19

1K 51 14
                                    

Happy reading😘

~Aku telah mencarimu selama ini, hingga pada akhirnya akupun merasa pencarian ini hanya percuma bahkan tidak berujung temu~ Aerylin Fradella Agatha.

Di sepanjang perjalanan Alwan terus saja memikirkan apa respon uni saat tahu kalau ia sudah menggadaikan arlojinya dengan semudah itu. Apalagi sekarang boneka pemberiannya sudah dibakar oleh bang Varo yang entah sengaja atau tidak tahu bahwa Alwan selama ini sangat menjaga bonekanya dengan sangat baik.

Mungkin bang Varo perhatian pada adiknya tapi ia juga harus tahu kondisi, bukan asal bakar saja. Aery melihat kegelisahan Alwan di kaca spion motor, gadis itu ingin bertanya namun malas menanyakannya langsung kepada Alwan.

Alwan menghentikan motornya saat sampai di depan gerbang rumah Aery.

"Makasih," ucap Aery lalu masuk ke dalam gerbang.

Alwan membalas ucapan Aery dengan seulas senyuman, iapun pergi setelah itu. Kira-kira 30 menit, Alwan sampai di rumahnya yang terdengar bising karena Ama dan Apa serta bang Varo main monopoli. Ya, setiap malam jika mereka tidak sibuk maka permainan dengan menggabungkan beberapa negara menjadi pilihan, bahkan karena terlalu asik bermain mereka sampai tidak peduli pada televisi dan laptop yang sedang menyala.

Mungkin permainan ini terdengar ke kanak-kanakan tetapi percayalah ini lebih mengasikkan daripada bermain game online. Selain itu kedekatan antar sesama anggota keluarga lebih harmonis dan tidak membosankan.

Alwan masuk ke dalam rumah dengan perasaan kacau, ia masih bisa move on dari arloji yang bisa disebut sebagai arloji kesayangan namun tidak dengan boneka sizukanya. Ia memperhatikan riuh tawa keluarganya saat mendapatkan parkir bebas lalu memilih untuk pergi ke Afrika atau mengambil uang pajak yang telah menumpuk.

Alwan hanya menggeleng melihat kelakuan keluarganya yang bagaikan masa kecilnya kurang bahagia alias tidak pernah atau jarang memainkan permainan yang kuno itu, menurutnya.
Ia pergi ke kamar dengan langkah santai dan malas.

Beruntung kasurnya sangat empuk sehingga saat ia menghempaskan badan sembarangan tubuhnya tidak merasakan sakit sedikitpun. Alwan berbaring untuk sesaat saja lalu bangkit lagi untuk membersihkan badannya yang berkeringat.

Selesai mandi, Alwan terburu-buru duduk di meja belajar karena ada banyak tugas yang harus ia selesaikan malam ini juga atau besok buk Tiwi akan menghukumnya karena tidak mengerjakan pr. Alwan menyalakan lampu belajar, membuka buku pr Fisika, buku paket, serta kalkulator.

Ia memegang sebuah pensil, dan penghapus persegi berwarna putih terletak di samping buku. Untuk beberapa saat Alwan mempelajari contoh soal yang ada di buku paket, ia memijat keningnya saat melihat soal-soal yang tidak ia mengerti sama sekali. Tentu Alwan akan mengalami kesulitan untuk memahami soal karena waktu itu ia izin saat jam pelajaran buk Tiwi di mulai, bukan karena tidak ingin belajar tetapi karena ada urusan OSIS yang harus di selesaikan.

Alwan mendecah kesal, ia merebahkan kepalanya di atas buku sedangkan tangan kanannya memainkan pensil di bawah penerangan lampu belajar. Seketika ia ingat bahwa bang Varo pasti bisa mengerjakan soal-soal ini karena memang bidangnya, bahkan dalam waktu 5 menit saja ia pasti dapat menyelesaikannya dengan mudah.

Awalnya Alwan merasa lega, tetapi ia tidak ingin meminta bantuan pada bang Varo, gengsi.

"Woi, temenin gue beli martabak mesir dong diluar," ucap bang Varo mengagetkan adiknya.

"Yah, manusia purba datang lagi pasti gue bakalan di cincang atau gak di rebus trus di makan deh," celetuk Alwan dalam hatinya.

Mendapati kehadiran sang kakak membuat Alwan menggaruk kepala karena soal Fisika ini saja sudah membuatnya pusing dan sekarang di tambah dengan kahadiran bang Varo si biang onar.

IMPOSSIBLE [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang