Bab 2

8.9K 525 17
                                    

Pria yang bernama lengkap Attar Malik Naha itu tersenyum senang padanya.

"Iya, Ren. Ini aku Malik!"

Iren berdiri dari duduknya, tanpa memutuskan tatapan pada pria tinggi itu. Kaget bercampur kagum.
"Ya ampun Malik! kamu udah berubah tau gak, hampir aja aku lupa sama kamu."

Malik nyengir kuda.
"Apa kabar, Ren?"

"Baik, kamu gimana?"

Iren menerima jabatan tangan Malik yang bikin syok. Bertemu teman satu kelas sejak SMA. Seorang cowo pendiam, hobi baca, serta salah satu murid teladan di sekolahnya. Tapi kali ini penampilannya jauh berbeda dari yang dulu. Tubuh tegap berisi, tatanan rambut berfolume yang lagi tren Fashion. Gaya berpakaian pun tidak lagi cupu malah terlihat laki abis di mata Iren. Sungguh perubahan yang luar biasa.

"Ini beneran Malik? Gak nyangka gue, dia beneran berubah sekarang!!" Iren membatin terpesona.

"Sama," jawabnya, "Ngomong-ngomong ngapain kamu di sini di tengah malam begini lagi."

"Nunggu bus!"

Malik melihat jam di tangannya. Lalu kembali memperhatikan Iren dengan alis bertaut.
"Udah jam 00:21 mana ada bus yang lewat. Ren!"

"Habisnya gak ada cara lain, rumah aku kan jauh dari sini, mau pake jasa online, ponsel nya lowbat, terpaksa deh nunggu."

Malik menghela nafas.
"Aku antar pulang ya, sampe subuh kamu gak bakal nemuin Bus di sini, palingan Mbak Kunti dan Mas Pocong yang akan mengahampiri kamu sebentar lagi."

Reflek Iren memukul lengan Malik kencang. Mendengar dua kalimat horor itu membuat ia merinding.
"Ngomong apaan sih, pamali tau, kalau yang di sebutin muncul gimana!" cegat Iren mengambil posisi berdiri di sebelah Malik karna takut. Sambil mengendorkan pandangannya ke sekeliling halte. Ya kali ada dedemit di tempat beginian.

Malik cengegesan satu tangannya mengelus bekas pukulan Iren.
Sambil memperhatikan wanita itu. Ia sempat merasakan dinginnya telapak tangan Iren. Ia yakin bahwa wanita ini cukup lama terkena angin malam. Tanpa mikir lagi Malik membuka jaketnya dan memasangkan langsung pada tubuh Iren dari belakang. Hal itu membuat Iren terkaget.

"Eh, m-malik?"

"Gak papa, Ren. Kamu kedinginan banget kayaknya, sampe telapak tangan kamu ikutan dingin juga," jelasnya.

Iren kikuk, "Thanks, ya!"

Malik mangguk seraya tersenyum manis padanya.
"Yuk pulang."

Malik mulai membuka pintu mobil untuk Iren. Menutup kembali setelah wanita itu sudah duduk dengan sempurna. Lalu kembali dengan berlari kecil ke pintu kemudi. Kemudian mulai memajukan mobilnya.

"Lik, aku kira setamat SMA kamu balik ke Sumatra."

Malik menoleh sekilas dan kembali fokus ke depan.

"Niatnya gitu, tapi aku pikir lagi, sayang juga kalau balik bakal jadi pengangguran di kampung. jadi, aku tetap di sini melanjutkan pendidikan sambil jualan."

Iren beroh ria mendengar keterangan Malik.
"Emang jualan apa?"

"Pakaian, dan semacamnya lah," jelasnya tersenyum.

"Kamu jualan sendiri?" tanyanya penasaran diterima anggukan Malik.

"Hebat!" ucapnya takjub. Malik tersenyum malu.

Hening, mereka kembali sibuk dengan pikiran masing-masing. Hanya deruan mesin mobil dan suara angin yang terdengar.

"Kamu ngapain sih, Ren. Di tempat tadi? Sendiri dan kelihatan murung gitu aku lihat."

Perahu Cinta Irenia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang