Kebetulan suasana di kantin bisa di katakan sepi pembeli, Rinda memutuskan untuk duduk sebentar di sana sambil menunggu salah satu guru piket membunyikan bel untuk istirahat pertama. Dengan santai tanpa adanya rasa takut, ia berjalan masuk ke dalam kantin. Di sana hanya ada penjaga kantin, dan seorang siswa yang sedang menyantap jajanan yang berjejer di dalam ruang persegi itu.

Kantin ini bersebelahan dengan perpustakaan sekolah, jadi suasana antara keduanya saat jam istirahat saling bertolak belakang. Semua pelajar saling mengantri bahkan ada yang saling berdesak-desakan, dorong-dorongan hanya untuk membeli jajanan yang di tawarkan oleh pihak kantin.

Berbeda dengan perpustakaan yang sering sepi pengunjung, sunyi, dan buku-buku yang ada di rak-rak itu hanya di biarkan berdebu. Memang di negara ini kebiasaan literasi sangat minim sekali, sudah menjadi penyakitnya untuk malas membaca lembaran-lembaran jendela dunia yang sengaja di siapkan untuk generasi muda saat ini.

Tak lama bel istirahat menggema di penjuru sekolah, asal suaranya dari ruang TU. Rinda yang sedari tadi memainkan permainan Helix Jump segera berlari menjauh dari sana, sekarang ia menuju kelas Reno. Seperti kesepakatan yang mereka buat kemarin, bahwa Reno akan membantunya untuk memberikan Aery sedikit pelajaran tapi bukan tentang rumus Fisika ataupun Kimia.

Tangan yang masih menggenggam ponsel sesekali mengayun ke udara, begitu juga dengan kedua kaki Rinda saling bergantian menginjak lantai. Masing-masing penghuni kelas berhamburan keluar secara tidak beraturan, saling mendahului dan mendorong namun masih ada juga yang tidak ingin ikut dalam kerumunan. Sehingga sebagian mereka yang berpikir hanya diam menunggu hilangnya gerombolan manusia, dan setelah itu mereka dengan santai, aman, nyaman keluar dari kelas.

Sesekali Rinda sengaja menabrak siswi maupun siswa terutama yang masih berada di jenjang kelas 10 maupun 11 jika mereka menghambat langkahnya. Tidak peduli jika berbagai macam umpatan berhasil meleset dari mulut mereka yang tertuju kepadanya.

Langkahnya terhenti sebelum sampai di kelas 12 Ipa 1. Ia ingin menelpon seseorang karena tidak ingin bertemu secara langsung, takut ada yang curiga terutama Alwan. Belum sempat jari-jarinya menyentuh layar ponsel, sesuatu terlintas di benaknya.

Reno pasti sedang bersama Alwan saat ini, toh mereka seperti anak dan ibu yang sulit di pisahkan. Jika ia menelpon lelaki itu maka secara otomatis Alwan akan curiga atau malahan bisa tahu juga soal rencananya mengerjai Aery. Ah sudahlah, Rinda tidak ingin ambil resiko dengan langkah yang berat ia memutar haluan.

Tak jauh dari sana, ada Amanda yang sedang mengobrol dengan salah seorang adik kelas yang akhir-akhir ini menjadi bahan perbincangan. Karena ketampanannya yang mampu membuat hati kaum para Hawa berlabuh kepadanya.

Rinda melihat Amanda yang sok jaim, bermuka manis di depan lelaki itu padahal kenyataannya dia adalah gadis yang tampil sembarangan. Rinda diam, ia berpikir sejenak bahwa temannya itu bisa menjadi rekan untuk melancarkan rencananya. Setidaknya jika ketahuan oleh pihak sekolah ia tidak di hukum sendirian, masih ada Amanda.

Pita suaranya bergetar saat menyerukan nama Amanda, tangannya melambai-lambai melawan arus udara agar temannya itu segera datang ke tempat ia berdiri saat ini. Amanda mendengar seseorang memanggil namanya, ia mencari ke segala arah dan mendapati Rinda yang sedang mematung seorang diri. Aish, kenapa harus ada orang ketiga di antara mereka? Padahal Amanda baru saja mendapatkan kesempatan agar bisa mengobrol secara langsung dengan adik kelas yang sudah lama di taksirnya. Kenapa Rinda datang di saaat yang tidak tepat? Hati Amanda bergejolak, ingin rasanya menendang temannya itu ke atas langit bahkan jika bisa sampai ke luar angkasa juga tidak apa-apa.

Semakin lama Amanda berdiam diri maka semakin keras suara Rinda berteriak memanggilnya. Cukup sampai di sini kesenangan yang ia rasakan, karena adik kelas itu pergi begitu saja karena merasa tidak nyaman jika harus berlama-lama di sana. Decahan kekesalan keluar begitu saja di mulutnya, tidak ada alasan untuk Amanda berdiam diri. Dengan langkah yang sengaja di hentakkan karena kekesalan masih memenuhi batinnya, ia menyusul Rinda yang tersenyum meledek.

IMPOSSIBLE [Completed]Where stories live. Discover now