Bab 3

7.7K 423 22
                                    

"Sepahitnya hidup, semoga tidak sepahit kopi tanpa gula di atas meja"

.......

Langit di luar tampak cerah, tapi tidak dalam hati gadis bernama Irenia. Entah, mimpi apa dia semalam. Hal yang tidak ingin ia temukan, kini tampak jelas di matanya. Di hujung lorong itu, Jane mengandeng pacar brondongnya dengan wajah berseri.

Hati Iren terasa terpukul, teriris, dan terbakar api amarah. Ketika matanya bertemu dengan mata hitam pekat milik Stev. Pria itu sedang tersenyum padanya. tetapi bukanlah senyuman bersahabat.

"Pecundang!"

Iren memandang Jane kasihan. Seorang wanita Janda kaya raya. memiliki dua orang anak. Yang saat ini sedang menyandang status sebagai bos-nya. Ingin rasanya dia berteriak membuka aib pria berengsek itu. Tapi melihat keadaan sakarang sangatlah tidak pas. Di tambah Stev begitu sangat licik.

Jane menghampri Iren ke meja kerjanya.
"Ren, apa kamu sibuk?"

"Gak terlalu, Bu."

"Saya lagi ada urusan dengan tamu saya, bisa minta tolong untuk dibuatkan minuman? Dari tadi saya tidak melihat keberadaan OB."

Iren langsung berdiri dari tempat duduknya. Hal sulit akan terjadi jika ia menolak perintah atasan.

"Baik, Bu. Biar saya saja."

Jane tersenyum senang pada Iren.
"Sebelumnya terima kasih banyak ya, Ren. Kamu memang bisa di andalkan," Puji Jane tulus.

Iren tersenyum dan membungkuk. Lalu mulai berjalan menuju lobi.

Ia belum selesai dari perang batinnya. Kenapa wanita itu tidak bisa lebih jeli menilai seseorang. Apa lagi untuk dijadikan kekasih. Padahal dia sudah dewasa dan pastinya memiliki pengalaman yang banyak.

Diumur sekitar 40 tahun itu sudah cukup pintar untuk menilai seseorang. Tapi, kenapa Jane tidak. Apa karena Stev yang memang pintar bersilat lidah? Mampu mempengaruhi wanita itu. Iren menghembuskan nafas jengah.

Setidaknya dia sedikit bersyukur. dirinya sudah tidak lagi bersama Stev. Walaupun ia sempat masuk kedalam dunia pria itu dengan waktu yang cukup lama. Ya, dirinya memang begitu bodoh, bisa dengan mudahnya masuk dalam perangkap pria mata duitan itu.

10 menit Iren kembali dengan membawa dua gelas minuman hangat. Satu piring makanan ringan. Tertata rapi di nampan biru tua yang ia bawa. Dengan langkah hati-hati. Ia mulai memasuki ruangan Jane. Sebelum itu ia sudah mengetuk pintu terlebih dahulu.

"Permisi, Bu."

"Masuk, Ren!" ucap Jane mempersilahkan.

Di atas sofa, Stev duduk sangat rapat dengan Jane. Satu tangannya terlihat buru-buru di angkat kebelakang. Tiba-tiba saja pikiran negatif Iren muncul begitu saja di kepalanya. Apa yang sedang mereka lakukan?

Iren fokus pada meja. Ia mulai meletakan apa yang ia bawa. Tetapi sesuatu menggangu pandangan Iren. Ekor matanya tertuju pada dua kancing baju Jene yang terlepas. terlihat jane sedang berusaha menutupi dengan tangan. Serta ia sempat menemukan bercak merah di sana. Tubuh Iren langsung memanas. Ia berusaha untuk bersikap biasa, dan bersegera untuk keluar.

"Terima kasih ya. Ren!"

"Iya, Bu."

Iren berjalan keluar dan kembali menutup pintu itu rapat-rapat.

"Gila, benar-benar udah gila mereka, iiiiii jijik banget gue, untung si mata duitan itu gak pernah nyentuh gue, ew, gak kebayang deh, jijik! Jijik!" teriaknya di hati.

Setiba di meja kerja. Iren sama sekali tidak fokus. Ia terus kepikiran nasib bos nya. Ia tidak ingin melihat Jane rugi dua kali. Udah hartanya yang akan diraup oleh Stev. tetapi, harta paling berharga milik Jane juga dinikamati oleh pria bajingan itu.

Perahu Cinta Irenia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang