Bab 18

3.6K 275 19
                                    

"Malik?"

Malik berdiri mematung melihat apa yang terjadi di hadapanya. Satu tanganya di sembunyikan cepat di balik punggung. Berisi setangkai bunga mawar putih terikat rapi dengan pita berwarna ping.

Pandangan Malik lurus pada wanita, selama ini telah mengisi relung hatinya. Seorang pemberi semangat di hari-hari yang ia lewati. Seorang pengukir senyum indah di bibirnya. Dia alasan baginya untuk bertahan sejauh ini.

Rasa sakit yang teramat sakit hingga keulu hati. Ketika keindahan yang di tunggu lenyap di depan mata. Bunga yang selalu ia sirami dengan kasih dan sayang kini telah direnggut orang lain.

Malik menggepalkan kedua tanganya. Tidak kuasa menahan amarah pada si pencuri. Tapi, Malik masih mencoba untuk tetap tersenyum. Ia tahu kalau ini bukanlah haknya.

"Ren? maaf ya, tadi aku gak kabarin kamu dulu kalau mau ke sini," ucapnya mencoba mempertahankan senyum itu,"kalau gitu aku pergi dulu, maaf sekali lagi, aku mengganggu!" tanpa basa basi Malik kembali berjalan di mana ia datang.

"Malik Tunggu!" teriak Iren.

Ia meronta untuk melepaskan pelukan dari Juna. Seketika mengendor Iren berlari sekuat tenaga. Meninggalkan Juna seorang diri. Rasa kuatir menyelimuti dirinya saat ini.

"Malik berhenti, please! Dengerin dulu," Mohon Iren yang tidak bisa menyamakan langkah besar pria itu. Satu tangannya menarik-narik jaket yang di kenakan Malik. Ia tidak mengerti kenapa Malik bisa ada di sini. Di waktu yang tidak tepat baginya.

"Lik?"

Melihat Iren ngos-ngosan Membuat Malik merasa kasihan. Ia menghentikan langkahnya. Memiringkan tubuh hingga dengan mudah bertatapan langsung dengan wanita itu.

"A-aku ... aku bisa jelasin, lik. itu gak seperti yang kamu liat!"

Iren mencoba memperbaiki pernafasanya. Serasa sudah normal ia berdiri dengan baik.

"Ren?" Iren diam memandang pria itu lekat. Membiarkan suara jantungnya yang bekerja. "Aku faham kok, aku emang gak bisa menandingi mereka, mereka terlalu hebat dari aku, aku hanya orang biasa yang tidak mempunyai apa-apa."

Iren nelangsa mendengar kata-kata itu. Sama sekali ia tidak pernah membeda-beda kan Malik dengan pria lain. Apalagi menilai dia rendah.
"Kamu bicara apa sih, Lik. Aku gak--"

Malik memotong pembicaraan Iren,
"Mungkin aku emang gak bisa untuk menggapai kamu, berapun aku usaha tetap saja hasilnya sama," Malik memandang lama bunga yang ia genggam, "selama ini aku telah salah memendam rasa terlalu lama, aku terlalu takut untuk jujur, berharap kalau itu akan berakhir bahagia. Tapi, rasanya itu sangat jelas gak mungkin."

Malik menatap Iren lekat. Dua bola mata indah yang sudah mampu mengalihkan dunianya. Seorang perempuan yang sudah merebut hatinya selama ini.

"Ren, sudah lama aku mencoba ingin mengatakan ini, kalau aku ... suka sama kamu!

Deg!

Iren mematung. Bumi mendadak  sunyi di pendengarannya. Apa dia salah dengar 'Malik suka dia?
Ia mencoba memperbaiki pendengara. Dan semakin lekat menatap bola mata pria itu.

"Aku sayang sama kamu, sangat lama. Kamu tau alasanya aku masih di sini? itu karna kamu, Ren. hanya kamu, aku ingin mencoba menjadi seseorang di hati kamu," Malik menarik nafas panjang, "ketika pertemuan kita di halte, aku mengira kalau Tuhan memberi jalan terang untuk aku, biar aku lebih mudah mendekati kamu, supaya cinta aku terbalas, tapi sekarang aku baru sadar kalau hal itu gak mungkin bisa aku miliki."

"Ma-maksud kamu apa?" Iren tidak faham dengan kata-kata terakhir Malik. Jujur, ia sangat senang dengan pengakuan Malik. Selama ini apa yang dia rasa tidak salah. kalau Iren juga memiliki rasa yang sama dengan Malik.

"Maaf, aku janji gak akan datang lagi mengganggu kamu, aku akan selalu mendoakan kebahagian kamu ... Dengan dia!"

Iren membeku, bukan jawaban itu yang ia inginkan. Bukan kalimat itu yang dia harapkan. Ia sadar dengan apa yang di perbuat Juna bersamanya itu sesuatu hal di luar batas. Apa harus Malik memilih jalan untuk menjauh?

