+7

4K 325 11
                                    

"Sorry..."

Haikal melempar senyum canggung dengan orang yang ada di hadapannya.

"Kok ketemu terus ya?" Kata sosok itu dengan dahi berkerut.

"Jodoh mungkin!" Ceplos Haikal asal. Lalu mata keduanya bertemu beberapa saat. Dan tawa mereka pun pecah di lobi utama rumah sakit.

"Gimana keadaan nyokap lo, Kal?" Tanya Niko.

"Lebih sehat dari kemaren dan kemarennya lagi." Sahut Haikal. "Kantin?"

Niko mengangguk. Diam-diam ia selalu curi-curi pandang pada Haikal. Karena ia hampir setiap hari ikut Ken ke rumah sakit, ia jadi bisa menemukan seseorang yang dirasanya sangat spesial.

Dan orang itu -- tadi -- seolah memberikan sinyal padanya.

"Makan apa ya?"

Niko melihat daftar menu. Namun matanya tak mau lepas dari bibir Haikal yang pink dan nampak lembut itu.

"Heh, kok malah bengong?!"

"Sorry, gue agak ngantuk.." Niko berkilah.

Kedua cowok itu akhirnya memesan menu yang sama. Nasi goreng ayam super pedas, dengan minumnya es jeruk yang sangat manis.

"Kal, kali-kali makan di kafe depan yuk..."

"Boleh aja. Asal lo yang bayarin ya.." Alis Haikal naik turun.

Selang 15 menit pesanan keduanya pun datang.

"Canda deh.." Haikal tertawa. Tawanya yang sangat manis dan sukses membuat hati Niko meleleh.

'Seuhahh..!'

Kedua cowok itu tampak kepedasan. Keringat mereka sampai bercucuran dan wajah mereka memerah bak kepiting rebus.

"Anjrit, ini sih pedes gila!" Ujar Haikal.

"Tapi bikin gue nagih!"

"Ready for next plate?"

Niko melotot. "Big no, dude! Bisa-bisa abis ini gue yang dirawat dimari!"

"Kan enak..."

"Sialan lo!"

"Enak kan, gue jadi bisa ada temennya mulu!" Haikal tertawa lepas. "Kalo gue lagi bosen sendirian, gue tinggal ke kamar lo doang.."

"Jadi lo nyumpahin gue sakit?"

Haikal menelan ludah. Ia merasa salah ucap, hingga membuat ekspresinya Niko tidak enak dilihat.

"Sorry Nik, maksud gue ---"

"Kalo lo bersedia bayarin biayanya sih gue gak masalah! Hahaha..."

"Kampret lo!" Haikal menjulurkan lidahnya. Persis kayak bocah SD.

Niko memberis isyarat pada Haikal melalui matanya. Mereka baru sadar kalau sedaritadi ada sepasang mata yang sedang mengawasi keduanya.

JRENGGG...!!

"Gue kirain siapa.." Niko kembali menyedot es jeruknya. "Cuma pasien doang.."

"Udah besar kok pada berisik banget. Emangnya gak tahu apa ini rumah sakit?!"

"Nah loh, ada yang sewot tuh!" Haikal mengedik pada sosok itu.

"Lo sih ketawa gak kira-kira! Persis kayak emak-emak kontrakkan!"

JRENGGG...!!

Tahu-tahu sosok itu sudah berdiri di samping meja mereka.

"Nanti aku aduin ke Pak Polisi Dean loh, biar kalian dihukum karena sudah berisik di rumah sakit!"

"Siapa yang berisik disini?"

Ketiga cowok itu menoleh pada Ken. Ken yang datang dengan seorang wanita cantik bertubuh sedang, dan sebaya dengannya.

"Dua kakak ini berisik, Pak Dokter Ken! Suntik aja pakai jarum yang besar sekalian!"

"Enggak berisik kok, Om! Sumpah!" Niko membela diri.

"Cuma ketawa agak besar aja.." Timpal Haikal. Lagi-lagi keduanya tertawa cekikikkan.

"Aditya sudah agak mendingan ya? Kok sudah bisa jalan-jalan keluar?" Tanya Clara. Dia adalah dokter spesialis anak di rumah sakit itu.

"Apa Dokter Clara dan Dokter Ken itu ayah dan ibu kedua kakak ini?" Pertanyaan konyol Adit itu sungguh menohok keempat orang itu.

"Tentu aja bukan, Adit." Akhirnya Dokter Clara angkat bicara. Sebisa mungkin ia tidak tertawa meskipun perutnya terasa geli sekali.

"Adit..!!" Dean melambaikan tangan dengan antusias sekali. Sepertinya kehadiran Adit dalam kehidupannya, bisa mengobati sedikit akan rasa kesepian dan kesendiriannya.

"Itu Pak Polisi Dean namanya.."

"Adit gak buat masalah lagi kan?"

"Kedua kakak ini yang buat masalah, Pak Polisi Dean. Mereka ini berisik sekali daritadi. Persis kaya nenek kalau lagi ngobrol sama Ceu Euis, Ceu Endah, dan ibu-ibu lainnya.."

Dean tersenyum seraya memegang kepala Adit.

"Bagaimana perkembangannya?"

"Seperti yang kamu lihat, Dean. Tidak pernah seharipun tanpa senyum dan celotehan ceriwis keluar dari mulutnya itu."

"Maaf ya.."

Ken mengibaskan tangannya. "Maaf untuk apa? Justru dengan kehadirannya disini ---"

"Adit ingat sekarang!!" Adit tiba-tiba memotong.

"Anak ini bisa kan gak bikin kaget?" Dean mencubit gemas pipi Adit. Kalau saja Adit seperti Niko dan Haikal, pasti sudah diuwek-uwek itu kepala. Gitu-gitu kan tenaganya Dean besar.

"Nama Pak Dokter Ken itu sama kayak nama anak kecilnya kakek dan nenek."

"Maksudnya bagaimana, Dit?" Tanya Clara.

"Nenek bilang, kalau punya 5 anak. Nah anak yang terakhir itu -- yang paling kecil namanya Kenzo juga."

"Adit, nama kakek dan neneknya Adit siapa?"

"Kakek Hamzah sama Nenek Retno."

Bagai disambar petir disiang bolong, Ken langsung melemah seketika. Bayangan akan wajah kedua orang tuanya itu, langsung memenuhi kepalanya.

'Kalau kau lebih memilih orang itu, pergi kau dari rumah kami dan jangan pernah kembali!'

"Kata kakek, Kenzo itu anak yang nakal. Pergi jauh kabur kayak aku dan gak pulang-pulang." Adit melanjutkan. "Tapi kata nenek, Kenzo itu anak yang sangat baik dan penurut. Tapi karena Kenzo marah, mangkanya Kenzo pergi jauh sekali..."

"Ken, mungkinkah mereka.."

Ken tidak menjawab. 10 tahun lebih, ia tidak pernah menatap dan bertegur sapa dengan orang yang sudah melahirkan, merawat, dan membesarkannya itu.

"Sebenarnya sih nanti kalau Adit ketemu sama Kenzo, mau Adit suru pulang aja. Soalnya kan kakek sama nenek itu orang yang sangat baik. Nanti kalau kakek sama nenek udah gak ada, pasti Kenzo akan menyesal sekali."

Adit lalu mendekati Niko dan Haikal. Senyumnya mengembang lebar, hingga deretan giginya yang putih terlihat dengan jelas sekali.

"Main gundu yuk, Kak. Nanti pertamanya Adit kasih deh. Tapi masing-masing 5 butir aja ya.."

#####

Find Him...!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang