☘ - Eight

22.7K 1K 28
                                    


      Varo memarkirkan motornya di depan bangunan bertingkat dua dengan nuansa yang damai karena catnya yang berwarna perpaduan antara putih dan hitam. Cowok itu melepas helmnya dan menaruhnya di di jok motor.

      Varo masuk ke dalam rumahnya seraya menurunkan maskernya ke bawah, namun masih tergantung di lehernya.

      "Assalamualaikum," ucapnya sambil melepas sepatunya dan diletakan di rak khusus untuk sepatu.

      "Wa'alaikumussalam," jawab seseorang.

      Varo mengalihkan pandangannya ke arah ruang keluarga, di mana seseorang yang menjawab salamnya tengah duduk di sofa sambil menonton acara musik di televisi. Varo menghampirinya dan duduk di sebelah orang itu.

      "Mama ke mana, dek?" tanya Varo kepada Ferdi, adiknya.

      "Lagi keluar. Biasa, arisan antar ibu-ibu rempong," jawab Ferdi enteng sambil memakan camilan di toples yang ada di pangkuannya.

      Varo terkekeh mendengar ucapan Ferdi. Cowok itu melepas hoodie beserta maskernya. Kemudian mencomot camilan milik adiknya yang langsung disambut pelototan tajam dari kedua mata adik bungsunya itu.

      Sekedar informasi, Ferdi adalah anak bungsu dari keluarga Anargya. Varo sendiri anak kedua dari tiga bersaudara, yang mana kakaknya Varo bernama Alan Anargya. Alan atau biasa Varo panggil bang Alan, adalah kakak Varo yang saat ini sudah berkerja dan menjadi seorang pengusaha ternama di kota Jakarta. Dia mengikuti jejak ayahnya untuk menjadi pengusaha sekaligus menjadi penerus perusahaan milik keluarganya. Dan mungkin Varo juga akan menyusul sama seperti kakaknya itu.

      Sedangkan Ferdi, adik bungsu Varo itu saat ini tengah duduk di bangku kelas VII Sekolah Menengah Pertama. Ferdi, atau biasa Varo panggil adek adalah adik kesayangan Varo. Varo memang sangat menyayangi adiknya itu. Namun terkadang Varo dan Ferdi sudah pasti pernah mengalami yang namanya pertengkaran antara adik dan kakak. Tapi tidak berlarut-larut. Hanya sebentar. Karena Varo selalu mengalah pada adiknya itu.

      "Bang, beliin Ferdi kaset PS," kata Ferdi sambil menatap Varo dengan wajah yang dibuat imut. Varo melirik sekilas adiknya kemudian mendengus.

      "Nggak usah sok imut lo, geli gue liatnya," katanya dengan ekspresi jijik.

      "Ish, abang mah gitu. Kaset yang abang beli kemaren rusak, jadi Ferdi nggak bisa main. Abang tahu sendiri, kalo Ferdi tuh nggak bisa hidup tanpa PS," ucap Ferdi dengan gaya dramatis.

      "Alay lo, bagong!" cibir Varo. 

      "Ish." Ferdi mengerucutkan bibirnya. "ya bang, beliin kasetnya ya. Pliss." Ferdi menyatukan kedua tangannya sambil tetap menatap Varo dengan wajah imutnya, tidak lupa kedua matanya dia kedip-kedipkan agar abangnya itu bisa luluh.

      Varo menghembuskan napasnya berat. "Ck, iya." ucapnya kemudian yang disambut dengan teriakan disusul dengan pelukan mesra dari sang adik. Ralat bukan mesra namun paksa. Karena Ferdi memeluknya dengan cara merangkul Varo dan membuat kepala sang kakak berada di bawah ketiaknya.

      Varo melepas paksa pelukan Ferdi. "Biasa aja kali meluknya. Bau banget ketek lo, udah berapa minggu lo nggak mandi?"

      Ferdi yang mendengar itu lantas mengendus-ngendus ketiaknya. "Nggak bau kok, bau wangi malah," ucapnya seraya nyengir.

      "Serah lo, Fer. Makan nih wangi." Varo menyumpal kaus kakinya ke dalam mulut Ferdi. Kemudian tanpa merasa bersalah, cowok itu lari menaiki undakan tangga menuju kamarnya. Takut terjadi peperangan yang mungkin tidak akan berhenti jika belum dipisahkan oleh ibunya. Dan saat ini Varo benar-benar lelah, ingin istirahat. Maka dia pun tidak ada waktu untuk meladeni adiknya untuk melakukan pertarungan. Mungkin jika dirinya sedang tidak merasakan lelah, oh tentu saja dengan senang hati Varo melakukan peperangan itu walau harus adu gulat sekalipun.

Ketua OSIS Vs Bullying Girl [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang