Chapter 14 : Kaito Kano

1K 100 6
                                    

Tubuhku berpindah tempat di sebuah ruangan dengan banyak darah di tembok. Warnanya sebagian sudah menjadi coklat dan ada yang masih terlihat baru. Sebelumnya aku diberi tahu oleh Yusa bahwa 'teman seatap' Gurume telah dibunuh pada awal pertemuan tapi tidak mungkin darahnya masih terlihat begitu merah dan segar di tembok. Salah satunya itu milik Gurume atau Yusa.

Gurume ternyata sudah memperhatikanku sedari tadi di pojok ruangan sambil bertepuk tangan. Wajah aslinya mulai ditampakkan seakan dia adalah pesikopat nomer satu di dunia. Dia menatap dengan salah satu mata tertutup karena terdapat goresan cukup panjang dan mengeluarkan begitu banyak darah. Dia tersenyum seakan itu tidak sakit sama sekali bahkan di tubuhnya juga terdapat bekas tusukan pisau yang nampak baru. Aku mulai menaikan kuda-kuda, siap menyerang. Pistolku sudah dalam posisi dikokang selalu jadi hanya perlu menembak.

          "Dimana Yusa?" sambil mengarahkan pistol ke arahnya.

          "Kau tahu? Mahari-chan bukan saja lihai dalam soal tembak-menembak, dia juga sangat ahli dalan tusuk-menusuk. Lihat betapa banyak luka yang telah dibuatnya di tubuhku yang begitu sempurna ini."

          "Dimana Yusa?!" kuulang lagi.

          "Apa kau mengabaikan perkataanku? Aku hanya membuat kesalahan dalam berbicara dan ternyata ingatanmu sangat tajam walaupun itu perkataan ketika kita pertama kali bertemu. KUBUNUH KAU!"

          Suara tembakan dari arah kanan membuat Gurume terjatuh yang ternyata Yusa yang melukannya. Segera mungkin aku mengambil konsol milik Yusa yang berada di kantung celana Gurume dan menembak tepat di jantungnya dan Yusa berlari mendekat dengan pisau di tangan yang penuh dengan darah. Hanya seperkian detik, kepala Gurume sudah terpisah dari tubuh yang dianggapnya sempurna  itu dan terjatuh ke tanah berselimpah darah. Aku menendang kepala Gurume layaknya bola kaki. Aku dan Yusa menekan tombol 'go to home' secara bersamaan.

          Kami terjatuh di ruang tamu dalam keadaan bokong yang terlebih dahulu mendarat. Aku hanya bisa mengelus dan berdiri memberikan konsol milik Yusa. Yusa tidak menerimanya melainkan hanya tertawa. Aku hanya bisa memperhatikannya dengan tatapan 'aku tidak mengerti maksudmu'.

          "Kano, gerakanmu tadi sangat lambat. Seharusnya kau langsung tembak. 'Dimana Yusa?' aku sempat berpikir, 'apa yang Kano lakukan? Bodoh'"

          Jadi itu yang dia tertawakan. "Aku lebih suka memakai cara itu." Dia berhenti tertawa dan menerima konsolnya. "Jadi apa yang kau dapat?"

          "Aku tidak mandapat apapun. Gurume tidak mengatakan apapun tapi yang terpenting adalah dia memalsukan identitas. Jika diingat, kita tahu semua informasinya dari gosip yang tersebar dari mulut ke mulut, kemungkinan dia memanipulasi ingatan. Aku juga tidak tahu itu benar atau tidak, yang kupikirkan kenapa peserta mengatakan itu. Hanya ada satu jalan yaitu dapat memanipulasi pikiran."

          Itu sedikit kompleks. Jika memang dapat memanupulasi pikiran, pasti kita semua telah dikendalikan, tidak mungkin bergerak sesuai kemauan. Pendapat itu masih belum kuterima.

          "Menurutku tidak."

          "Apa Kano punya pendapat lain?"

          "Jika memanipulasi pikiran, tidak mungkin kita masih hidup dalam keadaan 'bebas'. Menurutku ada orang lain yang melakukannya." Aku mulai duduk di tangan sofa sedangkan Yusa masih di lantai.

          "Aku tidak mengerti."

          "Ada orang lain yang sengaja menyebarkan identitas palsu Gurume dan Gurume pasti bekerja sama dengannya karena dia juga mengatakan hal yang sama dengan kebohongan yang telah tersebar"

"Mungkin saja teman 'seatap' yang menyebarkan kebohongan itu. Gurume pasti memberi tahu identitas palsunya."

"Tidak." Sangkalku. "Semua 'teman seatap' Gurume tidak ada yang dibiarkan lolos begitu saja karena setiap pertemuan Gurume mungkin akan selalu menyerangnya sampai mati. Pada awal pertemuanku dengan Gurume, dia tidak ingin memberitahu identitasnya dan hanya nama yang diberikan."

"Jadi?" Yusa mulai berpikir keras.

"Masih ada dalang lain dibalik permainan Life Game."

Yusa hanya diam membatu. Ini memang tidak masuk akal. Pemikiranku belum tentu benar, ini hanya sementara. Tapi aku yakin masih ada lagi dalang yang berbuat curang. Dari semua yang terlintas di pikiranku adalah pertanyaan, siapa pembuat dari permainan Life Game. Gurume juga mengatakan peserta di sini memang sudah ditakdirkan, jadi pasti ada yang mengawasi kami dari awal. Siapa? Pertanyaan besar yang sulit untuk ditemukan jawabannya.

          "Apa yang harus kita lakukan?"

          "Sebaiknya kita ikuti saja jalan permainan. Jika menemukan sesuatu yang mengganjal baru kita akan membuat rencana." Aku menatap Yusa. "Sebaiknya kau obati lukamu. Lukamu cukup parah. Apakah itu terkena pisau?" Jadi dia berlari dengan kaki berdarah seperti itu?

          "Daijoubu. Aku sudah meminum sebotol 'nyawa'."

          Aku masuk ke kamar Yusa dan mengambil obat-obatan. Aku duduk di lantai menemani Yusa dan mengoleskan obat oles pada lututnya yang terluka. "Jalan kerja 'nyawa' sangat lambat. Jika seperti ini seharusnya kau meminum 2 'nyawa'. Apa kau mengambil 'nyawa' milik Gurume?"

          Yusa menatap lututnya lekat-lekat. "Aku gagal. Sebenarnya 'nyawa' milikku sudah habis. Gurume memecahkan semua botol milikku."

          "Apa?! Lima botol sekaligus?" Mataku membelalak tidak percaya.

          "Saat itu aku sedang tidak sadar kalau tasku sedang di tangan Gurume. Jangan marah Kano. Aku bisa menjaga diriku."

          "Aku tidak marah, aku mengawatirkanmu. Kau itu ceroboh walaupun kau peka terhadap sekitar." Apa yang sedang kukatakan. "Hmmm... lebih baik kau ambil saja nyawa milik Takashi di kamarku."

          "Tidak perlu. Kita sudah sepakat bahwa Kano mengambil 'nyawa' milik Takashi dan aku mengambil 'nyawa' milik Korune."

          "Satu cukup untukku." Yusa tetap menggeleng. "Baiklah kita bagi rata. Kau dua dan aku dua. Setuju?" Aku mengulurkan tangan dan disambut Yusa dengan sedikit keraguan.

Life GameWhere stories live. Discover now