Orang Baru

7K 782 21
                                    

"Ini udah nyampe kan ayah?" Adeera menghentakan kakinya berkali kali setelah benar benar turun di stasiun tawang.

Bastiar tersenyum. "Alhamdulillah."

Senyum Adeera semakin mengembang, ia mengangkat kedua tangannya tinggi untuk berdoa. "Terimakasih ya Allah, engkau masih berikan hamba kesempatan untuk hidup lebih lama lagi di dunia ini."

Bastiar dan Aditya menengok bersamaan, melihat apa yang dilakukan oleh Adeera dengan kening berkerut. Bahkan beberapa orang di sekeliling mereka juga ikut menatap Adeera penasaran, beberapa juga terlihat menahan tawa.

"Ayo ayah, kita harus ke rumah cepetan. Sebelum kereta ini jalan." Ucap Adeera melangkahkan kakinya lebih dulu.

"Dit?" Bastiar masih diam ditempat, memandang langkah Adeera. "Dia kenapa?"

Aditya menggidikan bahu, ia juga tidak mengerti. Apa ini akibat cerita yang baru saja diceritakan ke Adeera?

Setelah bercerita di dalam kereta, Adeera sama sekali tidak memejamkan mata, ia terlihat awas bakan gelisah ingin cepat sampai. Dan sekarang setelah sampai, ia malah seperti itu.

"Tadi sih, Adit cuma cerita tragedi bintaro."

"Bintaro?" Tanya Bastiar menoleh ke arah Aditya dengan kaget. "Bintaro 1987?"

Aditya mengangguk sambil nyengir, jarinya juga ikut membentuk angka dua. Sepertinya ini benar-benar karena ceritanya.

"Ayah Bastiar! Kak Adit! Ayo!" Adeera agak berteriak, ia baru sadar jika sejak tadi ia berjalan sendirian.

****

"Makanya, sebelum naik kendaraan, baca doa dulu bukan malah cerita serem." Ucap Bastiar ketika memasukkan tas Adeera ke bagasi taksi.

"Ayah, ayah Bastiar harus denger cerita kak Adit. Itu me-nye-ram-kan!"

Bastiar mengangguk, lalu mengusap kepala Adeera.

"Lagian, aku gabisa doa nya ayah, paling doa makan sama doa tidur."

"Itu aja?"

Adeera mengangguk, seraya mengingat ngingat sesuatu. "Oh, doa niat puasa sama buka puasa ayah."

"Ayah nanti ajarin Adeera." Ucap Bastiar sembari menutup bagasi.

"Ayah!"

"Hm?" Bastiar menoleh.

"Mana doanya? Katanya ada doa naik kendaraan?"

Bastiar tersenyum lagi, "Abis ini ayah ajarin."

"Sekarang aja ayah, ini kan naik taksi. Nanti kalau..." perkataan Adeera terpotong, pikiran pikiran seram selama di kereta itu muncul lagi di kepalanya.

"Apa? Tragedi?" Tanya Aditya dengan senyum jailnya, membuat Adeera menoleh dengan tatapan yang sama saat mereka di kereta tadi.

"Ehem," Bastiar mendehem, melirik Aditya karena tidak mau kalau Adeera jadi parno lagi. "Kita naik dulu ya, bapaknya udah nunggu."

"Kenapa apa-apa harus doa ayah?"

Bastiar tersenyum, "Itu suatu tanda, sebagai hamba kita harus senantiasa inget sama Allah, menyelipkan Allah di segala tujuan yang kita lakukan."

"Kalo keburu buru gimana? Masa doa dulu?"

"Keburu buru itu pasti karena suatu hal, hal yang lain aja di inget, masa inget Allah ngga bisa?"

Adeera mengangguk mengerti. Selama perjalanan menuju rumah, Adeera memandang kaca jendela, ia melihat lingkungan sekitarnya. Apakah beradaptasi disini akan sulit? Ia masih penasaran.

My Other LoveWhere stories live. Discover now