BW 32

8.6K 374 6
                                    


Part 32

Semua orang terlihat gelisa menunggu Dokter keluar dari UGD, Reza tak henti-hentinya mengusap wajahnya dengan kasar begitu pula dengan Susan yang tidak berhenti menangis sejak mendapat kabar bahwa Wulan mengalami luka dan di bawa ke Rumah Sakit.

" bagaimana keadaan Wulan " tanya David yang baru sampai dengan nafasnya yang ngos-ngosan.

" masih didalam "

" siapa kamu? " tanya David saat melihat orang asing yang duduk disebelah Reza dengan wajah kusutnya bahkan bajunya penuh dengan bercak darah dan David sangat yakin bahwa dia bukanlah suruhan Reza.

Orang yang dimaksud oleh David berdiri, menatap kearah David dengan tenang. Walaupun ada rasa takut ditolak kehadirannya.

" saya Bram, suami Wulan dan ayah kandung Bima " jawab Bram dengan tegas. David berjalan kearah Bram dengan muka seramnya dengan sekali tonjokan mampu membuat Bram tersungkur kelantai rumah sakit.

" papa! " pekik Susan, Susan segera memegang tangan suaminya berharap David bisa sedikit lebih tenang.

" lelaki ini kan yang menelantarkan Wulan, ngapain lagi kamu kemari hah? "

" maaf, Om tapi saya masi suami Wulan "

" bagaimana bisa kamu masih suaminya? Sedang Wulan bilang bahwa dia sudah menanda tangai surat cerai yang kamu berikan "

" saya minta maaf om, waktu itu memang saya ingin menceraikan Wulan. Tapi sampai sekarang saya belum menanda tangai surat cerai tersebut. Saya akan menebus semua kesalahan yang sudah saya buat kepada Wulan dan juga Bima om. Saya mohon restu dari Om dan juga Tante "

David memalingkan wajahnya enggan memandang kearah Bram, usapan lembut di lengannya dari Susan membuat David memandang ke arah sang istri.

" berikan dia restu, demi Wulan " ucap Susan

David menghela nafas kasarnya dan memandang kearah Bram yang tengah menunduk " satu kali kesempatan, tidak ada kesempatan lain "

" terima kasih banyak om " ucap Bram dengan wajah berserinya, Bram tidak akan menyiakan kesempatan dan restu kedua orang tua Wulan.

" keluarga saudari Wulan " ucap seorang Dokter membuat lamunan mereka buyar dan menghampiri sang Dokter.

" bagaimana keadaan anak saya Dokter " tanya Susan

" benturan dibagian kepalanya sangat berakibat fatal, bisa menyebabkan kebutahan dan juga gagar otak yang parah, saudari Wulan sudah melewati masa kritisnya dan untuk memastikannya apakah ada cidera seperti yang saya sebutkan tadi dengan menunggu saudari Wulan sadar " jelas Dokter.

" ya ampun Wulan "

" Wulan akan segera sadar kan dok? " tanya Reza

" iya pak, seperti yang sudah saya bilang tadi, saudari Wulan sudah melewati masa kritisnya. Setelah saudari Wulan dipindahkan keruang rawat nanti, insyaallah saudari Wulan akan segera sadar "

" terima kasih dokter " ucap David. Sang dokter tersenyum dan pamit undur diri.

Bram memandang lurus kearah Wulan yang tertidur diranjang dengan damainya, Bram sangat mencintai Wulan bagaimanapun nantinya reaksi Wulan kepadanya Bram akan menerimanya.

" ahh " rintih Wulan, Bram segera menghampiri Wulan dan menggenggam tangannya

" sayang kamu sudah sadar " dengan perlahan Wulan membuka matanya dan orang yang pertama dilihatnya adalah Bram

" ngapain kamu disini? Pergi!! "

" sayang tenang, kamu baru saja sadar. Tenang ya " ucapan lembut dari Bram membuat Wulan heran. Bagaimana bisa orang yang sudah mengusirnya tiba-tiba berbicara lembut.

" Abang! Abang! " tangan Wulan terulur kearah Reza yang baru saja masuk kedalam kamar rawat Wulan. Reza berlari dan memeluk Wulan dengan sayang

" Abang Wulan takut " lirih Wulan. Bram menatap kosong kearah Wulan yang sedang memeluk sang kakak.

" sttt kamu aman disini " Reza mengusap lembut punggung Wulan dengan sayang hingga Wulan tertidur dengan pulas.

" aku rasa kamu jangan bertemu dengan Wulan saat dia dalam masa pemulihan. Aku tidak tega melihatnya seperti ini "

" iya aku mengerti, aku akan menjaga jarak dengan Wulan terlebih dahulu "

" sayang aku akan selalu ada disisimu " tambah Bram sembari mencium kening Wulan sebelum keluar

" loh nak Bram mau kemana? " tanya Susan yang baru saja datang

" emm Wulan masih belum bisa menerima Bram, Ma. Jadi Bram akan menjaga jarak dulu sampai kondisi Wulan stabil " Susan memang sudah menerima Bram sejak awal dan memaksa Bram untuk memanggilnya Mama, tapi tidak untuk David, Bram baru boleh memanggilnya Papa setelah Wulan menerimanya kembali

" ini kamu bawa pulang, Mama masak banyak tadi " Susan menyerahkan satu kotak bekal kepada Bram

" makasih, Ma. Kalau gitu Bram pamit pulang nanti malam Bram balik kesini lagi " Susan mengangguk dan mengusap punggung Bram

" Mama ngapain bengong aja disini? Kenapa gak masuk? " tanya Reza

" tadi bicara sebentar dengan Bram, ayo masuk "

" Wulan masih belum sadar? "

" sudah, Ma. Tapi tidur lagi " jawab Reza

" yaudah kamu makan dulu aja, mama mau bersihin badan Wulan " Susan meletakan rantang diatas meja dan menatanya agar Reza tinggal makan tanpa repot menata makanan.

" Mama sudah makan? "

" sudah bareng Papa "

" oh iya Papa gak ikut kesini, Ma? "

" nanti agak siangan Papa kesini, masih ada meeting di kantor katanya " Reza mengangguk dan mulai menyantap makanan tersebut.

" Ma " lirih Wulan yang terbangun dari tidurnya karena merasakan usapan lembut di tangannya.

" maaf sayang, mama bangunin kamu ya " Susan memang sedang membersihkan badan Wulan dengan handuk basah agar tubuh Wulan tidak lengket.

" enggak kok ma "

" Bima sama siapa di rumah? "

" sama bibi sayang, kamu istirahat lagi ya. pasti masih pusing " Wulan mengangguk dan kembali memejamkan matanya. Namun fikirian Wulan masih tertuju kepada Bram, untuk apa Bram disisinya tadi? Apa Bram menungguinya? Atau itu hanya akal-akalan Bram saja?

BLACK WHITE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang