Prolog

517 12 0
                                    


Aku terisak-isak ketika Cassy, sahabatku itu menatap kosong wajah ibunya yang kini kaku di depan kami. Dia tak menangis. Sungguh. Aku bahkan tak tahu apa yang kini bersarang di benak gadis yang baru menginjak 12 tahun seperti aku itu. Ia hanya menatap ibunya kosong, tanpa ekspresi apapun di wajahnya.

Aku menyadarkannya. Menepuk bahunya pelan seakan mengatakan padanya bahwa ia tidak sendiri. Untungnya, Cassy tersadar dan menatap sekeliling. Rumah Cassy yang sederhana ini tampaknya sudah ramai oleh sanak family yang berkumjung.

"Kau mau minum atau makan sesuatu?" Tanyaku setelah beberapa saat.

Ia hanya menggeleng. Tanpa suara. Membuatku menghela napas panjang untuk ke sekian kalinya.

Oke. Mungkin aku berperan penting untuknya mulai detik ini.

"Kau belum makan dari kemarin malam, Cassy." Kataku belum menyerah. Oh tentu saja, aku peduli dengan gadis di sampingku ini. Dia sudah kuanggap menjadi saudaraku sendiri. "Aku yakin ibumu juga tidak ingin kau seperti ini, Cas."

Cassy sepertinya mendengar ucapanku. Karena itu, ia mengangguk. Aku terdiam sebentar sebelum beranjak mengambil sesuatu yang bisa dimakan di meja prasmanan.

"Ini."

Aku meletakkan sepiring nasi rendang dengan sebotol air mineral di hadapannya. Beberapa menit, Cassy hanya menatapku tanpa berkata. Membuatku mengernyit heran.

"Bagaimana nasibku setelah ini, Ngel?" Tanya Cassy setelah beberapa saat. Wajahnya masih terlihat datar, tanpa ekspresi. Tak lama, ia menelungkupkan wajahnya di kedua telapak tangan. Bahunya perlahan berguncang. Ia menangis.

"Aku sudah tak memiliki siapapun lagi, hanya mama. Dan sekarang, dia meninggalkanku juga." Ucap Cassy lagi.

Akhirnya setelah sekian lama, ia kembali berbicara padaku. Setidaknya, aku ingin ia mengeluarkan semua yang menjadi bebannya, hingga ia sedikit merasa lega.

"Kenapa hidup ini tak adil sekali? Aku hanya gadis lemah yang masih membutuhkan orang dewasa. Aku butuh mama. Aku butuh papa. Tapi kenapa mereka meninggalkanku?" Tanya Cassy seakan berbicara pada dirinya sendiri.

Aku menepuk pundaknya pelan. Mengirimkan rasa tenang kepadanya. Aku memang cengeng. Sedari tadi mataku sudah tergenang. Tapi, aku berusaha lebih kuat untuk menenangkan Cassy.

"Kamu masih belum sendiri, Cas." Ucapku setelah kurasa ia sudah selesai dengan ucapannya, meski masih terdengar isakan kecil. "Aku disini, kau lupa?"

Beberapa saat kami masih berada di posisi ini. Cassy yang menumpahkan tangisnya sementara aku mengusap punggungnya lembut, seakan menegaskan bahwa aku akan selalu ada untuknya.

Karena hidup memang tak pernah ada kata adil bagiku.

---

TBC

Thank Youuu😙😙

Be My AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang