Bab 15

4.1K 274 7
                                    

"Kalau aku boleh tau, ada masalah apa pria tadi sama kamu, Ren. sampe dia marah segitu besarnya ke kamu."

Malik memandang Iren dari samping. Menunggu penjelasan tentang masalah yang menimpanya. Bagaimana pun juga ia harus tahu inti permasalahan itu. Secara tidak langsung ia sudah ikut serta.

Iren menghembuskan nafas panjang sebelum angkat bicara,
"Sebenarnya, aku juga bingung. Dia marah karena hal apa, di sini aku di tuduh membocorkan rencana dia ke bos aku," Iren menatap Malik sejenak sebelum membuang tatapan kejalan raya, "kamu masih ingat dengan cerita aku, tentang bos dan mantan pacar aku  yang menjalin hubungan? Nah, itu dia orangnya."

Bola mata hitam Malik melebar sesaat.
"Jadi, dia itu Steven yang ada dalam cerita kamu?" 

Iren meanggukan kepala untuk meyakinkan Malik,
"Dia marah dan mengancam aku, Lik. Jujur deh, aku benar gak tau kenapa Jane memutuskan hubungan sama dia, padahal sebelum itu mereka masih baik-baik aja." Iren menghela nafas panjang. "aku mengikuti saran kamu, untuk gak ikut campur sebelum aku memiliki bukti kuat, aku juga gak pernah memberi tahu Jane, kenapa aku yang jadi sasaran dia coba."

Iren masih terngiang-ngiang bentakan dan teriakan Stev padanya, begitu menggerikan. Apalagi Stev mengancam dia dengan sesuatu yang buruk. Reflek Iren mengigit ujung jarinya akibat kepikiran tentang itu.

"Sudah, jangan takut. Kalau dia datangin kamu lagi, hubungi aku secepatnya, aku akan bantu kamu," Ucap Malik menyentuh pundak Iren. Seolah memberikan ketenangan buat wanita itu. Karena Malik yakin kalau saat ini Iren sedang ketakutan sekali.

"Makasi ya, Lik!" ucapnya setelah meanggukan kepala, "Tapi, kaca mata kamu?" lanjutnya setelah mengingat ada sesuatu yang hilang.

Iren sempat melihat di saat adu jotos bersama Stev, kaca mata Malik jatuh begitu saja ke tanah. Dan saat membawa Malik kabur dari sana ia lupa mengambilnya, "Duh, gimana donk! Kamu gak bisa kemana-mana kalau gak pake kaca," Iren menatap Malik dengan muka bersalah."

"Aku ambil kesana deh!" ungkapnya dan hendak berdiri dari sana. Malik sudah menahannya lebih dulu.

"Kata siapa aku gak bisa ngapa-ngapain kalau gak pake kaca mata?"

"Ya, kan biasanya kamu pake kaca mata, kalau gak pake, emang kamu bisa lihat jalan?" tanya Iren menatap Malik masih dengan ke bingungan.

Malik ketawa renyah mendengar tuturan Iren, "Sebenarnya aku gak pake kaca mata juga gak masalah, mata aku sehat kok!"

Iren memundurkan tubuhnya ke belakang, Rasa tidak percaya dengan ungkapan Malik. Ia memandang pria itu untuk melihat kebenaran dari ucapanya,
"Masa sih? Sejak dulu kaca mata gak pernah lepas dari wajah kamu."

"Kaca mata cuma sebagai alasan aja, kamu tau sendirikan, dari dulu aku gak pernah bisa percaya diri bertemu dengan banyak orang, apalagi bertatap muka, jadi, selama aku memakai kaca mata itu, wajah tegang aku sedikit tertutupi, orang-orang gak akan pernah tau kalau aku lagi gugup."

Senyum kecil dibibir Iren secara perlahan berubah menjadi lebar. Ia kembali memandang pria itu dengan seksama. Apa benar yang di katakannya. Seperti apa sih wajah gugup dari seorang Attar Malik Naha.

Iren semakin mendekatkatkan wajahnya, hingga menyisakan beberapa senti. Ia mendapati bola mata hitam milik pria itu bergerak tak tentu arah. Ya, sangat persis seperti seorang perempuan pemalu. Tapi ini beda versi.

"K-kamu ngapain, Ren?"

Irenia terkekeh melihat kegugupan Malik.
"Kamu blushing? Kenapa pipi kamu memerah, Malik. Hahahhaha!"

Reflek Malik membuang muka ke sisi lain. Satu tangannya sudah mengusap-ngusap tengkuk karena malu. Degupan jantung yang kian meronta di dalam membuat dirinya menjadi panik. Hei, siapa yang tidak gugup di pandang sedekat itu oleh seorang perempuan.

Perahu Cinta Irenia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang