Bab 17

4K 271 24
                                    

"Renia? Bisa bicara sebentar."
Juna berlari kecil mengejar Iren yang lebih dulu keluar dari ruangan Jane.

Iren menghentikan langkahnya.  Menunggu pria itu untuk berdiri di samping tanpa ingin menoleh sedikitpun. Sebenarnya ia malas untuk berurasan dengan pria ini lagi.

"Apa?"

Juna mengernyitkan dahi sambil tersenyum simpul mendengar suara jutek gadis itu.
"Ayo lah, jangan kaku gitu, aku minta waktu kamu sebentar untuk temanin aku minum kopi, ayo kita ke kantin."

Juna seenaknya menarik lengan Iren untuk ikut berjalan bersamanya. Dengan kuat Iren menahan dan melepaskan genggaman Juna dari lengannya. Sungguh tidak sopan sekali manusia ini.

"Di sini aja gak usah ke kantin, kalau ada yang mau di omongin, cepatlah bicara, pekerjaan saya lagi numpuk sekarang."

Juna ketawa kecil, "Nanti aku bilang ke bu Jane untuk mengurangi pekerjaan kamu itu, yang penting kamu harus temanin aku sekarang. Oke!"

Pria berjas dongker itu kembali menyeret Iren ke depan. Dengan kuat juga Iren menolak. Ia kesal sekarang. Dirinya bukan anak kecil, seketika di ajak ke kantin selalu senang dan berubah menjadi anak penurut. Menyebalkan!

"Anda bukan bos di sini, jadi gak usah seenaknya memerintah!" bentak Iren padanya.

Juna terdiam, memandang tidak percaya pada wanita di hadapanya. Irenia yang ia kenal dulu tidak seperti ini. Wanita yang selalu nurut dan ceria. Juna mencoba menunjukan senyumnya walau dia sedikit tersingung dengan bentakan Iren.

"Aku tau mungkin kamu masih marah atas perlakuan aku yang sudah mencampakan kamu begitu saja, Ren. Niat aku ke sini salah satunya ingin bertemu kamu dan minta maaf, aku sungguh menyesal!"

"Telat, bung!" batin Iren.

Ia mendengus dan ketawa gentir di sana. Ia tidak habis pikir,  Kenapa semua mantan yang dia punya memiliki karakter seperti mereka. Tidak punya perasaan, sombong, egois. Ingin menang sendiri dan suka seenaknya.

"Gak perlu repot-repot, saya sudah lama memaafkan orang-orang yang pernah menyakiti saya," Iren berlalu begitu saja melewati Juna. Setelah mengeluarkan kata-kata menusuk tadi. Menuju ke meja kerjanya.

Di sana Velis menyambut dengan  senyum menggoda.
"Ciee, reunian sama mantan?"

Sontak Iren menatap tajam padanya.
"Gak perlu di ungkit, kalau lo masih ingin hidup, Vel!"

Iren duduk mengabaikan tatapan mereka. Ia tahu kalau Juna masih memandang ke erahnya. Serta Velis yang terlihat tersingung dengan ucapanya. Dan masa bodoh dengan semua itu.
.
.
.
Angin sore terasa menyapu di kulit wajah Iren. Awan yang tadinya putih kini sudah berganti orange. Karena mengerjakan pekerjan doble itu membuat ia terlambat keluar dari kantor. Iren terus melangkah hingga ke tepi jalanan.

Ingin mencari taksi untuk ia pulang. Menaiki bus terlalu melelahkan hari ini. Ya, walaupun Iren lebih suka menaiki kendaran besar itu dari pada kendaraan lain.

Di samping bus adalah transportasi yang nyaman, dan ramai. Ia juga bisa menemukan orang-orang baru di sana. Serta pengalaman baru tentunya.

Di sela keasikan Iren mencari taksi yang lewat. Tanpa ia sadari dari arah belakangnya Malik sudah berjalan mendekat.

"Ren? Baru pulang ya!"

Kaget, Iren memutar tubuhnya hingga berhadapan lurus dengan Malik.
"Loh, kok kamu di sini? kapan datangnya!"

"Dua jam yang lalu," ujar Malik nyengir, "Kirain aku, kamu pulang seperti biasa, tadi ketemu Velis katanya kamu lembur, jadi aku tunggu kamu di parkiran."

Perahu Cinta Irenia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang