Ar-Rahman

6.5K 773 32
                                    

"Mba Adeera, ini jaket temannya sudah ibu cuci." Bu Ani meletakan plastik transparan kedekat Adeera, membuat gadis itu menoleh.

"Makasih ya, ibu." Adeera berterimakasih, lalu melanjutkan mengoles susu coklat di roti tawarnya.

Bu Ani mengangguk. "Sama sama, mba."

"Jaket siapa, Deer?" Bastiar melipat korannya, tertarik dengan 'jaket teman' yang bu Ani katakan.

"Itu, ayah. Kemaren Adeera tembus di sekolah, terus dipinjemin jaket buat nutupin." Adeera menjelaskan.

Bastiar yang mulai memahami  bahasa bahasa baru seperti itu, mulai terbiasa. Mulai tidak aneh setiap Adeera bercerita dan mengganti beberapa kata agar terdengar tidak aneh. "Kalau gitu, sekalian dibawakan bekal ya."

"Bekal ayah?" Tanya Adeera. "Kan sudah dicuci."

Bastiar tersenyum. "Jika seseorang memberi satu kebaikan, alangkah baiknya diganti dengan berkali kali kebaikan. Ibarat dikasih sepiring nasi goreng, mencuci piringnya hingga bersih saja belum cukup. Jika ada rezeki, kembalikan piringnya dengan isi, tidak harus sama. Yang penting memberi dengan ikhlas."

Adeera mengangguk, ia jadi semakin semangat mengoleskan susu pada rotinya yang lain, menyiapkan satu bekal lagi.

"Oh, iya."

"Ada apa ayah?"

"Titipkan juga salam ayah sama temannya Adeera, bilang terimakasih sudah bantu Adeera. Membantu anak anak ayah, sama dengan membantu ayah."

Adeera mengangguk lagi. "Siap Ayah!"

"Ayah," panggil Adeera setelah memasukan roti selai terakhirnya kedalam kotak bekal. "Besok lusa, kita ke rehabilitasi kan? Ayah udah pesen makanan?"

Kening Bastiar mengerut, belum mengerti maksud Adeera.

"Ayah, bawa bingkisan juga ya. Boleh kan?"

Bukannya menjawab, Bastiar malah semakin bingung.

"Ayah, ngga lupa kan?" Rama berbisik.

Bastiar mengangguk, "Iya, boleh."

Dengan cepat Bastiar mengusap layar handphone-nya yang terkunci, membuka aplikasi tanggal dan menemukan ada titik biru dua hari dari sekarang. Hari kelahiran Adeera, ia hampir saja lupa.

Adeera tersenyum, tidak bisa mendeteksi kebohongan Bastiar. Ia terlalu senang menyambut dua hari yang akan datang.

"Ayah, kita berangkat dulu. Assalamu'alaikum." Pamit Rama mencium punggung tangan Bastiar, disusul Adeera yang mengikutinya dari belakang.

"Wa'alaikumussalam. Hati hati ya."

Tak lama setelah Rama dan Adeera keluar dari rumah, Bastiar menepuk jidatnya, ia kembali melihat tanggalan. "Bu Ani, tolong siapkan menu untuk besok makan malam bersama di rehabilitasi ya bu. Katering apa saja, yang bisa cepat dan siap untuk lusa."

"Oh iya, bingkisan juga. Saya percaya pilihan bu Ani."

"Baik pak." Ucap bu Ani mengiyakan.

"Terimakasih, Bu." Bastiar tersenyum, ia bersyukur bertemu bu Ani yang sangat membantunya, terutama mengenai urusan Adeera.

"Pak," panggil bu Ani ketika Bastiar mulai bangkit.

"Iya, bu?"

"Hanya mengingatkan, kado untuk mba Adeera. Pasti mba senang jika bapak memberinya kado."

Sekali lagi Bastiar menepuk jidatnya, beberapa hari ini ia terlalu sibuk mengurus perusahaan hingga lupa memikirkan hadiah. Adeera suka apa? Atau hadiah seperti apa yang Adeera suka? Buku? Baju? Boneka? Sungguh, ini lebih memusingkan.

My Other LoveWhere stories live. Discover now