Chapter 11

75K 4.8K 48
                                    

Alena mengerjap-ngerjapkan mata ketika merasa deruan mesin motor sudah berhenti. Mengedarkan pandangan agak linglung, ia ternyata sudah sampai di depan rumah tantenya. Aneh, mengapa Alex tidak membangunkannya?

Lehernya terasa begitu kaku dikarenakan sepanjang perjalanan ia tertidur di punggung Alex, dan dia tampak tidak keberatan sama sekali akan hal itu. Dia bahkan tidak langsung membangunkan Alena untuk beberapa saat setibanya mereka di sini. Ia tidak mengerti ada apa dengannya, tapi rasanya Alena tidak perlu memikirkan hal itu. Yang terpenting ia sudah sampai di rumah dengan selamat.

Pak Alex benar-benar lelaki yang baik seperti apa yang mereka katakan.

Alena turun dari motor ninja merah Alex. "Pak, terimakasih atas tumpangannya. Dan maaf sekali karena sepanjang perjalanan saya tertidur di punggung Bapak. Anda pasti pegal. Iya, kan?" Ia menunduk malu.

Alex tersenyum hangat bak malaikat saat Alena melirik ke arahnya. "Tidak masalah, Len. Kan tadi aku yang nyuruh kamu supaya tidur bersandar di punggung aku."

Alena menggaruk tengkuk canggung. "Iya, sih. Tapi, masih nggak enak,"

"Kalau gak enak, kasih kucing aja." Candanya. Alena baru tahu ternyata dia bisa bercanda juga. Ia pikir Alex tipe yang serius. Walaupun senyumnya selalu terurai di bibir merah tipisnya, tapi ia bisa merasakan bahwa dia adalah sosok pria yang tegas dan serius. Tidak seperti sosok bosnya, si Kris!

Tunggu? Kenapa ia jadi memikirkan orang sableng itu?!

"Kenapa, Len? Kamu baik-baik aja?" tanya Alex mengernyit bingung saat melihat Alena mengeleng-gelengkan kepala tanpa sadar.

Ia benar-benar sudah sinting. Mengapa ia malah tidak bisa berhenti memikirkan orang itu? Sementara Alex yang baik hati dan perhatian tengah berada di hadapannya. Konyol, Alena. Sungguh konyol!

"Ng-ngak, Pak," Ia tersenyum samar.

"Alena, panggil aku Alex aja. Kita kan sudah di luar kantor, jadi jangan terlalu sungkan sama aku. Kamu nggak merasa canggung sama panggilan 'Pak Alex' kayak gitu? Atau mungkin, apa aku terlihat tua seperti bapak-bapak, ya?" ujarnya yang langsung Alena respon dengan gelengan cepat. Tentu saja dia tidak terlihat tua sama sekali.

"Tidak. Anda sama sekali tidak terlihat tua. Saya hanya tidak terbiasa saja jika langsung memanggil nama Bapak seperti itu."

"Kalau begitu mulai sekarang, jangan panggil aku dengan embel-embel Pak, aku merasa tersindir. Berbicaralah dengan bebas layaknya kita berteman ketika di luar kantor. Bagaimana?" pintanya.

"Okelah, Lex, sebenarnya itu kedengeran keren." Alena terkekeh geli, karena Alex tampak kekanakan saat ini. "Tanpa Young, pastinya." Tawa dia pun pecah. Ternyata dia tahu mereka juga, aku pikir hanya anak muda saja yang mengenal mereka. "Ternyata kamu tahu orang itu."

"Tentu saja, siapa yang nggak tahu mereka," sahutnya enteng seraya mengulas senyum. Ia melirik arloji yang melingkar di lengan. "Len, aku pulang dulu ya? Ini udah jam tujuh lebih. Takutnya nanti orang rumah nyariin kamu. Tadinya aku pengin ngajak makan malam bareng, tapi kamu pules banget kayaknya. Aku jadi nggak tega bangunin."

Alena hanya mengangguk pelan. Lelaki ini benar-benar baik, malah kelewat baik. Sungguh beruntung wanita yang mendapatkannya.

Tidak seperti si Kris...

"Oke Pak—eh, Alex, hati-hati."

Alex mengangguk kecil kemudian melajukan motornya—pergi meninggalkan pekarangan rumah Megie.

***
"Alena!"

Baru saja ia melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah, ia melihat Dinara yang menatapnya tajam tepat di hadapannya. Tidak tahu maksud dengan tatapannya, ia pun tak menghiraukannya dan tetap berjalan ke kamar. Hari ini ia terlalu lelah untuk menyisakan waktu berdebat dengannya atau mendengar celotehan sinis darinya. Tapi baru dua langkah Alena melewatinya, rambutnya ditarik ke belakang dan itu membuatnya terpekik kaget—terpental langsung mundur beberapa langkah hingga punggungnya hampir membentur pintu.

My Cute Office GirlWhere stories live. Discover now