Ia kembali meletakkan foto ke meja bundar di samping jendela. Wanita itu berbalik badan, menatap tajam ke arah sang lelaki yang tengah membenarkan selimut Aery.

"Dan pada akhirnya hanya ada 2 pilihan; kepergianku atau kepergian Ary. Kedua pilihan itu tidak akan merubah apapun, tetap saja aku harus kehilangan Aery."

"Jangan mengulang topik yang sama! Sudahlah jangan berdebat di sini!"

Lelaki itu mendaratkan sebuah pukulan ke ranjang, tidak menimbulkan rasa sakit namun cukup untuk melampiaskan kemarahannya. Wanita itu hanya diam membeku di samping jendela, wajahnya sengaja di palingkan ke arah lain. Ia marah serta sakit hati, air mata berangsur keluar tetapi sekuat tenaga di tahan agar air mata itu tidak jatuh lagi.

Lelaki itu berdiri, berjalan keluar dengan wajah kusut serta mata yang agak memerah. Si wanita menyeka secara kasar air mata di pipinya sehingga memerah. Ia menyusul suaminya, meninggalkan Aery sendiri yang tengah berbalut dengan selimut hangat.

Hanya berselang beberapa detik setelah kepergian mereka, saat cicak di dinding berbunyi, ketika suara jangkrik bergema jelas diluar sana dan di saat itu juga Aery membuka matanya, ia menyingkirkan selimut karena mendadak gerah. Menatap langit-langit kamar dengan mata memerah dan berair.

Abak berjalan dengan cepat, Ama berusaha mengejar dari belakang karena jauh tertinggal. Mereka pergi ke ruang makan, memanggil bi Supiak dan menyuruhnya membuatkan 2 piring nasi goreng.

Mendengar permintaan mereka, bi Supiak berlari kecil menuju dapur. Mengupas bawang merah, bawang putih, dan bumbu lainnya yang di perlukan untuk memasak. Kompor dinyalakan sehingga bunyi shhh berbunyi saat minyak dituangkan ke dalam penggorengan.

Tak lama akhirnya nasi goreng siap di hidangkan, aromanya begitu menggoda dan lezat. Bi Supiak membawa sebuah baki ke meja makan, memberikan satu piring ke Abak dan satu lagi untuk Ama. Bi Su merasa tidak enak jika berlama-lama di sana, ia membalikkan tubuh lalu berjalan menjauh ke ruang belakang.

Ama duduk di samping Abak, mereka meniup-niup nasi goreng yang masih panas.

"Uda sudah lama ya kita tidak makan bersama lagi terutama dengan Aery, aku yakin banyak luka yang disimpannya," kata Ama disela tiupannya.

"Hmm, tolong jangan bahas soal ini lagi."

Ama membuang nafas secara kasar, wajahnya cemberut menatap sepiring nasi goreng. Kerongkongannya terasa begitu pahit untuk menelan nasi itu sehingga Ama hanya mengaduk-aduk dengan sendok.

Abak dengan lahap menyantap nasi goreng buatan bi Supiak yang tidak kalah dengan masakan restaurant. Suapan demi suapan mendarat masuk ke dalam mulutnya, Abak begitu lapar sehingga nasi itu ludes dalam beberapa menit.

Ia melirik ke samping, melihat Ama yang tidak berniat untuk memakan masakan itu. Abak menarik piring, Ama terkejut akan tindak suaminya yang senonoh.

"Tapi itu bekasku," memutar tubuh ke arah Abak.

"Tidak masalah, seorang suami memakan bekas makan istrinya itu hal biasa. Aku tidak jijik karena kamu adalah istriku bukan orang lain," menatap Ama.

Ama tersenyum, melihat sang suami melahap nasi goreng itu. Abak tidak merasa canggung di tatap oleh istrinya begitu, ia fokus pada nasi karena memang sedang kelaparan pada tingkat maximum.

Nnnnn, ponsel Abak yang ada di atas meja tepat di ujung jari Ama bergetar. Layar ponsel menampilkan nama seseorang  yang tengah menelpon, Ama memalingkan wajah setelah tahu siapa penelpon itu.

"Angkatlah! Dia menelpon," seru Ama yang menatap ke arah lain.

"Biarkan saja, aku ingin tidur di sini malam ini."

IMPOSSIBLE [Completed]Where stories live. Discover now