Susah payah Iren menggerakan bibirnya. Untuk menolak keinginan Malik. Selama ini ia sadar kalau dia juga membutuhkan Malik di sisinya. Selama ini hanya Malik yang selalu muncul di dalam pikiranya.  Pria manis yang baik hati. Tapi, kenapa pria itu memilih untuk mundur. Tanpa ingin mendengar penjelasan dia terlebih dahulu.

Tanpa terasa pandangan Iren berubah kabur. Air mata begitu saja keluar dan mengalir di sela kantung matanya. Kini tangisnya berganti isakan. Ketika Malik tidak lagi menghiraukan dirinya. Pria itu sudah mulai menjauh dari hadapan Iren. Ia hanya bisa memandang nanar punggung kekar lelaki itu.

"Malik!" lirihnya.

Tubuh Iren merosot ke bawah. Tenaga yang ia punya benar-benar menghilang sekarang. Di sela isakan tidak sengaja pandangan Iren jatuh pada bunga mawar yang tergeletak begitu saja di tanah. Ia meraih dan menggenggam erat ujung tangkainya. Itu bunga yang di bawa Malik.

"Kenapa kamu ambil keputusan itu sih, Padahal aku ... a-aku ...."

Terasa tidak mampu melanjutkan kata-kata. Iren kembali terisak. Dadanya semakin terasa sakit. Pikirannya berkecamuk. Ia menahan tangis, memekap mulutnya dengan tangan. Membuat seluruh tubuhnya gemetar hebat.

"Aku juga sayang kamu, Malik! Sayang banget!"

"Aku minta maaf, tolong kembali lah! Please!"

Ia tersedu di bawah langit tanpa atap. Iren kembali memandang di mana pria yang ia sayangi menghilang. Berharap kalau dia kembali datang, memeluknya, mendekapnya. Namun, itu hanya imaji saja. Tidak terlihat sosok kekar pria itu di sana.

Tangis Iren semakin menggila. Seraya mencengkram dadanya kuat-kuat.
.
.
Di sisi itu, dengan jarak 20 langkah dari Iren. Tepat di balik mobil yang terparkir. Velis tersenyum puas melihat keadaan Iren.

"Iren Iren, kenapa ya? gue senang banget liat hidup lo berantakan kayak gitu, rasanya pantas aja buat lo yang suka ambil muka di depan orang-orang," Ucapnya bicara sendiri.

Kedua tangannya di lipat didepan dada. Membawa dirinya bersandar di dinding mobil. Pandangannya masih lurus pada Iren yang duduk jauh darinya sedang bersimpuh di tanah.

"Itu balesan sakit hati gue ama lo, Ren! selama ini gue hanya diam liat lo dapatin semua, kepercayaan Jane, Juna yang susah payah gue perjuangkan selama ini, sampe seenaknya dia memilih lo dari pada gue, dan semua rencana gue rusak gara-gara kehadiran lo!" Velis kembali tersenyum licik, "Dan sekarang, gue gak bakal biarin lo bahagia dengan Malik, hahahahha! Mampus!"

Velis kembali berjalan masuk menuju restoran diiringi ketawa puasnya. Dengan langkah riang yang melenggang lenggok kiri kanan.
.
.
.
Ditengah-tengah rumput liar yang bergoyang oleh angin malam. Malik duduk di sana sambil memandang langit yang di hiasi bintang. Kerlap kerlip cahayanya seakan menertawakan kondisi hati Malik saat ini.

Ia mulai merebahkan tubuhnya di atas rerumputan itu.  Dengan jelas langit nampak oleh matanya. Ia mendengus meratapi nasip yang menyedihkan. Hatinya telah remuk karena kebodohannya sendiri. Penyesalan selalu datang kemudian hari.

Andai aku lebih cepat dan lebih dulu mengambil garis star, mungkin saat ini aku masih bisa mendengar tawamu, memandangi ketika dirimu tersenyum, duduk bersebelahan, berdekatan menikamati aroma wangi tubuhmu, yang sudah menjadi candu bagiku. Sekarang aku hanya seorang perindu yang tidak dirindukan. Sekarang aku seorang pengagum tanpa dikagumi.

Irenia? kamu sebuah kenangan yang tidak terlupakan, dan tak ingin aku lupakan, mimpi ingin memiliki kamu, telah menjadi angan, angan yang menyakitkan.

Benar, kamu begitu indah untuk dimiliki oleh si buruk rupa sepertiku,
Aku hanya bisa berandai, jika siburuk rupa menjelma jadi pangeran, mungkin dengan sangat mudah aku menjadikan mu ratuku.

Irenia? Kamu pengisi mimpi disetiap tidurku, yang tidak akan menjadi nyata. Walau aku Sungguh mencintaimu.

Bikin cerita yang nyesek itu sulit ya...padahal udah muterin lagu yang melow melow...tetep aja mentoknya segini...huhuhu... Semoga syuka ya sodara sodara sama part ini 😉💙
Mohon di vote untuk obat lelah ku😁 atau dikomen penyemangat untuk next part...😍

Perahu Cinta Irenia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang