Kris memutar tubuhnya menghadap Alena. Dia tersenyum, sambil membungkuk sedikit menyeimbangkan tinggi mereka. "Jangan bermimpi aku akan menyukai seorang office girl ceroboh sepertimu!" bisiknya tepat di telinga Alena.

Kata-kata itu berhasil menohok tepat ke ulu hati hingga rasanya sampai ke dasar jantung. Padahal niat hati hanya ingin bercanda. Ia juga sadar diri siapa dirinya di sini tanpa Kris menegaskan status pekerjaannya juga. Sebelum Alena berhasil membalas, sedetik kemudian tubuh Kris tersingkir ke arah samping akibat dorongan tiba-tiba di bahunya dari arah belakang. Dia, lelaki asing itu yang mendorong tubuh Kris. Posisi Kris tergantikan oleh lelaki itu yang sekarang berdiri tepat di depan Alena.

Air muka Alena yang sendu, tak mampu ditutupi dan ia pun merasa terselamatkan dengan kehadiran lelaki itu. Setidaknya mungkin Kris tidak akan menyadari perubahan ekspresinya dalam sekejap. Kenapa dia terus saja mengingatkannya bahwa ia tidak pantas untuknya dan tidak akan pernah pantas?

Ia tahu, ia yang salah. Memang ia yang salah...

Kata-katanya selalu saja berhasil membuatku jatuh, sejatuh-jatuhnya.

"Kamu Alena, bukan? Apa kamu tidak ingat aku?" tanya lelaki itu pada Alena tanpa menghiraukan Kris yang meringis hampir terjungkal di samping. Dada Alena yang masih terasa sesak akan ucapan menyakitkan yang terlontar dari bibir Kris, berusaha ditekankan. Ia memusatkan perhatiannya pada lelaki asing itu.

Alena mengangguk, lalu menggeleng tanpa bersuara.

"Apa maksudnya anggukan dan gelengan itu? Aku tidak mengerti," ucapnya menggaruk kecil kepalanya.

"Iya, aku Alena. Tapi tidak, aku tidak ingat siapa dirimu."

Lelaki asing itu menangkup wajah Alena. "Coba kamu perhatikan lagi," pintanya penuh harap.

Alena terkesiap dengan sentuhan tiba-tiba lelaki itu di kedua pipinya. Ia sedikit mundur, menatapnya lekat berusaha mengingat-ingat seraya tetap mencoba menetralkan ekspresinya setenang mungkin. Bisa gawat jika orang kota yang terkenal dengan kehidupan dewasanya tahu— bahwa sentuhan kecil ini sudah berhasil membuatnya ketat-ketir.

Si Alena meuni ndeso pisan...

Wajahnya, hidungnya, matanya. Lelaki ini benar-benar terlihat sangat tampan dan familier. Tapi, karena ia memiliki ingatan yang sangat buruk sehingga apapun tentangnya tidak bisa diingatnya. Ia bisa mendengar samar gebrakan di meja, namun tidak diacuhkan. Begitu juga dengan lelaki itu yang tak memedulikan. Mereka berdua terlalu sibuk saling adu pandangan mencangkul memori masa silam.

"Gadis SMA, motor pespa, kegelapan di tengah sawah...," katanya mengukir senyum.

Tunggu... loading~

"Kamu ... Kak Vano?!!" pekik Alena nyaring tidak percaya dengan ingatan yang melintas di kepala.

Lelaki itu mengangguk-anggukkan kepalanya antusias. Alena pun secara spontan berhambur ke dalam pelukannya tanda balasan pelukan yang tidak ia anggap sebelumnya. Alena memeluknya dan tidak menunggu lama Vano pun langsung membalas pelukan hangat itu. Alena sendiri tidak tahu kenapa ia memeluk lelaki yang bernama Vano ini. Apa karena ia senang melihatnya, ataukah karena ia membutuhkan sebuah pelukan untuk penopang dari sesak yang ia rasa.

Tapi selang beberapa detik kemudian..

Brakk....

Sebuah kursi terjungkir balik dengan dentuman yang cukup kencang beradu dengan lantai. Sontak mereka pun menguraikan pelukan. Alena melihat Kris di samping kursi itu yang sedang menatap ke arah luar sebelum tatapannya kembali lagi pada kursi itu.

"Aduh, aku nggak sengaja menendangnya." Cicit Kris, tapi ekspresi wajahnya mengatakan sebaliknya.

Alena cuma memutar bola mata malas untuk melihatnya. Ia tidak mengerti dengan perasaannya sekarang. Rasanya terlalu campur aduk. Di sisi lain ia begitu menyukainya hingga rasanya ia ingin berhambur ke pelukannya. Tapi di sisi lain, ia juga begitu membenci sifat semena-mena Kris sampai kadang tangannya begitu gatal ingin mencekiknya.

My Cute Office GirlOnde histórias criam vida. Descubra agora