"Awan setannya Ama," sambung bang Varo.

Alwan tidak ingin terus ditanya-tanya tentang Aery, kenapa dengan Aery, apa yang kamu lakukan sama Aery, bla, bla. Alwan memakai jaketnya berwarna hitam dan menyandang tas lalu pergi berlalu meninggalkan Ama yang akan bertanya lagi.

"Awan pamit Ama, Apa," melambaikan tangan pada mereka.

Ama hanya menggeleng melihat tingkah Alwan yang selalu saja tidak ingin mendengarkan ucapannya yang seperti jalan tidak berujung. Apa juga menyudahi sarapannya begitu juga bang Varo, Apa pergi ke kantor dan bang Varo berangkat ke kampus serta Ama yang menyusul mereka berdua untuk pergi ke kantor yang berbeda dengan Apa.

----------------+++

Aery terus saja mengutuki dirinya selama diperjalanan, memikirkan apa yang sudah dilakukan pria gila itu padanya. Aery pulang kerumah dengan ojek karena disekitar rumah Alwan belum ada sarana transportasi lain yang beroperasi.

Saat sampai didepan rumah, Aery segera membayar lalu berteriak pada penghuni rumah agar membukakan gerbang untuknya.

"Iya sebentar," teriak bi Supiak dari dalam rumah.

"Cepetan bi su," teriak Aery mendesak.

Perlahan gerbang rumah terbuka lebar, Aery yang sedari tadi menunggu segera berlari ke dalam rumah. Hari ini bukan tanggal merah, jadi Aery harus berangkat ke sekolah tepat waktu jangan sampai Aery membuat kesalahan di sekolah barunya itu.

Aery tergesa-gesa mandi, memakai seragam sekolah, memasukkan buku ke dalam tasnya, merapikan penampilan dan berlari menuju ruang makan keluarga. Di meja sudah tersedia roti dan susu panas namun kehadiran Abak dan Ama tidak Aery temukan sejak tadi.

"Bi Abak sama Ama mana?, nggak sarapan?" meminum satu tegukan susu, dan mengambil satu buah roti dengan selai cokelat.

"Tuan sama nyonya nggak pulang dari semalam non, bibi juga nggak tau mereka kemana," jelas bi Supiak pada Aery.

Aery membuang nafas mendengar pernyataan bi Supiak, lalu Abak sama Ama kemana? mereka tidur dimana? Aery memikirkan kedua orangtuanya yang bahkan sama sekali tidak peduli akan perasaannya kini.

"Ya udah, Ai pergi dulu," Aery bersalaman pada bi Supiak lalu berlari ke mobil.

"Pak, yuk berangkat tapi bawa mobilnya yang ngebut aja ya, udah jam segini soalnya," masuk ke dalam mobil dan disusul oleh pak Buyuang.

Di dalam mobil Aery tampak gelisah karena sudah dapat dipastikan dia akan terlambat, entah hukuman seperti apa yang akan Aery terima. Pak Buyuang melambatkan kecepatan laju mobil saat melihat gerbang sekolah di depan.

Aery turun dari mobil dengan menyandang tas yang lumayan berat di bahunya. Di depan gerbang telah berdiri seorang satpam dengan melipat kedua tangannya sambil menatap ke arah Aery.

Melihat wajah garang pak satpam membuat keberanian Aery menciut namun ia harus masuk dengan segera bagaimanapun caranya. Aery menundukkan kepala, takut melihat wajah pak satpam yang akan melarangnya masuk ke dalam sekolah.

"Kamu pikir ini sekolah nenek moyang kamu apa, bisa seenaknya datang kapan aja. Seorang pelajar harus mencerminkan sikap disiplin bukan pemalas seperti kamu ini," ceramah pak satpam membuat telinga Aery memanas.

"Saya yakin kamu bukan anak Ipa, ni ya saran saya mending kamu lompat pagar sana biar nggak ketauan sama guru ataupun saya." sambung pak satpam sambil menunjuk-nunjuk Aery.

"Tapi sekolah tidak pernah membuat aturan dilarang untuk tidak melompat pagar, lalu bagaimana bisa saya melompat pagar pak bukankah seorang pelajar harus menuruti aturan sekolah."

