☘ - Twenty Nine

17.1K 693 53
                                    


      Sore itu langit tampak mendung disertai dengan angin yang berhembus kencang, menerbangkan sebagian anak rambut Varo yang saat ini tengah berjalan menyusuri gang menuju lapangan yang ada di ujung gang. Di samping kiri dan kanannya ada Aldi dan Thala.

      Saat ini mereka bertiga sedang menuju ke lapangan yang sudah dijanjikan. Kemarin, dimana Rena hampir diculik oleh Dion di kediamannya sendiri saat sedang menghadiri pesta bisnis papanya, Varo yang memang sudah tidak bisa berpikir lagi, menyuruh Dion beserta kawanannya untuk menemui dirinya di lapangan dekat gang. Gang yang sama ketika dulu Rena hampir diperkosa oleh Dion dan temannya.

      Sebetulnya Aldi dan Thala sempat protes. Karena Varo terlalu cepat mengambil keputusan tanpa melihat keadaan. Tapi saat itu, Varo benar-benar tidak tahu lagi harus berkata apa. Emosinya sudah tidak bisa dikendalikan. Terlebih ketika melihat Dion hampir saja ingin menusuk mata Rena dengan sebuah pisau lipat, membuatnya mengutarakan sebuah keputusan tanpa berpikir dua kali.

      Dan sekarang, Aldi dan Thala pun harus ikut andil dalam hal ini. Meskipun kekesalan mereka pada Varo masih membekas, tak menutup kemungkinan jika mereka juga tidak bisa membiarkan Varo menghadapi Dion yang memiliki kawanan lebih dari sepuluh orang itu, seorang diri.

      Mereka tidak akan setega itu.

      Dengan mata yang menyipit, Varo menatap ke sekeliling lapangan. Tampak kosong. Bahkan lapangan itu seperti lahan yang sudah tidak terpakai. Tidak banyak orang yang berlalu lalang di sekitarnya. Dahi Varo mengernyit, kenapa dia belum datang?

      Hatinya bertanya-tanya, mengingat bagaimana Dion yang selalu tepat waktu jika menyangkut hal seperti ini. Tapi ini? Tak biasanya cowok itu beserta kawanannya belum juga tiba di tempat yang dijanjikan. Padahal tadi Varo mengira jika Dion sudah menunggunya di sana. Tapi sekarang giliran Varo yang menunggu.

      "Lo yakin ini tempatnya, Var?" tanya Aldi sambil menatap sekitar.

      "Iya. Gue yang nyuruh mereka kok," jawab Varo sembari memasukan kedua tangannya ke saku celana jeans yang dipakainya.

      "Tapi, tumbenan amat mereka belum dateng. Biasanya si kutil badak itu duluan nyampe sama para pengikutnya. Lah ini apaan? Kita duluan yang dateng," timpal Thala seraya berkacak pinggang.

      Hembusan angin sore kembali menyerang mereka bertiga. Langit yang tampak mendung itu semakin gelap, menandakan sebentar lagi akan turun hujan. Sesekali kilatan cahaya muncul di langit. Membuat Aldi menatap ngeri karena takut tersambar.

      "Mending kita balik aja deh, kayaknya mau turun hujan," ujar Aldi dan bersidekap di depan dada. "Btw, Var, Thal, nih lapangan kok terasa mencekam ya. Gue jadi takut," lanjutnya seraya bergidik.

      Thala berdecak. "Elah, penakut lo! kaya cewek aja," cibirnya, menatap Aldi malas.

      Sedangkan yang dicibir, hanya memanyunkan bibirnya ke depan. Sambil matanya menatap Thala kesal.

      "Var, kita balik aja dah. Lagian mereka juga nggak dateng, jadi ngapain kita di sini. Kek nggak ada kerjaan aja," kata Thala seraya menatap Varo di sampingnya.

      "Heleh! Lo juga takut kan? Seenaknya lo ngejek orang, padahal sendirinya juga takut. Wooo ...." Aldi menyuraki Thala.

      "Heh! Yang bilang kalo gue takut siapa, hah? Gue cuman bilang ke Varo buat balik," jawab Thala sewot.

      "Halah alesan! Kalo takut mah takut aja. Nggak usah sok berani." Aldi kembali mengejek Thala seraya menyeringai.

      "Nih orang minta gue sumpel mulutnya pake sendal hah?!" Thala geram, dia mengambil sandal rumah yang dipakainya, berniat untuk menyumpal mulut Aldi dengan benda itu.

Ketua OSIS Vs Bullying Girl [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang