Mereka hanya asyik pada pekerjaan masing-masing; memainkan ponselnya, bergosip, bercanda. Hingga akhirnya semua anggota kelas dihukum di lapangan karena tidak ada satupun dari mereka yang mengerjakan tugas yang diberikan.

Masih banyak lagi dan sekilas tampak seulas senyuman di bibir Aery saat mendengar cerita dari teman-temannya. Ama bahagia, setidaknya Aery masih mau tersenyum ya walau bukan karena dia.

***

Alwan membereskan semua buku-buku yang ada di atas meja, ia tampak tergesa-gesa bahkan semua buku masuk secara sembarangan. Kemudian memakai jaket kulitnya dan berjalan ke arah Reno yang sedang duduk sambil memainkan ponselnya.

"Temenin gue ke rumah sakit ya, udahlah mainnya entar aja. Sekarang temenin gue dulu," menarik lengan Reno secara paksa.

"Ngapain ke sana, lo mau operasi plastik? Baru sadar ya kalau ketampanan lo gak ada apa-apanya sama gue. Gue mah babang tamvan sejagat raya," ucap Reno.

Alwan menyeringai, "Gak lucu, gue serius Ren. Lo jangan becanda terus dong, mau lo gue lempar ke lubang buaya?" menepuk pundak temannya itu.


"Aery lagi dirawat di rumah sakit," lanjut Alwan menjelaskan.

Seketika Reno terdiam, takut jika ternyata penyebab Aery masuk ke rumah sakit adalah karena dikurung di gudang waktu itu. Reno mendecah kesal, ini adalah salah Rinda yang bertindak senonoh saja tanpa memikirkan apa akibatnya. Bayangkan, apa yang akan terjadi jika waktu itu Reno tidak datang membukakan pintu. Aish mungkin bisa lebih parah dari masuk rumah sakit yaitu kematian.

Mereka melangkah menuju parkiran, namun sebelum sampai ke sana buk Tuti memanggil Alwan untuk membantunya memasukkan file ke komputer lalu mengirimnya ke kantor pusat. Ya buk Tuti tak mengerti betul caranya, ia takut jika melakukan kesalahan dan semua file penting itu hilang tak berbekas.

Alwan merasa berat hati untuk membantu, sejak tadi pagi Aery lah yang selalu berada dipikirannya bahkan saat ini masih seperti itu. Reno mendorong tubuh lelaki itu agar segera membantu buk Tuti yang telah berdiri tegak pinggang di pintu ruang guru.

Reno menatap punggung temannya hingga menghilang, setelah itu ia buru-buru menelpon Rinda. Mereka membuat kesepakatan agar bertemu di parkiran karena kebetulan Rinda masih belum pulang.

"Ada apa?" tanya Rinda yang tengah duduk di motor Beat merah putihnya.

"Lo gila ya? Ngapain lo ngunci cewek itu di gudang? Mau bunuh orang? Wau, besar juga nyali lo. Asal lo tau, sekarang dia lagi dirawat di rumah sakit dan semua itu karena lo Rin. Kalau sampai pihak sekolah tahu bisa mampus kita," jelas Reno sambil memijat keningnya. Ia menganggap penyebab semuanya adalah ulah Rinda.

"Terus gue harus ngelakuin apa sekarang?" tanya Rinda lagi, kali ini ia mulai serius.

"Jujur aja! Sebenarnya lo itu mau jauhin dia sama Alwan kan? Tujuannya supaya gak ada yang bisa dapatin Alwan diantara kalian berdua. Ya udah biar gue bantuin tapi jangan pakai kekerasan," Saran Reno, kini wajahnya sedikit menegang.

Rinda menatap langit yang sedikit tertutup awan abu-abu, "Kenapa lo mau bantuin gue?"

"Karena gue ngerasa yang gue lakuin ini benar."

Perbincangan mereka terhenti ketika mendengar teriakan Alwan, Rinda buru-buru memakai helm hello kity-nya dan menyalakan motor lalu pergi dari sana sebelum Alwan datang.

Reno pura-pura sedang menunggu di tempat motornya terparkir. Tak lama Alwan datang, ia memanggil temannya itu, mereka pergi dengan kendaraan masing-masing. Jarak sekolah ke rumah sakit tidak terlalu jauh, hanya menghabiskan waktu 20 menit jika laju kendaraan diatas 100.

