10

599 81 15
                                    

Suara guyuran air terhenti sesaat sebelum Dany dengan rambut basahnya keluar dari dalam kamar mandi. Matanya yang baru saja terguyur air dingin dari shower memincing curiga menemukan saudaranya berdiri mematung didepan lemari pendingin dengan botol air mineral dingin yang mulai mengembun ditangan kiri sementara tangannya yang satu lagi kaku memegang telfon genggam. Sadar ada sesuatu yang tentu saja sedang tidak beres, Dany berjalan mendekat masih hanya dengan handuk melilit pinggang menutupi tubuh bagian bawahnya.

"lo kenapa mas?" tanya Dany to the point saat sudah berhadapan dengan Haikal yang matanya masih tak terlepas dari layar ponselnya.

Haikal diam, cuma kelopak matanya yang seolah sedang ingin berbicara karena beberapa kali mengedip-ngedip dengan tempo yang tak pasti, membuat Dany hanya mampu berdecak sebelum jemarinya bergerak merampas telfon genggam Haikal yang hanya bengong dan pasrah menanggapi.

Setelahnya, Dany mengembalikan ponsel itu setelah satu buangan nafas dalam.

"kirain kenapa" ucap Dany sambil lalu berjalan kearah kamarnya.

"Dan, Dan ini beneran nomor Sabia kan? Ini beneran Sabia yang baleskan ya?" pada akhirnya Haikal buka suara sambil mengekori jejak kaki Dany yang menciptakan basah diatas marmer putih.

"lhah, tau? lo yang nyimpenkan" balas Dany acuh sambil matanya menyusuri isi lemari pakaiannya mencari baju santai untuknya tidur malam ini.

"ta-tapi kok dia langsung ngeh sih kalo yang ngechat gue. Ini dia pakek manggil 'kak' lagi, berarti dia tau gue kakak tingkatnya dong Dan?"

Dany yang mulai jengah dengan kebodohan saudaranya sendiri kalau berhubungan dengan gadis bernama Sabia itu pada akhirnya memilih melemparkan salah satu bantal tidurnya berharap pukulan ringan itu mempu menyadarkan sedikit kewarasan Haikal.

"ya siapa coba anak hukum yg kagak tau elo"

"tapi ini Sabia Dan, Sabia yang cuek, jutek kalo di kampus"

"ya terus? Menurut lo dia nggak bakal notice elo gitu?" tanya Dany mendapat anggukan lugu Haikal.

"terus ini gue musti bales gimana coba Dan?" Haikal mulai mengerang frustasi saat melihat jam di layar ponselnya menunjukan dengan jelas bahwa dia sudah membaca pesan Sabia selama 20menit tanpa memiliki stok kalimat yang tepat untuk membalasnya.

"Yaudah ajak jalan aja malem minggu ini"

"gila lo ya, baru ngechat masa udah gue ajakin jalan"

"yaudah mumpung ada kesempatan ya sekalian pdkt, balesin 'lagi apa' atau apaan kek, masa lo udah lupa caranya deketin cewek?" oceh Dany sambil mengalihkan pandangannya kelayar laptopnya.

"ya tapi ini kan Sabia Dan, Sabia! Gue nggak mungkin ngedeketin dia kayak biasanya gue pdkt-in cewek. Lagian kan dia beda sama bekas pacar gue" balas Haikal sarat akan kegusaran yang lagi-lagi membuat Dany membuang nafasnya berat. Dany benar-benar tak habis pikir, jatuh cinta bisa membuat orang sebodoh ini, Ralat! Haikal sebenarnya belum benar-benar bisa disebut jatuh cinta pada Sabia, saudaranya ini bisa dibilang baru sebatas suka dan dia sudah sebodoh ini.

"bodo amat mas! Gue butuh asupan tenaga kayaknya ngadepin lo yang kayak begini" ujar Dany cuek sambil meraih jaket hoodie hitamnya dibalik pintu dan beranjak keluar.

"mau kemana lo?"

"supermarket" balas Dany singkat sambil sekali lagi diekori Haikal yang tanpa mengatakan apapun memilih duduk di kursi penumpang motor Dany dan mengikutinya.

Didalam supermarket Dany masih bisa mendengar rancauan Haikal tentang bagaimana dia harus membalas pesan yang ternyata sudah dianggurkannya lebih dari 40menit, namun yang membuat Dany masih tidak habis pikir adalah tangan saudaranya itu masih dengan lihai memasukkan satu persatu jajanan kedalam keranjang belanja yang di tenteng Dany.

ιστορία - ISTORIAWhere stories live. Discover now