24

136 5 0
                                    


"Kesalahan terbesarku adalah tidak pernah memercayaimu."

-Calvin Alvert-


Guys, ini flashback yaa!!
Jadi jangan bingung
So, langsung aja!!

Happy reading

--

"Kamu memutuskanku?" Teriak wanita itu di hadapan lelaki yang kini begitu menyesal. "Setelah apa yang kita lalui selama ini? Aku bahkan memberikan satu-satunya hal berhargaku kepadamu, Jim!!"

Lelaki itu tampak menyesal. "Kamu tahu aku mabuk tadi malam."

"Mabuk?" Ulang Cristine. "Kamu sudah melakukan itu dan memutuskan hubungan denganku? Kamu gila."

"Ya, aku gila." Lelaki itu menahan bahu Cristine yang ingin mengamuk. "Aku minta maaf hanya menjadikanmu pelarian. Sejak awal, aku mencintai gadis lain."

"Jimmy, kamu gila!!" Teriak wanita itu lagi keras. "Kamu mau melepaskanku demi jalang itu? Setelah semua yang terjadi saat ini?"

"Dia bukan jalang!!" Sanggah lelaki itu cepat, membuat Cristine semakin emosi.

"Oke, bela saja terus!!" Cristine menatap Jimmy tajam. Ia melipat kedua lengannya di depan dada dengan kesal. "Pokoknya aku tidak mau tahu, kamu tetap milikku!!"

Cristine keluar dari hotel itu dengan napas memburu. Ia begitu membenci gadis itu. Sungguh. Ia benci.

--

Cristine berangkat kerja seperti biasa. Meski tampaknya ia tidak enak badan. Beberapa hari belakangan ini, perutnya mual. Ia tidak nafsu makan. Apapun yang masuk ke mulutnya selalu ia muntahkan.

"Dokter sakit?" Tanya seorang gadis berpakaian putih-putih yang baru masuk ke ruangannya.

Cristine menggeleng. "Tidak." Jawabnya. "Apa ada pasien lagi?"

Ya. Cristine adalah seorang psikiater di rumah sakit. Kini ia sedang sibuk memeriksa ibu-ibu yang tampaknya begitu terpukul atas meninggalnya suaminya.

Cristine menahan mual akan bau parfume yang dikenakan wanita pasiennya itu. Entah kenapa, hidungnya begitu sensitif akan bau-bauan beberapa hari terakhir.

Setelah wanita itu selesai, Rena masuk ke ruangannya. Memperhatikan atasannya yang tampak pucat.

"Sebaiknya ibu periksa ke dokter. Wajah ibu begitu pucat." Bujuk Rena pelan, takut menyinggung atasannya. "Lagipula wanita tadi pasien terakhir kita hari ini."

Cristine mengangguk. Ia menuruti saran gadis itu.  Cristine memutuskan segera periksa ke dokter.

Tapi, hasilnya malah membuat Cristine semakin layu. Menatap dokter setengah baya itu tak percaya, sementara sang dokter menatap Cristine penuh sumringah.

"Selamat, Bu," Kata dokter. "Ibu sudah hamil tiga minggu."

--

Cristine menekan tombol kamar hotel itu cepat, ia sudah hapal di luar kepala kode itu. Ia segera masuk ketika pintu terbuka.

Lelaki yang ingin ditemuinya ada di sana. Sedang bergelung dengan kasurnya. Dengan kasar, Cristine menarik lengan lelaki itu cepat.

"Apa sih?" Bentak lelaki itu setengah sadar.

"Aku hamil."

Sontak saja, lelaki itu membuka matanya cepat. Menatap Cristine tidak percaya.

"Kamu jangan bercanda." Bentak lelaki itu cepat.

Cristine menatap lelaki itu emosi. Bisa-bisanya dia menuduhnya bercanda? "Aku serius."

Lelaki itu mulai panik. "Tapi ketika itu aku mabuk."

"Aku tidak peduli." Bantah Cristine. "Kamu harus bertanggungjawab."

Lelaki itu menggeleng cepat. "Aku tidak mau. Aku tidak mencintaimu. Kamu tahu itu!!"

"Tapi aku hamil, Jim!!" Bentak Cristine sudah meledak.

"Gugurkan!!"

Cukup satu kata itu berhasil membuat kedua bola mata wanita itu melebar. Apa ia salah dengar?

"Kamu gila?" Bentak wanita itu lagi.

Jimmy mengacak rambutnya frustasi. "Aku bilang gugurkan!!"

Plakkk!!

Satu tamparan mulus mendarat di pipi Jimmy. Membuatnya berbekas di sana.

"Aku akan bicara dengan tante Milly." Kata Cristine cepat.

Jimmy panik, ia segera menarik lengan Cristine, melarang wanita itu pergi. "Apa sulitnya menggugurkannya? Aku akan menanggung biayanya."

Cristine memberontak. "Kamu gila? Dia tidak salah, Jim."

"Aku tidak peduli. Aku tidak bisa menikahimu. Aku tidak mencintaimu."

Plakk!!

Satu tamparan lagi berhasil Cristine berikan. Ia begitu sakit hati. Sementara lelaki itu terpaku, Cristine bergegas meninggalkannya dengan air mata berurai.

--

Be My AngelWhere stories live. Discover now