Seperti biasa, Alwan ngebut-ngebutan di jalan raya sedangkan Reno berusaha menyeimbangi kecepatannya agar tidak tertinggal jauh. Untung hari ini tidak ada polisi yang berlalu-lalang di sekitar jalan menuju rumah sakit, atau memang ada tapi Alwan tidak melihat keberadaan mereka. 

Mereka menyalip jika ada kesempatan, memotong jika kendaraan di depannya lambat. Reno benar-benar kualahan, baru kali ini ia melihat Alwan sengebut ini di jalanan, timbul suatu pertanyaan di benak Reno. Apakah Aery begitu penting baginya?

Kota Padang semalam di guyur hujan lebat disertai angin kencang, untungnya tidak disusul oleh petir. Di sepanjang jalan ada saja penjual yang mencari nafkah, setidaknya itu bagus daripada menjadi peminta-minta di jalan ibukota.

Reno memukul motornya saat mendapati lampu merah sedangkan Alwan sudah jauh di depan sana dan hilang di keramaian kendaraan yang memadati jalan. Ia begitu tak sabar menunggu lampu hijau menyala dan menyusul Alwan yang mungkin saja sudah sampai di sana, mungkin. 

Akhirnya lampu itu menyala, terdengar bunyi klakson dari pengendara yang ada di belakangnya. Buru-buru Reno menjauh dari sana, ia pernah ke rumah sakit beberapa kali menemani  uwo berobat jadi tentunya Reno masih ingat betul jalur yang harus dituju. Terutama jalan tikus untuk menghindari razia, motornya sudah dimodifikasi jadi ada beberapa yang menyalahi aturan.

Alwan memasuki kawasan rumah sakit, ia mencari tempat untuk memarkir motornya dan jauh dari sana ada palang yang memberitahu bahwa di tempat itu khusus untuk parkir roda dua. Dengan sedikit susah payah, Alwan memarkirkan motornya di antara dua motor lain.

Ia meninggalkan tas di atas motor matik itu dan melaju memasuki rumah sakit. Di depan pintu masuk Alwan berselisih dengan Abak yang sedang menelpon, tampaknya Abak terburu-buru keluar dari sini.

Alwan menyadari bahwa pria dengan penampilan yang tidak serapi saat pernah datang menjemput Aeru waktu itu ke rumahnya adalah Ayah Aery. Alwan merubah haluan, ia menyusul Abak.

"Sesibuk itunya ya Om? Sampai-sampai harus pergi saat anaknya lagi dirawat, " teriak Alwan.

Abak sekilas menoleh ke belakang ,ia masih menelpon dan terus saja melangkah tanpa memperdulikan ucapan Alwan barusan.

"Om kalau gak bisa jagain anaknya, biar saya aja yang jagain."

Langkah Abak terhenti, ia memutuskan panggilan, berbalik dan melangkah santai menuju Alwan.

Mata mereka saling bertemu, "Maksud kamu saya gak becus jagain anak saya sendiri? Liat diri kamu dulu, emangnya udah benar jagain diri sendiri?"

Alwan menarik satu ujung bibirnya ke atas, "Emang kenyataannya gitu kan Om. Apa bedanya sama Om sendiri? Udah bener?"

Abak yang sudah pusing karena urusan kantor dan keluarga, kini semakin bertambah sakit kepalanya. Seperti biasa, sisi tempramentalnya keluar dan spontan menampar Alwan yang sudah membuat mood baiknya hancur.

Yang ditampar kaget, ia sedikit terhuyung ke samping. Tangan kanannya bergerak ke pipi yang terkena tamparan tak terduga itu. Alwan menyeringai, ia yang tadinya tertunduk sekarang menengadah menatap Abak. "Saya cuma saranin satu hal Om. Mendingan jagain anak Om dengan bener sebelum nanti ada yang nyakitin. Oh iya satu hal lagi, tamparan barusan menyakitkan mungkin Aery juga ngerasain hal yang sama."

Tangan Abak mengepal di bawah sana, dengan suara lantang ia berteriak mengusir Alwan. Tak ingin membuat keributan, Alwan segera pergi meninggalkan rumah sakit sebelum Abak semakin murka. Reno bingung  melihat temannya berjalan menjauh dari bangunan hijau itu. Padahal ia baru saja sampai.

***

Vote dan Komennya jangan lupa ya. Terima kasih.

IMPOSSIBLE [Completed]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora