Chapter 4

84.2K 6K 64
                                    

Alena membuka matanya di pagi hari, merasakan sinar matahari yang mulai mengintip di sela jendela kamar.
Ditatapnya jam dinding yang sudah menunjukkan pukul enam pagi.

Senin...

Ia tersenyum semringah. Hari ini ia akan secara resmi memiliki pekerjaan bukan cuma jadi pembantu di rumah ini saja. Ya ... meskipun pekerjaannya di perusahaan besar itu kurang lebih intinya sama—sebagai pembantu juga. Setelah kesadaran terkumpul, Alena baru ingat kalau ia sudah kesiangan sementara urusan rumah belum sama sekali dikerjakan.

"Mampus, ngomel pasti nih, Nenek sihir!" buru-buru ia merapikan kasurnya dan pontang-panting membereskan rumah sambil memukul kepalanya merutuki—mengapa ia bisa kesiangan seperti ini. Sambil ngos-ngosan dan menatap berulang kali jarum jam, Alena tetap menyempatkan menyiapkan sarapan untuk Megie dan Dina terlebih dahulu sebelum bergegas mandi.

Tidak terasa. Waktu sudah menunjukkan hampir pukul delapan. Ia mulai bersiap-siap untuk pergi bekerja, ia tidak boleh telat di hari pertamanya ini. Ia sudah bertekad, kali ini ia akan bekerja lebih baik lagi dan datang tepat waktu sesuai prosedur perusahaan. Alena tidak akan membiarkan pemecatan yang menyesakkan itu terulang kembali.

Alena mulai mematut diri di cermin. Rambutnya ia sanggul ke atas dan menyampirkan sedikit sorai rambut di bagian dekat telinga. Ia membuka lemari pakaian mencari baju apa yang pas ia kenakan hari ini. Alena menemukan kemeja putih yang sudah lama sekali tidak ia pakai. Warnanya agak kekuningan dan modelnya sudah sedikit ketinggalan zaman, tapi terlihat cukup layak dipandang. Ia mengambil kemeja itu, lantas mengenakannya. Sudah tidak ada waktu cukup untuk memikirkan mengenai pakaian.

Kemeja putih panjang dipadukan dengan skinny jins membalut kaki jenjang Alena. Ia melihat-lihat ke rak sepatu, tapi tidak ada satu pun sepatu yang cocok dipakainya untuk ke kantor. Alhasil, ia hanya mengenakan sepatu zaman SMA-nya dulu. Sepatu Converse yang sudah agak busuk bentuknya. Alena berangkat ke perusahan itu dengan dandanan sederhana. Menyampirkan tas selempang dan berjalan ke halte bus.

Yass! Global Corporation, i'm coming, baby...

***
"Halo... selamat pagi. Halo Pak, Bu," Alena menyapa ramah beberapa karyawan yang lewat di depannya. Tidak terasa, sudah satu minggu ia bekerja di perusahaan ini. Setiap pagi, Alena datang tepat waktu tidak pernah sekali pun terlambat kecuali hari pertamanya bekerja dulu, dan untungnya dimaafkan oleh kepala kebersihan. Daripada telat, ia lebih baik datang lebih cepat.

Namun tidak lama, dahinya mengernyit samar melihat gelagat orang-orang di sekitar. Lebih tepatnya, keadaan di perusahaan sedikit berbeda hari ini. Banyak sekali karyawan yang berkumpul di lobby—entah apa yang mereka tunggu. Alena memerhatikan orang-orang itu seraya menunggu pintu lift terbuka. Ia agak penasaran ada apa sebenarnya dengan semua orang itu yang terus-menerus merapikan setelan mereka dan para perempuan menyentuh rambutnya berulang kali memastikan apa mereka terlihat sudah rapi atau tidak.

"Pada kenapa sih," Alena bergumam mengalihkan pandangan menatap ke atas panah lift yang belum juga terbuka, kemudian berbalik lagi saat dengan serentak, suara para karyawan menggema.

"Pagi, Pak..."

Alena menautkan alis, saat matanya berhasil menangkap siluet tinggi dan tegap seseorang yang baru saja memasuki lobby perusahaan. Lelaki itu mengenakan jas dua lapis yang tampak mahal, dilengkapi kemeja putih dan dasi yang melingkar pas dan rapi. Wajahnya tidak terlalu jelas dikarenakan jaraknya cukup jauh dari tempatnya berdiri. Semua orang menyapa ramah kedatangannya. Super sopan, sedang lelaki itu tetap berlenggang angkuh melewati mereka. Wajahnya tertata datar tanpa ekspresi—berjalan ke arahnya bersama seorang wanita seksi yang bercicit memegang beberapa map.

My Cute Office GirlOnde as histórias ganham vida. Descobre agora