21

132 7 0
                                    


"Kenangan bersamamu begitu berharga. Meskipun menorehkan luka, aku tak ingin lupa."

-Angelica Harold-


Happy Reading

--

Angel tidak menyangka akan bertemu Calvin di sini. Sungguh, jarak dari tempat tinggal Calvin dan di sini hampir satu jam lebih. Cukup jauh untuk menghindar bukan?

Angel melirik sekitarnya. Ia harap tak ada mata-mata Cristine di daerah itu. Ia begitu takut. Jika ketahuan, papanya bisa bahaya.

Ia sudah berjanji.

Ia tak boleh egois.

Demi papa.

"Angel?"

Angel tersentak, mengelus dada sebelum mendongak pada gadis yang kini menatapnya berkerut.

"Cowok itu teman kamu?" Tanya gadis itu menunjuk dari jendela kaca yang menghubungkan dapur dan bagian utama cafe. "Dia kayaknya menunggu kamu, sedari tadi berdiam di sana menatap ke sini."

Angel tak berani menoleh, ia sudah tahu siapa yang dimaksud Ranty. Jadi ia hanya berdeham pelan. "Hanya kenalan."

Ranty manggut-manggut. "Sebaiknya kamu minta dia pulang." Katanya setelah beberapa saat. "Cafe sudah mau tutup."

Ya. Dari pertemuan mereka sore tadi, Calvin tetap berdiam di tempatnya. Masih dengan pandangan menatapnya. Apapun yang Angel kerjakan, tak luput dari pandangan lelaki beriris abu-abu itu. Tentu Angel merasa risih, tapi ia tak tahu apa yang harus ia lakukan.

"Kalau gitu, aku pulang duluan ya!!" Kata Ranty sembari melambaikan tangan.

Angel membalas lambaian tangan Ranty sebelum mempersiapkan diri untuk pulang.

Cafe sudah sangat sepi. Hanya ada dia dan Gino, salah satu koki di cafe itu di dapur. Dan Calvin yang duduk di sana.

"Udah sana pulang, biar aku yang beresin sisanya." Sela Gino pelan. "Kasian temen kamu menunggu lama."

Angel tetap kekeh membersihkan bahan-bahan yang berserakan di meja tanpa menghiraukan Calvin yang menatapnya dari jendela kaca. "Dia tidak menungguku."

"Ayolah, Ngel." Balas Gino yang masih mencuci piring. "Semua orang melihat kalian berpelukan tadi."

Angel bisa merasakan pipinya memanas. Oh my god? Apa tadi?

"Tuh pipimu merah." Gino terkekeh pelan. "Blushing."

Angel yang tertangkap basah segera mengalihkan pandangan. Gino semakin terkekeh. Ia mencolek pipi Angel sehingga sisa sabun di tangannya menempel pada pipi gadis itu. Angel membalas dengan mencubit pipi Gino dan terjadilah aksi cubit-mencubit. Tanpa sadar, ada yang tengah terluka.

--

Calvin masih di sana. Menatap Angel yang menghindarinya dari jendela kaca yang menjadi penghubung tempatnya berada dan dapur. Gadis itu sedang berbicara dengan seorang pria yang berusia kisaran pertengahan 20-an. Pria itu mencuci piring sedangkan Angel membersihkan sisa sayuran di meja.

Entah apa yang mereka bicarakan, Calvin tak bisa mendengar. Tetapi, emosinya begitu mendidih ketika lelaki itu mencolek pipi Angel, sehingga ada noda sabun tertempel di pipi gadis itu. Angel membalas dengan mencubit pipi lelaki itu. Hal itu menjadikan awal dari proses cubit-mencubit keduanya. Calvin menggertakkan rahangnya ketika melihat tawa yang diperlihatkan Angel. Tetapi itu bukan karenanya. Tawa itu untuk laki-laki lain.

Calvin membuang wajah. Memilih mengamati jalan raya yang tampak macet. Wajar saja, ini baru jam 8 malam. Hiruk pikuk ibukota tentu masih terlihat.

Pintu dapur terbuka. Calvin tersadar. Angel keluar bersama lelaki itu. Calvin menghampirinya. Lelaki itu mencoba menahan emosi. Ada sesuatu yang ingin ia sampaikan pada Angel.

"Angel. Aku ingin bicara." Ucap Calvin. Ia menatap lelaki yang berada di samping Angel. Lelaki itu tersenyum padanya sebelum menatap Angel dan kembali tersenyum. Memberi kode bahwa akan memberi waktu mereka berdua.

Angel mengangguk. Lelaki itu pun pamit dan keluar terlebih dahulu dari pintu cafe.

Angel mengikuti Calvin ketika keluar dari cafe. Tak lupa mengunci pintu cafe sebelum masuk ke mobil mewah berwarna silver itu.

Suasana di mobil tampak hening. Tak ada yang berbicara hingga mereka tiba di sebuah restoran cepat saji. Calvin keluar diikuti Angel di belakangnya.

Mereka duduk berhadapan. Angel hanya menatap Calvin tanpa berbicara, membuat lelaki itu jengah.

"Katakan apa yang ingin dibicarakan!!" Perintah Angel datar. "Aku mengantuk."

Calvin mencoba meraih jemari Angel yang berada di atas meja, tetapi gadis itu menolak. Calvin hanya mendesah pelan sebelum mengatakan maksudnya. "Aku hanya ingin mengatakan papamu sudah sadar dari koma tiga hari lalu. Ia mengatakan begitu merindukanmu."

Calvin dapat melihat perubahan ekspresi di wajah Angel. Ia tak tahu apa yang ada di otak cantik gadis itu sehingga ia kembali melanjutkan. "Kau tenang saja, aku yang akan membiayai semua pengobatan papamu. Aku berjanji. Tapi kumohon kembalilah bekerja untukku."

Angel senang, papanya sadar. Tetapi janji tetaplah janji. Ia tak ingin Calvin terlibat dalam kehidupannya yang penuh kemalangan. Ia takut, Calvin akan terluka bersamanya.

"Terima kasih, tapi aku tidak butuh." Jawab Angel mencoba datar. "Katakan pada papa, aku baik-baik saja."

Selama ini, Angel mengganti nomor ponselnya, sehingga Emily tak dapat menghubunginya untuk mengabarkan papanya sudah sadar. Hanya Cristine yang mengetahui nomornya, untuk memastikan Angel benar-benar pergi.

Ponsel Angel bergetar. Ia meraih ponsel itu dan tercekat melihat apa yang tertera di sana.

Foto dirinya dan Calvin di restoran ini. Siapa yang memotretnya. Dan kenapa Cristine bisa memilikinya. Angel memperhatikan sekelilingnya. Sepertinya tak ada orang yang mencurigakan satupun.

Kau mengingkarinya. Kau harus mendapat ganjarannya.

Angel bergidik ngeri membaca serangkaian kalimat yang ada di bawah foto itu. Ia bergegas berdiri. Meninggalkan Calvin yang masih termangu di tempatnya.

--

Be My Angelजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें