Sudah Besar

6.4K 738 35
                                    

"Adeera?" Bastiar memanggil Adeera dengan perlahan, kata Bu Ani beberapa perempuan yang sedang datang bulan akan lebih sensitif. Jadi Bastiar berhati hati.

Adeera menoleh, ia mengusap air matanya dengan semangat dan berjalan mendekati Bastiar dengan hati hati, masih menyesuaikan diri agar nyaman dengan apa yang ia pakai.

"Gapapa?" Tanya Bastiar lagi. "Adeera butuh apa?"

Tidak ada jawaban, Adeera langsung memeluk Bastiar saat itu juga. Kali ini ia tidak menangis, kuat kuat ia menahannya.

Bastiar menghela nafas, ternyata begini rasanya memiliki anak perempuan. Sulit untuk mengerti, terkadang bisa jadi yang paling bahagia, lalu bisa berubaha seakan akan yang paling rapuh dan tersakiti. Setidaknya Bastiar sudah berusaha.

Tangan Bastiar dengan lembut mengusap rambut Adeera. "Adeera sekarang sudah besar. Sudah ngga boleh lagi bolong sholat dan puasanya ya. Harus jadi semakin baik."

Adeera mengangguk pelan.

"Sekarang mulai belajar pakai jilbabnya didalam rumah ya."

Kali ini Adeera mendongak, "Kenapa?" Tanyanya penasaran.

"Adeera sudah harus menutup aurat dengan benar, karena ada mas Rama." Bastiar membuka pembicaraan, perlahan ia menjelaskan hubungan saudara tiri, apa yang tidak boleh ia lakukan di depan Rama.

Mata Adeera beralih pada Rama yang duduk di ruang keluarga. Mata mereka bertemu beberapa detik, namun lebih dulu Rama sudahi, ia buru buru membaca buku pelajarannya.

Adeera menghela nafas. "Begitu ya, Ayah?"

Bastiar tersenyum, "Pelan pelan. Bisa dimulai pakai yang panjang panjang di rumah. Nanti Ayah belikan baju panjang yang nyaman untuk Adeera pakai di rumah, ya?"

Adeera mengangguk.

"Aduh!" Pekik Adeera tiba tiba, ia memegang perutnya lalu terduduk di lantai.

"Kenapa?" Tanya Bastiar mengikuti posisi Adeera, sedangkan Rama yang semula duduk di sofa ruang tamu akhirnya berdiri karena penasaran dengan apa yang terjadi.

"Sakit ayah!" Kata Adeera lagi. "Sakit banget, ini kenapa ayah?"

Wajah Bastiar terlihat cemas lagi, ia menoleh ke arah Rama.

"Bentar, Rama panggilin bu Ani." Ucap Rama seperti sudah mengerti tatapan Bastiar.

"Mana yang sakit?"

"Aduh! Sakit!"

"Sebentar ya." Dengan segera Bastiar menuju dapur, membuatkan teh hangat. "Diminum pelan pelan."

Adeera meraih gelas itu perlahan, tangannya agak bergetar sehingga Bastiar membantunya. "Ayah, ini ga manis."

Mata Bastiar melebar, "Masa sih?"

Adeera mengangguk.

Bastiar mengambil gelas itu lalu meminumnya. "Iya bener."

Bibir Adeera melengkung sempurna, tiba tiba rasa sakitnya terjeda, ia mengingat hari dimana Bastiar meminum kopi dengan garam.

"Maaf ya Adeera, tadi ayah buru buru."

Adeera mengangguk, masih tersenyum geli.

"Kok senyam senyum? Udah ngga sakit?" Tanya Bastiar.

"Deera jadi inget, ayah minum kopi garem. Sekarang Adeera minum teh pait. Satu sama."

Lalu keduanya tertawa pelan.

"Mba Adeera kenapa?" Tanya bu Ani ketika sampai di rumah, dilihatnya Adeera masih duduk di lantai, lalu mulai menuntun Adeera ke ruang keluarga.

"Sakit, Bu."

My Other LoveWhere stories live. Discover now