4. Anak Panah Beracun

Start from the beginning
                                    

Di tengah-tengah perkuliahan Ayna menatap keluar jendela, sejenak menghilangkan kejenuhan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Di tengah-tengah perkuliahan Ayna menatap keluar jendela, sejenak menghilangkan kejenuhan. Dia memperhatikan helaian mahkota bunga flamboyan merah yang berguguran. Melayang terbawa angin sepoi dan mendaratkannya di tanah. Tiba-tiba Matanya menangkap sosok laki-laki yang sangat dikenalnya. Berkemeja biru dan celana hitam, tidak ketinggalan jaket Fakultas Teknik yang sering kali dia pakai. Rambutnya yang sedikit berantakan dan kulitnya yang berwarna coklat terang. Tidak mungkin dia salah orang. Itu Tian, orang yang sangat tidak ingin Ayna lihat lagi.

Mata Ayna terus mengikuti langkah kaki laki-laki itu dari jendela kelasnya di lantai dua. Tiba-tiba Tian menengadahkan wajahnya ke atas dan mata mereka bertemu.

Deg.

Ayna terkejut, desiran itu masih dirasakan Ayna. Debaran jantung yang harusnya sudah mati kembali lagi menggeliat. Ayna segera mengalihkan pandangannya. Ia mengusap-usap kasar matanya. Berharap bayangan Tian menghilang dari mata dan benaknya. Tapi Tian itu nyata, ia masih berdiri di sana dan tersenyum kepadanya. Apa yang dilakukan Tian di fakultasnya? Apa Tian ingin menemuinya? Tiba-tiba Ayna merasakan kembali kupu-kupu yang mulai mengepakkan sayap rapuhnya berputar-putar di dalam hatinya. "Tidak boleh, perasaan itu tidak boleh kembali lagi!" batin Ayna sambil menggeleng-gelengkan kuat kepalanya.

"Ayna!" pak Teguh mengagetkannya. "Ada pertanyaan?"

"Eh, ada apa, Pak? Umh, maksud saya tidak ada, Pak!" jawab Ayna terkejut.

"Fokus, Ayna," perintah pak Teguh.

Ayna hanya menunduk malu, sekali lagi ia mencari sosok Tian di bawah sana. Dia masih ada, duduk di kursi taman di bawah pohon flamboyan. Ayna menghembuskan napasnya keras-keras.

"Ada apa, sih, Ay?" bisik Lusi di sebelahnya.

"Enggak ada apa-apa," jawab Ayna pelan.

Revan yang duduknya tepat di belakang Ayna ikut melongok keluar jendela. "Wooo.. Ada si kutu kupret anak teknik itu, tho!" Tiba-tiba Revan membuka suara pelan di belakang Ayna.

"Tenang, Ay, gue bakal bawa pasukan buat kasih pelajaran itu si kutu! Berani-beraninya dia mainin kembang jurusan kita!"

"Gue ikut!" Rudi di sebelahnya menimpali.

Ayna berbalik ke belakang sambil memicingkan matanya. "Jangan macam-macam! Enggak usah buat keributan!" ancam Ayna.

"Ehem! Ada apa ya, kok, semakin seru diskusi di sebelah sana itu!" pak Teguh kembali menegur mereka.

"Ada mantan tunangannya Ayna, Pak, di bawah!" jawab entah siapa, dan seketika kelas menjadi ricuh. "Wooooooo...!" serempak suara mahasiswa satu kelas membahana. Ayna malu sekali dibuatnya. Wajahnya memerah dan dia hanya bisa menunduk pasrah.

"Mau cari si Rejka kaliii, bukan Ayna!" entah suara siapa lagi. Ayna semakin dalam menundukkan wajahnya. Ayna meremas celananya untuk menahan gemetar di tangannya, mencoba meredakan malu dan gejolak di dalam dadanya. Rasanya Ayna mau berlari keluar kelas saat itu juga. Terbang keluar jendela atau menenggelamkan diri ke lantai. Atau ber-disappearate - menghilang - dengan kekuatan sihir seperti Harry Potter, pergi kemana saja membawa wajahnya yang sudah semerah warna baju yang dikenakannya saat itu.

"Sudah tenang semuanya! Kelas saya bubarkan. Tolong kondisikan kelas untuk jam berikutnya," perintah pak Teguh.

"Kamu enggak apa-apa kan, Ay?" Lusi menyentuh pundak Ayna. "Aku temani, yuk. Kita ke mushola di lantai dua," ajak Lusi.

Ayna menurut dan seisi kelas kembali riuh, Ayna tidak peduli lagi. Ayna memikirkan pandangan sekejap tadi yang masih memberi efek kepadanya. Bagai racun yang membuatnya kembali terluka. Kenapa begitu sulit melupakan cinta pertama? cinta yang hanya membuatnya merana.

AYNA (Jodoh Sahabatku)Where stories live. Discover now