"Kamu itu cuma istri yang nggak tau diuntung, emangnya selama ini kamu kemana aja, selingkuh sama suami orang?"

Ucap seseorang dengan nada memaki membuat Aery terkesiap mendengarnya.

"Kamu itu yang selingkuh sama istri orang, kamu kasih berapa tu wanita murahan supaya mau jalan sama kamu?"

Kali ini suaranya berbeda dari suara sebelumnya, ini lebih terdengar lembut dan melengking. Aery mengingat suara itu dan langsung menggigil saat tahu bahwa suara itu adalah suara Abak dan Amanya.

Aery cemas jika itu memang benar adalah orangtuanya, dengan cepat ia melangkah 5 anak tangga lagi hingga sampai di lantai 2 rumahnya.

Ternyata benar di depan sana ada Abak dan Ama yang sedang bertengkar, saling memaki dan melontarkan kata-kata yang seharusnya tak perlu Aery dengarkan.

"Abak, Ama," teriaknya sambil berlinang air mata.

Mereka serentak menatap Aery yang menonton aksi mereka tadi. Abak memijat keningnya dan Ama dengan sengaja mendorong bahu Abak hingga membuatnya hampir terjatuh.

Tak terima akan hal itu Abakpun menampar Ama tepat di depan Aery, dan Ama menjambak rambut Abak sekuat tenaganya.

Aery tak tahan melihat hal itu karena ia kini ketakutan dan memilih untuk meninggalkan mereka yang masih saja bertengkar. Sesekali kaki Aery terpeleset saat menuruni anak tangga dengan kecepatan penuh.

Di depan gerbang rumah pak Buyuang berdiri dengan tatapan iba, dan Aery berlalu meninggalkannya.

Langkah sempoyongan, air mata terus mengalir, otak terus saja memutar kejadian buruk tadi. Ia menangis cecegukan sambil berjalan entah kemana, ia hanya mengikuti jalan.

Aery berjalan di tengah-tengah banyaknya orang yang memadati trotoar jalan. Ini adalah jam-jam dimana semua orang pulang dari pekerjaan atau aktivitas.
Rasanya ia ingin marah dan ingin melampiaskan rasa kekesalannya namun entah pada siapa hingga tak sanggup lagi menahan emosi akhirnya Aery menjambak rambutnya sendiri.

Kejadian ini akan menjadi hadiah terburuk bagi Aery untuk saat ini, tidak tahu jika tahun depan mungkin lebih buruk atau lebih baik.

Dengan seragam sekolah yang masih dikenakannya, Aery menyusuri jalan kota hingga ia tak sengaja melihat sebuah Bar diseberang jalan.

Entah apa yang menggrogoti akal sehatnya, Aery menyeberang jalan dengan hati-hati hingga sampai didepan Bar yang tadi ia perhatikan. Aery melirik jam tangannya ternyata sudah pukul 19.11 wib, itu berarti ia sudah berjalan kurang lebih selama 3 jam.

Ia masuk ke dalam Bar tersebut, karena sebelumnya tak pernah ke tempat semacam ini membuat Aery penasaran seperti apa sebuah Bar itu. Ia melihat ada beberapa meja dan kursi yang tampaknya comfortable, dilengkapi dengan dekorasi yang membuat tamu nyaman.

Bar yang dengan cahaya remang-remang serta musik pengiring yang terdengar romantis menjadi nilai tambah untuk Bar itu. Di bagian depan, terdapat kursi tinggi yang dapat berputar berjejer di sepanjang counter.

Di belakang bartender terdapat sebuah rak yang berisi bermacam minuman botol dan berbagai gelas kecil. Aery memilih untuk duduk dikursi tepat didepan counter.

"Hmm, bang," ucap Aery ragu.

Ia bahkan tidak tahu bagaimana caranya untuk memesan, ataupun memilih minuman apa yang harus ia pesan.

"Order?" tanyanya pada Aery.

Aery mengangguk lalu mengangkat dan mengarahkan telunjuknya tepat didepan bartender.

