Tidur di atas ranjang yang empuk sambil mendengarkan musik dengan earphone, menikmati batangan cokelat yang meleleh dan membaca novel yang belum sempat di baca. Setidaknya hal itu semua dapat menenangkannya, Aery berharap agar segera sampai di rumah.

Kebetulan gerbang rumah Aery terbuka lebar, sehingga mereka tidak perlu lagi berteriak memanggil pak Buyuang. Alwan berhenti tepat di depan pintu rumah, ia mematikan mesin motor sambil mengacak-acak rambutnya yang kering karena di dera sinar matahari secara langsung.

Aery melepaskan helm yang membungkus kepalanya sejak tadi, panas dan gerah kini menjalar di setiap bagian tubuhnya. Aery menyodorkan helm itu lalu pergi menuju pintu rumah yang masih tertutup.

Alwan meletakkan helmnya di atas spion motor, ia mengikuti gadis itu di belakang karena cemas jika Aery tiba-tiba saja kembali histeris. Bukan apa-apa, hanya saja Alwan merasa bahwa dialah yang bisa menenangkan gadis itu.

Aery mengangkat kepala dengan malas, satu tangannya memegang gagang pintu dan bersiap untuk mendorong agar dapat terbuka. Sebelum sempat tangannya membuka pintu, ia lebih dulu terhuyung ke belakang karena pintu itu terbuka dari arah dalam.

Seorang wanita dengan rambut blonde, mengenakan baju berbahan katun senada dengan warna tas mungil yang di jinjingnya tengah berdiri menatap Aery setelah mendadak membuka pintu. Merasa bersalah akan hal yang telah di lakukannya, wanita itu buru-buru menghampiri Aery dan meminta maaf.

Aery mendorong wanita yang tampak sedikit lebih muda dari Ama karena ia masih ingat betul siapa wanita yang berani berdiri di hadapannya saat ini. Alwan kaget melihat hal itu, ia segera saja menghampiri kedua kaum hawa tersebut dan menarik Aery agar menjauh dari sana.
Namun sakit hatinya terhadap wanita itu terlalu besar serta suasana hatinya yang sedang tidak bagus membuat Aery memberontak dari tarikan Alwan. Entah kenapa, tiba-tiba saja ia merasakan kekuatan begitu mengalir di setiap aliran darah, begitu bertenaga.

Aery terlepas karena Alwan tidak sanggup menahan kekuatan gadis yang sedang mengamuk kini layaknya seekor buaya yang tengah di permainkan saat memberikan makanan. Aery menjambak sekuat tenaga rambut wanita itu yang tidak membalas sama sekali, jika dibilang bodoh karena tidak mau melawan rasanya tidak mungkin. Atau di katakan tidak memiliki tenaga juga mustahil, buktinya saja tadi ia mampu mendorong pintu.

Alwan menarik lengan Aery ketika ibu-ibu itu tampak kesakitan dan berusaha untuk menahan jeritan. Dari arah pintu muncul seseorang dengan pakaian berjas berwarna hitam yang di padukan dengan kemeja putih. Ia berteriak, "Cukup!"

Serentak mereka menoleh ke asal suara, Aery menutup mulutnya karena mengenali sosok itu.

"Abak?" menggelengkan kepala.

Abak memalingkan wajahnya, ia berlutut untuk menolong wanita itu dan membantunya berdiri. Mereka bangkit dan itu semakin membuat hati Aery memanas saat melihat kedekatan orangtua nya dengan wanita lain.

Mereka beranjak dari sana karena merasa tidak aman untuk berlama-lama di rumah besar itu, segaris kerutan terbentuk di sudut mata Aery yang sedang menahan air mata agar tidak terjatuh. Batinnya berdiskusi tentang apa alasan dan tujuan Abak untuk membawa wanita itu ke rumah.

Bukankah waktu itu ia sudah mengatakan untuk tidak menampakkan diri lagi di hadapannya, untuk tidak menganggap lagi bahwa Aery bukanlah anak Abak sejak saat itu. Tidak ingin ada hubungan antara mereka, menghapus sosok ayah di garis kehidupannya walau hati terus saja memberontak, menghujam logika agar sadar jika ia tidak akan mungkin melupakan Abak, bahkan setiap malam ia selalu berharap untuk bertemu dengan Abak di dalam mimpi.

Seandainya wanita itu tidak lagi ada di kehidupan Abak maka Aery masih mau menganggapnya sebagai seorang ayah lagi. Saat malam lalu, ketika Abak dan Ama datang ke kamarnya ia begitu senang mendengar suara Ama yang lebih dulu berbicara. Rasanya ingin membuka mata dan memeluk mereka namun niat itu lenyap saat ia penasaran akan percapakan yang terjadi.

IMPOSSIBLE [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang