Chapter 37

90.7K 5K 456
                                    

Kemarin siapa hayooo yang nungguin update? 😂

Happy reading


***
Alena termenung kosong menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya sedang melanglang buana entah ke mana.

Tidak terasa, sudah seminggu ia tinggal di apartemen ini. Sudah seminggu juga ia tak melakukan aktivitas apapun selain bernapas, mengenyangkan perut, lalu tergeletak kembali di ranjang. Tidak ada tenaga untuk melakukan hal lain yang lebih bermanfaat untuk dilakukan. Hanya hidup dan bernapas dengan baik sudah lebih dari cukup untuknya saat ini.

Flashback
Setelah hampir seharian penuh mencari kost-an, kakinya akhirnya tak sanggup lagi untuk berjalan mencari lagi. Tidak ada satu pun kost-an yang bisa ditempatinya. Alena menghela napas lelah seraya menyandarkan punggungnya di kursi halte.

"Aku sudah lemas, Kak," ucap Alena lemah pada Vano tak mampu melanjutkan pencarian.

"Kita cari apartemen saja sesuai rencana awalku," kata Vano ikut mendudukkan tubuhnya di samping Alena.

"Aku seorang pengangguran, Kak. Gimana aku bayar sewanya?"

Vano mendengkus. "Len, aku juga sudah bilang padamu untuk bekerja di tempatku."

"Maksudmu, menjadi OG lagi? Maaf sekali, Kak, tapi aku tidak bisa. Aku ingin mencari pekerjaan lain, dan jadi OG bukanlah pekerjaan yang akan kupilih." Sahut Alena mantap.

Vano mengacak rambut Alena gemas. "Siapa bilang aku ingin menjadikanmu OG?" gadis yang diajaknya bicara mengernyit. "Aku ingin kamu menjadi asisten pribadiku. Bukan pembantu ya, jangan salah paham. Melainkan asisten yang akan membantuku mengingatkan jadwal pekerjaan."

Alena menautkan alisnya seraya menatap Vano. "Semacam sekretarismu?" Ia menggelengkan kepalanya. "Aku tidak akan mampu melakukan pekerjaan itu. Itu bukanlah bidangku. Bagaimana bisa seorang aku yang tadinya menyapukan debu— merangkak jadi sekretaris? Aku hanya lulusan SMA, Kak, jangan bercanda." Ujar Alena menegaskan tawaran Vano yang menggiurkan namun mustahil untuk dilakukan.

"Akan ada orang yang mengajarimu di sana. Lagipula, menjadi asisten pribadiku tidak akan sulit. Dan juga, kamu bisa berbahasa inggris dengan lancar, menurutku itu lebih dari cukup menempatkanmu di pekerjaan itu." Vano terus meyakinkan.

Alena terdiam dan berpikir. "Kasih aku waktu satu minggu ya, untuk berpikir? Saat ini sepertinya aku ingin berleyeh-leyeh dulu," ucapnya sambil nyengir.

Tidak. Alena bukan ingin berleyeh-leyeh. Ia hanya ingin mencoba untuk mengumpulkan kepingan hatinya yang berserakan dan menyembuhkan luka tak kasat mata di dalam diri. Ia harus kuat dulu untuk menghadapi dunia luar dan  bangkit kembali.

"Oke. Aku tunggu kabar baiknya." Vano menarik pipi Alena gemas. "Len, kamu tahu aku menyukaimu, kan? Setidaknya, berikan aku kesempatan untuk meluluhkanmu dan menghapus dia dari hatimu." Ungkap Vano dengan raut penuh harap.

Flashback end.

Tiba-tiba Alena ingat dengan tawaran pekerjaan yang diberikan Vano seminggu lalu. Mungkin sudah saatnya ia berdiri dan menata hidupnya kembali. Tidak ada gunanya bersikap pengecut seperti ini hanya karena cinta yang tak pernah ditakdirkan untuk bersama. Separuh hatinya ditutupi luka, tapi separuhnya lagi, Entahlah... Seakan mati rasa.

Alena mengambil ponselnya yang tergeletak di meja nakas. Dengan ragu, ia menekan tombol panggil di nomor Vano. Ini kesempatan baik untuknya. Seperti kata Vika, ia harus melihat dunia luar dan mencari kebahagiaan lain. Dan hidup di sini termenung di kamar gelap dengan lampu temaram bukanlah sebuah kebahagiaan yang dimaksudkan. Hanya kehampaan dan kekosongan yang menyelimuti jika ia terus menutup diri dari jangkauan luar.

My Cute Office GirlWhere stories live. Discover now