Chapter 14

72.4K 5K 105
                                    

Alena menatap langit malam yang tampak lebih indah dari biasanya. Pikiran yang berpencar, menyatu bersama keheningan sekitar seraya memutar ulang segala ucapan menyakitkan yang terlontar dari bibir Kris hari ini.

Sebenarnya, apa yang membuat Kris membencinya? Di mana letak kesalahannya?

Di secarik kertas, ia kembali membaca apa yang ditulis. Anggaplah bentuk dari segala keluh-kesahnya karena tidak memiliki teman untuk berbagi cerita. Hatinya terasa berat, dan ia butuh pelampiasan dari segala kegelisahan. Kertas dan pen inilah yang menjadi saksi di mana setiap curahan hatinya tertuliskan.

Hai Kris... mengapa kamu begitu menyebalkan? Apakah orang sepertiku hanya pantas untuk disalahkan tanpa ada penjelasan? Sekali saja ... Sekali saja, bisakah kamu tidak menyakitiku dengan ucapanmu? Tidak bisakah kamu menyadari bahwa aku di sini begitu tersakiti oleh sikapmu? Tidak bisakah kamu melihat bahwa aku pun bisa terluka? Aku tahu aku tak akan pernah pantas untukmu, dan maafkan aku.

Maafkan aku yang bukan siapa-siapa ini karena menyukaimu.

Maafkan aku karena aku tetap saja merindukanmu walaupun kamu telah menorehkan luka baru di dalam hatiku.

Perasaan asing yang tertanam di dasar hati begitu menyesakkan ruang dada. Menyiksaku perlahan hingga nyeri tak terkira. Jatuh cinta memang perasaan yang seharusnya tidak aku rasa. Apalagi sama kamu yang sudah menjadi milik dia. Sementara Alena, hanyalah seorang gadis gila yang menyukai Bosnya.

The end...

Alena memukul kepalanya agak kencang. Astaga... apa yang barusan ia tulis? Mengapa ia tiba-tiba jadi begitu puitis dan mellow? Andaikan pukulan ini bisa menyadarkan. Mengumpulkan kepingan kebodohan yang semakin berantakan. Sial ... Sial...

Apakah aku hanya menyukainya? Ataukah aku sudah masuk terlalu jauh mengharapkan cintanya?

Dia di sana bersama pujaan hatinya, sedangkan aku di sini tersakiti oleh cintanya. Aku masih berada di kehidupan kemarin, sementara dia sudah melangkah jauh di depan meninggalkanku bersama cintanya di kehidupan berikutnya.

Apa yang ia harapkan dari cinta sepihaknya ini?

Alena tersenyum getir mengingat kehidupan menyedihkannya. Tidak pernah terpikirkan bahwa ia akan menyukainya. Ya, inilah dirinya dan kehidupan bodohnya. Mereka benar... Mereka benar bahwa ia memang bodoh. Apakah sekarang ia memiliki alasan untuk marah ketika semua orang mengatakannya? Sedangkan sekarang ia tahu, memang itulah faktanya.

Alena mencoba menahan bulir bening yang sudah berada di pelupuk mata siap meluncur jatuh kapan saja. Dan ia tidak ingin tetesan bening itu kembali terurai di pipinya lagi. Sudah cukup ia menangisinya! Sudah cukup ia mengharapkan sesuatu yang mustahil dan malah menyakitinya. Sekarang yang harus ia lakukan adalah bangkit dan menata hatinya kembali. Meyakinkan hati menyedihkannya ini bahwa ia tak menyukainya. Dia hanyalah Bos menyebalkan yang sering mengerjainya, itu saja. Ia terus mendongakkan kepala ke atas langit agar air matanya tidak terjatuh dan terserap kembali ke asalnya.

Di beranda kamarnya, ia terduduk sendirian. Memang kesendirian inilah yang ia butuhkan. Ia merasa beruntung Megie menyiapkan kamar ini untuk ditempati. Setidaknya saat malam tiba, ia bisa melihat beberapa bintang yang berkerlip menghiasi langit malam seperti saat ia berada di desa tempatnya berasal. Hanya saja, di sana lebih tenang. Udaranya lebih segar dan sejuk. Tak seperti di sini yang begitu bising dengan suara deruan mesin motor dan mobil yang lalu lalang di depan halaman rumah.

Mengembuskan napas lelah, ia masuk ke dalam kamar membiarkan kertas-kertas itu berserakan di kursi beranda melihat waktu telah menunjukkan hampir pukul sebelas malam.

My Cute Office GirlWhere stories live. Discover now