara di lain tempat, Jongin seakan sudah tidak sabar untuk mengakhiri rapat internal para head of divisions di kantornya yang melaporkan satu persatu mengenai kinerja departemen yang dinaungi secara keseluruhan. Sebagian pikiran Jongin kini sudah berada ditempat lain dan tertuju pada istrinya yang berada dirumah.

"Bisakah agar rapat ini sedikit dipercepat?" Tanya Jongin kepada para bawahannya yang tentu saja malah mendapatkan balasan berupa tatapan bingung dari para anak buahnya.

Ini kali kedua Jongin meminta untuk mempercepat rapat. Tentu saja ini aneh, karena Jongin terkenal sebagai orang yang sangat detail, sekalinya melakukan rapat dan mendengar sebuah presentasi, Jongin harus benar-benar memastikan bahwa laporan yang diberikan padanya adalah laporan yang akurat dan menyeluruh. Karena hal itu lah, jangan harap untuk bisa selesai lebih cepat jika seorang Jongin meminta untuk mengadakan rapat, terlebih jika rapat itu melibatkan sebuah laporan.

Ada sedikit semburat merah di kedua pipi Jongin. "Istriku sedang menungguku di rumah."

Sorak-sorai pegawainya kini mulai bergemuruh setelah Jongin mengatakan demikian, sementara Mingyu hanya bisa menutupi wajah tampannya dengan tangannya karena dia tidak menyangka kalau Kakaknya akan mengatakan hal senorak itu.

"Hyung! Jangan membuatku malu!" Mingyu berujar di sebelah Jongin dengan suara yang pelan tapi cukup membuat Jongin mendengarnya.

"Kau akan mengerti rasanya saat kau menikah nanti, Kim Mingyu."

Mendengar perkataannya Hyung-nya barusan rasanya membuat Mingyu ingin menendang lelaki yang ada disampingnya itu. Bagaimana mau menikah jika pacar saja tidak punya.

Akhirnya tepat pukul 22:50 rapat internal yang dipimpin Jongin resmi ditutup. Sepuluh menit lebih awal dari jadwal yang seharusnya, namun rasanya jika Jongin tidak meminta untuk mempersingkat laporan para bawahannya, bisa jadi rapat internal tadi bakal berakhir lebih lama dari yang sudah dijadwalkan.

Jongin langsung keluar dari ruangan diikuti Mingyu dibelakangnya yang masih sibuk membaca beberapa laporan tadi.

"Kau sudah menyiapkannya bukan?"

Mingyu menatap Jongin bingung, namun akhirnya Mingyu mengerti maksud pertanyaan Jongin barusan.

"Beres, aku sudah mengosongkan jadwalmu untuk empat hari kedepan."

"Good job, Kim Mingyu. Harus ku akui kau memang adikku yang paling berguna." Jongin tersenyum bangga pada adik semata wayangnya itu kemudian menepuk punggungnya.

Metanoia • KAI x JENNIE •जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें