Bab 8

4.6K 341 9
                                    

"Ketika perahu karam di tengah laut, hanya bisa mengandalkan angin yang datang, lalu berharap ia bisa menyeret ke tepi. Seperti hati ini yang telah membeku oleh luka kecewa, dan berharap ada seseorang yang berbaik hati untuk menyembuhkannya."

.......

Malam pun tiba. Dingin tidak kalah menggigit hingga ke tulang. Sunyi! Hanya nyanyian suara jangkrik yang meramaikan.

Di balik jendela kamar Irenia termenung sendiri. Sambil memandang kosong ke langit gelap. Ia bingung dengan kehidupannya yang seperti ini ini saja. Tidak ada yang istimewa.

Sejak remaja tidak ada kehidupan yang indah menyertai. Selalu saja terasa hambar. Apa iya di usia dewasa ini, dirinya masih belum menemukan dambatan hati. Bisa mengisi relung hatinya yang masih terasa kosong.

Lamunan Iren terganggu dengan suara ketukan pintu. Ia membalikan tubuhnya. Di sana sudah nampak satu kepala manusia yang mengembul dari sela pintu sambil nyengir.

"Blom tidur?" tanya Jingga melangkah masuk.

"Belom, lo kenapa belom tidur?"

"Kebiasan gue kalau malam-malam susah tidur, siangnya malah ngantuk mulu," Jingga menduduki bokongnya di ujung kasur. Satu tangan sudah menempel di atas perut bulatnya sambil membuat gerakan memutar.

Pandangannya tertuju pada Iren yang terlihat murung. Jingga tersenyum singkat sebelum mengutarakan isi hatinya.

"Lo baik-baik aja?"

"Baik, Emang kenapa?"

Iren ikut duduk di ujung kasur dan menyandarkan tubuhnya di sana. Sambil memandang bumil cantik itu.

"Kusut, padahal umur lo belom sampe 50 tahun loh." ledek Jingga.

"Jadi lo kira, gue udah kayak nenek-nenek sekarang!" cetusnya sebel.

Jingga tergelak sesaat, lalu ia menyipitkan kedua matanya memperhatikan adik iparnya itu,
"Lagi ada masalah?"

Iren enggan untuk menjawab.
"Coba gue tebak, lo pasti jomblo lagi, ya kan?"

Iren tersenyum kecut. Ia mencibir dalm hati, kenapa wanita ini selalu tahu tentang dirinya. Iren menghela nafas panjang. Lalu meanggukan kepala beberapa kali.

"Why? Ada masalah apa?"

"Entah lah, Ji. Mungkin emang nasip gue aja yang jelek, setiap kali ada yang deket, pasti ujung-ujungnya menyakitin gue," Iren menyenderkan kepalanya ke dinding. Sambil menerawang entah ke mana.

Jingga menggeser duduknya hingga mendekati Iren. Ia meraih telapak tangan Iren. Dan digenggam erat. Dia tahu betul bagaimana perasan Iren. Ia tahu betul kesulitan yang di jalani oleh temannya akhir-akhir ini.

"Jangan nyerah, Gue yakin bakal ada seorang yang menyayangi lo tulus, tanpa syarat. Gue sangat yakin, karna lo orang baik, Ren. Lo tau? Wanita baik akan dapat lelaki yang baik juga, jadi lo yang sabar, jalani aja hidup lo seperti biasanya, lo gak sendiri, Inget itu!"

Iren membalas tatapan Jingga yang hangat. Senyum tulusnya membuat hati Iren sedikit lega. Dari ucapan dan dukungan Jingga membuat semangatnya hidup kembali.

Ia sempat menyesal dengan hubungannya dulu terhadap Jingga. Kenapa ia memilih bermusuhan. Jika ia tahu, wanita di hadapanya ini begitu pengertian dan baik hati.

"Thanks, Jingga!" Iren memeluk tubuh Jingga hati-hati, supaya perut yang tengah berisi makhluk lucu itu tidak merasa sakit, "Udah mau jadi teman gue, meng-suport gue terus, coba aja kalau gak ada lo dan mama yang selalu dukung gue di saat terpuruk, entah! Jalan apa yang bakal gue tempuh setelahnya."

Perahu Cinta Irenia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang