Bab 23

4.4K 305 4
                                    

Jam sudah menunjukan pukul tujuh pagi. Iren memandang dirinya di depan cermin kamar. Memperhatikan kerapian pakaian kantor yang ia kenakan. Rambut hitamnya yang sudah tersanggul rapi keatas. Hanya menyisakan beberapa helaian rambut dijadiikan poni.  serta polesan makeup natural yang membuat penampilannya semakin manis, anggun bak wanita kantoran pada umumnya.

Serasa tidak ada yang kurang. Iren tersenyum manis untuk dirinya sendiri.
"Cantik! Masih tetap cantik!" gumamnya memuji.

Cukup tiga hari ia mengambil libur. Hari ini ia akan memulai hari yang baru. Dengan jabatan baru, baju baru. Senyum Iren semakin lebar terukir. Seolah ia sangat siap menjalani hari ini hingga ke depannya.

Setelah puas memandang diri. Iren mulai keluar dari kamar. Menuruni anak tangga seperti biasa.

"Iren, mau kemana, sayang?" tanya Lisa yang berpapasan dengan putrinya di tangga terakir.

"Kerja, Mama!" Iren terus berjalan menuju meja makan. Di sana ia menemukan pasutri muda tengah menikmati sarapan. Siapa lagi kalau bukan Zyan dan jingga.

"Kamu 'kan baru sembuh, lagian bos kamu juga bolehin libur lebih lama lagi."

"Gak enak lah, Ma. Masa aku libur terus, nanti apa kata karyawan lain."

Iren menyapa kakak laki-laki beserta kakak iparnya. Yang beberapa hari ini ikut menjaga dirinya yang tengah sakit.

"Dah mau kerja?" tanya Zyan. Diikuti anggukan Iren yang mengambil duduk di salah satu kursi, "Yakin, gak mau nambah waktu istirahatnya?"

"Udah, kak. Bete juga lama-lama di kamar," ucapnya sembari menyendokan nasi goreng ke dalam piring.

"Yah, padahal gue pengen ajak lo ke mall, Ren. buat beli perlengkapan bayi," timpal Jingga bernada kecewa.

Iren memperhatikan Jingga seraya berpikir.
"Sama mama aja, Ya? Atau gak nungguin gue pulang kerja, gimana?"

"Ah, kelamaan, sama mama aja deh kalau gitu," Jingga memandang mertuanya untuk meminta persetujuan.

"Iya, nanti mama temenin kok!" bales Lisa tersenyum lembut.

"Makasi, ma!" ucap Jingga riang.
Lisa manggut, Zyan dan Iren ikut tersenyum senang.

"Ya udah kalu gitu, Zyan berangkat kerja dulu!" ujarnya berdiri dari sana. Mencium pipi istri dan berpindah mencium pipi mamanya. Pandangannya berhenti pada Iren, "Mau bareng gak?"

"Gak usah deh, Kak. Berangkat sendiri aja," Iren berdiri menyalami telapak tangan Zyan.

"Yuk, Mas. Aku anter ke depan."
Zyan dan Jingga sudah berjalan menuju pintu.

Di meja makan Lisa memperhatikan putrinya yang tengah menyuapi nasi goreng ke mulut dengan serius. Ia tidak tahan untuk tidak menanyakan sesuatu yang telah ia pikirkan beberapa hari ini.
"Ren? Udah bisa move on kan dari masa lalu?" tanya lisa senyum mesem.

Iren meringis mendengar pertanyaan mamanya, "Apaan sih, Ma! Kayak tau aja move on itu apaan."

"Tau donk! Kalau kamu udah bisa move on, boleh donk mama lanjutin perjodohan itu."

Sontak Iren menghentikan kegiatannya, menatap mama tak suka, "Mama, iih. Berapa kali Iren bilang, Iren gak mau di jodoh-jodohin!"

Lisa menghela nafas menatap putri bungsunya heran, masih saja keras kepala.
"Inget umur donk sayang, masa belom nikah-nikah juga, mau kamu di cap perawan tua sama orang-orang, liat temen seusia kamu udah pada nikah, punya anak, mama kan juga pengen liat kamu bersanding di pelaminan terus cepet kasih mama cucu!" terang Lisa sambil membanyangkan sesuatu di kepalanya.

Perahu Cinta Irenia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang