BDJ-16

2.6K 112 1
                                    

Aira dalam perjalanan pulang kerumah setelah makan siang bersama suaminya di kantor. Semenjak didalam taksi pikirannya melayang pada sikap aneh suaminya saat dia menyebut nama, Maudy. Mengucap astafirullah hallalzim dia menepis pikiran buruknya pada suami dan sahabatnya itu mana mungkin mereka mengkhianati Aira bertemu saja belum, Aira memang sampai sekarang belum mengenalkan suaminya itu pada sahabatnya.

Entah kenapa muncul pikiran yang tidak seharusnya merasuki otaknya dia hanya khawatir suaminya akan memiliki perasaan pada Maudy terlebih secara fisik sahabatnya itu jelas-jelas lebih darinya memiliki paras rupawan dan yang pasti bisa memberikan keturunan bagi siapapun lelaki yang akan menjadi suaminya kelak. Namun takdir berkata lain sebelum menikah dia sudah harus kehilangan mahkotanya yang seharusnya diserahkan pada suaminya. Itulah rencana Tuhan tidak ada yang tahu, bahkan aku tak menyangka takdirnya akan serumit ini.

Benar setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Dan takdir hidup yang berbeda-beda, seharusnya aku masih bersyukur dapat menjaga kehormatan ku sampai menikah dengan lelaki yang mencintaiku bukan direnggut secara paksa seperti Maudy, bukannya aku senang melihat nasib buruk sahabat namun itulah takdir tidak ada yang tahu dan dapat menghindar.Tapi aku selalu berdoa untuk kebaikan Maudy walau bagaimana pun dia sudah kuanggap seperti adikku sendiri.

"Assalamualaikum..." Salamku ketika masuk kedalam rumah disambut oleh Bik Nanum dari arah dapur.

"Waaalaikumussalam, Buk..."
Balas Bik Nanum sembari tersenyum tulus. Aku pun hanya membalas dengan senyuman sekilas lalu menaiki tangga menuju kamar untuk membersihkan badanku yang sudah mulai lengket dan gatal.

Selesainya berpakaian seperti biasa, aku menghampiri Bik Nanum untuk menanyakan menu masakan malam ini. Kuintip beliau sedang sibuk memotong-motong wortel berbentuk bulatan kecil, aku masih melihatnya beliau begitu serius dalam bekerja maksudku beliau benar-benar ikhlas saat mengerjakan segala sesuatunya tanpa mengeluh walaupun keringat sudah membanjiri pelipisnya. Karena merasa kasian akhirnya aku ikut turun tangan dalam memasakkan makan malam untuk suamiku setelah berkutat dengan peralatan dapur dan asap yang mengepul akhirnya semuanya sudah siapa disajikan tinggal menunggu kepulangan Mas Wahyu sedangkan bibik sudah ku suruh untuk istirahat dikamarnya.
#FlashBackOff

••••

"Kamu harus makan, biar saya suapi. Dia membutuhkan nutrisi banyak..." Suara barinton menginstruksi wanita dihadapannya untuk makan.

Lelaki itu menyedok sesuap nasi tak lupa beserta lauk pauknya. Dia menyuapkan sendok yang sudah terisi nasi tadi pada wanita dihadapannya.

Prang

Wanita dihadapannya menepis piring yang dibawa semuanya berceceran dilantai. Rahangnya mulai mengeras tangan kokohnya siap untuk menampar wanita dihadapannya yang sudah membuatnya kehabisan kesabaran beberapa bulan terakhir ini.

Namun dia mengurungkan niatnya untuk menampar. Dia lelaki sejati tidak mungkin menyakiti wanita itu sama saja dia menyakiti Ibunya yang telah melahirkannya dan tak ada bedanya dengan wanita dihadapannya dia juga akan melahirkan anaknya, darah dagingnya. Sama halnya dengan menghormati Ibunya dia juga harus menjaga dan melayani wanita dihadapannya yang akan menjadi Ibu bagi anak-anaknya dengan sabar dan telaten.

"Tampar saja aku, kenapa tidak jadi!" suara itu berasal dari wanita dihadapannya dan ini pertama kalinya wanita tersebut mengeluarkan suaranya.

Wahyu menunduk. "Aku minta maaf—A-Aku tida-—"

"Apa maafmu dapat mengembalikan semua yang telah kau ambil paksa dariku..."

Deg

Kalimat ini serasa dilubuk hati Wahyu dia sudah membuat masa depan wanita dihadapannya hancur. Benar, kata maaf yang diucapkan olehnya seribu kalipun tak akan cukup dan mampu menebus kesalahannya tapi sungguh demi apapun dia berani bersumpah dihadapan Tuhan bahwa bukan dia yang sepenuhnya bersalah. Malam itu memang terjadi namun wahyu melakukannya karena keterpaksaan wanita dihadapannya inilah yang memulai permainan lalu ikut menjebak wahyu untuk ikut membalasnya dan tak ada kata puas dalam batin nya justru perasaan bersalahlah yang selalu menghinggapi dirinya sudah beberapa bulan terakhir ini dia menyembunyikan kebohongan dari istrinya bahkan dia sudah menikahi wanita dihadapannya tanpa meminta izin dari istri pertamanya.

"Baiklah, aku tidak akan memaksa mu. Jika kau lapar pasti kau akan makan sendiri, dan kupastikan aku tidak akan bersikap seperti tadi padamu." ujar ku padanya sebelum benar-benar meninggalkan kamar bernuansa abu-abu ini.

Wanita itu menatap nanar punggung lekaki itu. Dia terisak dalam diamnya bukan tidak peduli pada kondisi janinnya namun untuk saat ini dia sedang tidak memiliki nafsu untuk sekadar makan sesuap saja. Pikiran benar-benar terpenuhi oleh lelaki itu yang tiba-tiba berubah menjadi perhatian padanya tapi ia tahu semata-mata semuanya dilakukan lelaki itu karena ada darah dagingnya dirahimku jika bukan karena anak ini pasti dia tidak akan mengunjunginya setiap hari walaupun aku dan dia sudah resmi menjadi suami-istri 2 minggu setelah aku memberikan kabar padanya bahwa aku hamil anaknya, tidak ada pesta mewah hanya acara kecil yang dihadiri beberapa tamu terdekat saja
Orang tuanya entahlah tapi dia mengatakan padaku jika orangtuanya sudah tidak ada dia anak yatim piatu.

VOTE+KOMEN+SHARE
Thanks... ❣✌

Berakhir Di JanuariWhere stories live. Discover now