Chapter 10

78.9K 5.4K 82
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul setengah enam sore. Hampir seluruh karyawan telah melenggang keluar dari perusaahan. Kecuali beberapa karyawan yang sedang lembur. Pun dengan sebagian Office Girl dan Office Boy yang sudah pulang dari jam lima sore, namun ada juga yang masih di kantor membereskan tugas yang belum selesai mereka kerjakan.

Termasuk Alena. Alena masih sibuk mencuci piring dan gelas di wastafel.

Dreett... Drettt...

"Alena, kayaknya Hp kamu bunyi deh,"
info Vika yang sedang bersiap-siap untuk pulang.

Alena menoleh ke arah Vika. "Biarin aja, aku lagi tanggung soalnya." Jawab Alena tetap fokus pada kerjaannya.

Vika berjalan menghampiri Alena sambil menyelempangkan tasnya di bahu. "Len, aku pulang duluan ya. Nggak apa-apa, kan? Soalnya Deni udah nungguin di depan." Vika mengangkat rambutnya lalu mengikatnya sambil berceloteh di sebelah Alena. "Kamu tahu, Len? Kita mau ngerayain Aniv kita yang ke satu tahun!" seru Vika berseri-seri.

Deni adalah kekasih Vika yang menurut Vika adalah hidup dan matinya. Alena pernah melihatnya sekali, tapi Deni terlihat tidak cocok dengan Vika. Dia itu terlihat seperti laki-laki bergajulan. Alena bukanlah orang yang pandai menilai pria. Tapi melihatnya sekali saja, Alena sudah bisa menebak seperti apa lelaki itu.
Ia tidak bermaksud men-judge, hanya saja memang faktanya lelaki itu selalu saja jelalatan ke sana-kemari. Bahkan saat melihat Alena, tatapannya benar-benar sulit Alena artikan.

"Vik," Alena menghentikan Vika yang baru saja akan keluar dari Pantry.

"Hmm?"

"Kamu mau ke mana sama Deni?" tanya Alena. Alena tidak tahu kenapa ia merasa tidak rela teman dekat satu-satunya di Jakarta itu akan jalan dengan Deni. Entahlah...

"Paling nonton, terus maen di kost-annya dia. Emang kenapa? Iri yaa..." Ledek Vika menyipitkan matanya.

"Dih, siapa juga yang iri. Aku sih paling anti sama hal kayak gituan." Tidak, Alena tidak merasa iri sama sekali. Ia hanya tidak suka melihat teman dekatnya bergaul dengan lelaki seperti itu.

"Alah, ngaku aja lah Say," kata Vika sambil menoel-noel dagu Alena.
Alena tidak menjawab, hanya menggelengkan kepalanya cepat.

"Makanya kamu cari pacar dong. Masa jomblo terus dari lahir. Kasian tuh hati dianggurin kosong gak ada penghuninya gitu."

Ya, Vika sudah tahu bahwa Alena tidak pernah berkencan dengan siapa pun. Padahal Alena memiliki paras yang lumayan cantik.

Alena mencubit pipi Vika gemas,
"Sorry yee Vika, aku mah bukan jomblo. Tapi Single. Single terhormat lebih tepatnya." Jawab Alena yang masih belum melepaskan jembelan di pipi Vika.

"Aw, sakit ah! Apa bedanya? Wong artinya sama-sama nggak punya pacar. Bedanya itu cuma kalau jomblo bahasa Ibu Pertiwi kita, tapi kalau Single bahasa Justin Bieber." Cibir Vika.

Alena hanya mendengkus sebal dan melepaskan jembelannya.

Iya juga sih!

"Terserah deh, ah!"

"Ciee marah... Kamu coba buka hati dong Alena. Tuh si Ferdy, kayanya dia suka sama kamu." Ucap Vika memberikan pencerahan pada Alena.

Dahi Alena berkerut, "Ferdy? Dia tiap ketemu aku kayak klemer-klemer. Aku risih malahan jadinya. Cuma tatap muka aja kayak gitu. Nanti kalo kita pegangan tangan, kejang-kejang lagi." Jawab Alena membayangkan Ferdy, office boy yang bekerja di sini juga.

"Si akang Dimas?" Vika menawarkan lagi.

Alena menggeleng, "Dimas kayaknya playboy. Aku nggak suka cowok yang suka mainin hati wanita."

My Cute Office GirlWhere stories live. Discover now