"Kasih gue satu, apa aja yang penting bisa gue minum."

"Pasti ini orang kampung, pantesan mesan aja nggak bisa," celetuk bartender pada hatinya.

Satu gelas dengan tangkai yang lumayan panjang, wadahnya berbentuk oval dan berisi cairan berwarna bening. Aery menyelidiki minuman itu dengan teliti, ia bahkan tidak tahu apa nama minuman yang ada didepannya kini.

"Seperti ini, lalu minum secara perlahan," jelas bartender sambil memegang tangkai gelas dan memutarnya.

Aery memegang tangkai gelas seperti yang sudah di ajarkan tadi dan meneguknya perlahan hingga habis. Setelahnya Aery merasa kesadarannya perlahan memudar.

Setelah menghabiskan 2 gelas Aery membayar dan langsung pergi dari sana. Dengan jalan sempoyongan ia menyisiri jalan kota di malam hari. Sesekali Aery menyanyi sambil berputar-putar lalu berhenti dan meracau panjang.

Semua orang yang melihat menganggapnya adalah orang gila yang berkeliaran di jalan. Aery melihat samar-samar ada sebuah tiang listrik didepan dan berusaha menghindari namun masih saja ditabrak olehnya.

Aery terjatuh dan merintih kesakitan dibagian keningnya, lalu bangkit dan berjalan lagi. Kini Aery sudah tak terkendali, ia berjalan ditengah-tengah jalan padahal jalan sedang ramai-ramainya dengan kendaraan roda dua maupun empat.

Semua kendaraan membunyikan klakson bahkan ada dari mereka yang meneriaki Aery dengan ucapan kasar. Ia yang dengan sedikit kesadaran hanya tertawa melihat mereka.

Hingga Alwan tak sengaja melihat hal itu dan buru-buru menghampiri Aery dan membawanya ke tepi jalan.

"Eh lo gila apa gimana, lo mau mati?" tanya Alwan.

Aery menangis lalu tertawa mendengar ucapan Alwan barusan, ia memilih untuk meninggalkan pria itu dengan langkah sempoyongan seperti akan terjatuh saja.

"Ehh lo mau kemana, ayo jawab gue," menahan lengan Aery.

"Lepasin gue," berontak Aery.

"Nggak akan, lo mabuk ya?"

"Lepasin gue nggak mabuk, gue mau mati aja, gue capek hidup kek gini."

Aery menarik lengannya dari cengkraman Alwan sehingga ia terjatuh ke aspal jalan.

"Tuhan itu nggak adil, kenapa Tuhan jadiin hidup gue sehancur ini, gue mau mati, mati, mati," racau Aery sambil memukuli aspal.

Alwan berjongkok menatapnya, ia kasihan melihat kondisi gadis itu yang kacau. Alwan membantu dan membenamkan Aery ke dalam pangkuannya menuju sebuah mobil berwarna putih di seberang sana.

Alwan mengemudikan mobilnya menuju rumah dengan Aery yang tengah tertidur disampingnya.

"Ama, Apa, Kak," panggil Alwan saat memasuki rumah dengan Aery yang ada dipangkuannya.

"Siapa ini?" tanya wanita yang memakai piyama berwarna abu-abu.

"Astaga, lo apain nih cewek sampai pingsan kek gini," kaget sang kakak melihat Aery di pangkuan Alwan.

"Gue bukan laki-laki kurang ajar," balas Alwan.

"Udah-udah nggak perlu ribut, sekarang bawa dia ke kamar tamu besok pagi kita tanya siapa dia sebenarnya."

Alwan tergesa-gesa menuju kamar tamu karena tangannya sudah terasa pegal menggendong Aery sedari tadi.

"Buset berat banget nih cewek, sampe tulang-tulang gue mau patah semua. Ehh sebenarnya lo itu siapa?" meninggalkan Aery sendiri di kamar.

"Abak, Ama," ucap gadis itu dialam bawah sadarnya.

--------------------+++++

IMPOSSIBLE [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang