Chapter 45 : Joshi Hera

138 20 7
                                    

Aku samasekali tidak bisa tenang setelah mendengar berita kalau Mahari sedang berada di Life Game Babak ke 2. Bagaimana itu bisa terjadi? Kenapa dia bisa pergi ke sana tapi aku tidak bisa?
“Sial, itu terus menghantuiku.”
Aku turun ke lantai bawah untuk mengambil minum. Aku hanya bisa terduduk tanpa bisa memikirkan hal yang masuk akal. Aku sangat ingin membantu Mahari tapi aku bingung caranya. Rasanya aku sulit untuk berpikir lagi belakangan ini.
Mataku lelah tapi aku tidak bisa tidur. Bagaimana bisa tidur jika Mahari sedang berjuang sendirian apalagi setelah mendengar teleponnya dia sedang dalam bahaya. Aku takut terjadi apa-apa padanya.
Aku sangat ingin membagikan kekawatiranku ini pada seseorang. rasanya butuh teman bicara disaat-saat seperti ini. Apalagi sekarang aku sudah punya dua teman yang mau mendengarkan ceritaku dan mengerti situasiku saat ini. Mereka sangat mengerti karena mereka juga merasakannya.
Tangannya menekan layar ponsel. Pertama aku menelpon Kentarou tapi dia tidak menjawab jadi aku menelpon Takuma. Dia menjawab.
“Ada apa?”
“Aku tidak bisa berhenti memikirkan Mahari.”
“Aku juga. Ini membuatku sedikit gila sepertinya.”
“Kau ada di mana?”
“Kenapa? Aku ada di rumah.”
“Aku akan ke rumahmu. Di sini sangat berisik, aku jadi tidak bisa mendengarmu. Tunggu aku dua puluh menit lebih, oke. Aku sedang tidak jauh dari rumahmu.”
Setelah itu aku hanya bisa duduk di sofá sambil menunggu Takuma datang. Tanganku terus mengepal kuat-kuat dan aku bisa merasakan tanganku sudah berkeringat.
Bel berbunyi dan aku segera membukakan pintu. Takuma datang kurang dari lima belas menit dan dia langsung memberikan kopi yang ada di dalam kantong plastik putih yang dia bawa. Dan aku menerimanya.
“Kau mampir ke kafe dulu?”
“tidak. sebenarnya tadi aku ada di kafe.”
Joshi hanya mengangguk.
“Jadi bagaimana perasaanmu? Ya, aku juga sedikit-sedikit menjadi gila belakangan ini. Apalagi Mahari sendirian.”
“Bagaimana ini? Aku sangat panik. Aku mendengar kata Life Game babak 2 saja membuat jantungku mau meledak. Apalagi Mahari sudah menegaskan kalau dia memang berada di sana.”
Takuma menatap kopinya dengan tatapan kosong. “Aku juga tidak bisa tenang. Tapi kita harus percaya pada Mahari. Pasti dia bisa melakukan yang terbaik. Sebaiknya kita pikirkan lagi untuk bisa menyelamatkannya.”
Aku menarik napas dalam-dalam. “Kita sudah ke website Life Game tapi tetap tidak bisa. aku bingung kenapa dia mau ke Life Game lagi.”
“Joshi, Kaito masih di sana.”
“Tapi itu berbahaya.”
“Aku tidak tahu apa yang ada dipikirannya Mahari tapi aku yakin dia selalu melakukan apa saja yang sudah ada di pikirannya. Dia itu sungguh keras kepala. orang lain tidak bisa mengubah isi kepalanya hanya dia yang bisa. ingat saat Kaito dalam bahaya di gua walaupun aku sudah menghasutnya kalau mungkin saja Kaito akan menghianatinta?” aku mengangguk, Takuma melanjutkan. “Mahari tetap ingin percaya padanya. Dia sulit dihasut.”
“Aku sejutu.” Tanpa sadar aku merasa ada yang menjanggal di dadaku. “Mahari dan Kaito sangat baik padaku. Mereka menyelamatku waktu itu dan percaya semua akan menjadi lebih baik. Mengingat itu saja sudah membuatku sedih apalagi mereka masih di sana berjuang sedangkan aku orang yang telah mereka selamatkan tenang dan selamat dati permainan maut. Aku sulit menerima kenyataan ini.”
Takuma berjalan ke arah Joshi dan memeluknya. Ini baru pertama kali Takuma melihat Joshi sekhawatir ini. Lalu Takuma memeluknya. “Kaito dan Mahari pasti senang kau berada di sini. Kita di sini tidak bersenang-senang merayakan keselamatan kita tapi kita juga sedang berusaha semampu kita untuk melakukan yang terbaik. Kau ingat, kan waktu itu Mahari menelponmu di saat dia sedang butuh bantuan untuk mendapatkan kode? Kita membantunya. Kita menerobos masuk tanpa izin ke sekolah. Jadi jangan merasa kita tidak melakukan apapun. Kau sudah melakukan yang terbaik.”
Entah kenapa perkataan Takuma membuatku agak sedikit tenang. Aku sangat senang dia bisa memberikan semangat di saat aku seperti ini. Aku tahu rasa sesak di dadaku masih ada tapi setelah mendengar semua perkataan Takuma rasanya beberapa sesak di dada sudah agak menghilang. Aku merasa sedikit lega.
“Kau takut kehilangan Mahari?”
Takuma melepaskan pelukannya. Dia tersenyum masam. “aku takut terjadi apa-apa padanya. dia perempuan, sendirian di tempat menyeramkan, aku tahu dia pemberani dan kuat tapi tetap saja aku takut dia terluka. Apalagi sudah beberapa bulan tidak mendengar kabarnya. Aku sedikit takut. Rasanya sangat mematikan jika memikirkan saja. Sebenarnya aku masih tidak terima kalau Mahari lebih memilih Kaito tapi jika benar dia menyelamatkan Kaito, itu berarti tidak ada yang melindunginya. Hanya dirinya sendiri yang berjuang karena Kaito tidak ada bersamanya.”
Aku merasa ini pertama kalinya Takuma terlihat sebegitu khawatirnya terhadap Mahari dan sangat gelisah. Selama ini dia selalu tersenyum dan tertawa saat diledek oleh aku atau Kentarou. Aku tidak pernah melihat sisi Takuma yang satu ini. Sangat kacau.
“Mahari itu gadis yang kuat.”
“Aku tahu. Dia punya tekad yang besar. rasanya aku malu pada diriku sendiri.”

Life GameWhere stories live. Discover now