"Iya kamu benar, tapi sekolah juga tidak membuat aturan dilarang masuk sebelum jam 09.00 wib," marah pak satpam sehingga urat lehernya menegang.

"Lalu saya harus bagaimana pak?" tanya Aery yang masih menahan amarahnya.

"Pulang atau--"

"Tadinya saya nggak mau masuk sekolah tapi karena buk Rara nelfon mau minta bantuan katanya sama saya, ya udah saya sekolah tapi bapak melarang, apa boleh buat saya pulang aja." Aery sengaja memotong ucapan pak satpam, dan setelah mendengar alasan yang Aery karang membuat pak satpam berpikir lagi.

"Ya sudah, kamu boleh masuk," menahan lengan Aery.

Aery berlari menuju kelasnya, berharap pak Budi guru matematika belum masuk karena masih betah bergosip di ruang guru.

Aery membuka pintu kelas yang tertutup, membuat mata tertuju padanya. Keheningan menyelimuti kelas XI IPA 2 termasuk juga pak Budi yang menghentikan tulisannya dipapan tulis lalu menatap Aery buruk.

"Pak maaf saya terlambat," ucap Aery memecah keheningan.

Aery berjalan menuju pak Budi yang tengah berdiri sambil memegang spidol hitam. Aery menyalami tangan pak Budi lalu beranjak ke tempat duduknya yang masih kosong. Bangku disebelah Aery kosong karena tidak ada yang ingin duduk bersamanya.

Ia mengeluarkan buku pelajaran dan menyimak pak Budi yang melanjutkan materi. Aery terus saja mendengarkan sehingga tanpa sadar ia tertidur karena kepalanya masih terasa pusing.

"Oke sekarang Aery kamu kerjakan soal ini," suruh pak Budi pada Aery yang sedang tertidur.

"Aery," ucap pak Budi, namun Aery masih terjebak dialam mimpinya.

Tidak tahan lagi, pak Budi melemparkan spidolnya ke arah Aery tepat mengenai kepalanya. Aery terkejut dan langsung mengangkat tangan.

"-log 27 pak," jawab Aery.

Semua orang tertawa, menyoraki Aery yang telah melakukan kesalahan. Pak Budi adalah guru killer, lebih baik tidak mencari masalah dengannya atau nilai akan dibawah kkm. Untuk memperbaiki nilai tersebut akan sangat sulit sekali.

Pak Budi hanya diam tapi wajahnya merah padam sudah dipastikan dalam hitungan ketiga ia akan mengamuk layaknya auman singa yang siap menerkam mangsanya.

"Keluarrr, hormat ditiang bendera sekarang sampai jam sekolah berakhir," suara pak Budi terdengar menggeleger dan menakutkan.

Aery terkejut mendengar teriakan pak Budi.

"Tapi pak," bantah Aery.

"Sekarang," sambil memukul papan tulis sehingga murid dikelas itu terdiam dan takut menatap pak Budi.

Aery berusaha menahan air matanya, ia mendengar hinaan dan umpatan dari teman-teman sekelasnya. Ingin rasanya Aery menjambak rambut mereka namun ia tidak ingin menambah kemarahan pak Budi lagi.

Aery hormat pada bendera dengan teriknya matahari yang membakar kulit putih Aery.

Tak jauh dari sana, ada 2 orang siswa lelaki yang menatap Aery dari kejauhan.

"Kasian tuh cewek, pasti dia buat kesalahan ama pak Budi," tebak salah satu dari siswa itu.

"Siapa sih tuh cewek, punya nyali juga dia cari masalah sama pak Budi," sambung yang satu lagi.

"Ya udahlah bro mending kita masuk kelas daripada dijemur juga sama buk Tari.

"Bang," teriak seorang gadis pada mereka berdua.

"Aku butuh tanda tangan ketua osis di proposal ini," menunjukkan sebuah proposal pada salah satu dari 2 siswa tadi.

"Makasih bang Awan," ucap gadis setelah mendapatkan tanda tangan untuk proposalnya.

-------------------++++


Hai semua, gimana sama cerita aku yang kedua ini?

Jika terdapat kesalahan dalam penulisan silahkan dikomen dengan bahasa yang halus.

Vote dan Komen para readers sangat dibutuhkan.

Luv You All
Thank you.

IMPOSSIBLE [Completed]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon