RATIH

4.9K 259 3
                                    


Hari demi hari dilalui oleh Nana, tanpa menyinggung siapa pemilik cincin yang hingga kini masih tersimpan rapi disudut laci ruang kerja Mas Gema-suaminya. Nana enggan bertanya lebih lanjut, ia takut.. takut kalau apa yang ia bayangkan selama ini menjadi nyata. Tapi tak bertanya juga membuat hatinya setiap hari menjadi resah dan gelisah. Memikirkan wanita pemilik cincin indah itu, apa setiap hari mereka bertemu. Sekelebat pikiran buruk terus bermain dalam imajinasi Nana.

Nana meraih ponselnya dan mencari kontak sahabat baiknya. "Hei Lin, elo ada dimana?" sapa Nana di sambungan ponsel. "wassapshay, telepon nanya kabar kek, ini malah langsung nanya ada dimana. Pasti elu butuh gue ya?" suara pria bernada renyah itu membalas Nana dengan menggoda. "Hehe...tau aja lo, gue mau minta tolong nih. Minggu ini lo bisa dateng kerumah? Urgent banget soalnya. Yayayayaya..." rayu Nana. "Hmm.gue liat schedule dulu yaa. Takutnya malah gue ada meetup sama fans lagi. Kan repot" goda Lin. "haaaa sok kecakepan banget sih. Pokoknya gue mau, elu kerumah hari minggu ini yaaaaaaaaaa.. gak alesan. TITIK" ancam Nana main – main. "beuh.orang minta tolong baek – baek bukkk. Ini malah ngancem. Kasih sajen ye kalo gue kesana. Jangan bilang kalau mau makan-minum ambil sendiri. Gak sopan banget, tamu di suruh ngambil sendiri. Bwehhh..." ejek Lin tertawa.

"Deuh gitu aja ngambek. Kan kalau elu kesini, gue selalu bilang; anggep rumah sendiri. Yaa semuanya ambil sendiri dong. Wkwkkw. Tapi khusus besok gue kasih sajen deh. Elu mau makan apa?, Gue masakin." rayu Nana. "Nah, gitu dong. Sebagai tuan rumah memang harus melayani tamunya dengan baik. Etapi.. skip deh gue gak mau dimasakin sama elu. Hambar cyinn!" tawa Lin membuncah. "Siyal, yowes nanti pesen aja sama abang ojek online buat pesenin makanan yang elu mau. Jadi fix bisa kan ya?" tanya Nana sekali lagi. "Iyee..tuan putri kaya gue punya pilihan lain aja selain kata iyesh." jawab Lin. "maaciw ya.." tutup Nana tertawa.

Nana berencana memanggil Lin datang kerumahnya akhir pekan ini. Kebetulan mas Gema tidak ada jadwal keluar kota ataupun visit ke kantor. Jadi mas Gema akan dirumah seharian. Dirinya butuh sosok Lin untuk melancarkan misinya dalam menyadap ponsel suaminya.


**

Sesampainya Lin di rumah Nana, ia disuguhkan oleh kudapan kesukannya. Tak lama Sasa menghampiri dan mengajak untuk bermain di halaman belakang. "Om...main bareng sama Sasa yuk. aku punya mainan baru." ujar Sasa polos dengan mata bersinar lebar. "Siyap Sasa sayang.. om penasaran nih kamu punya mainan apa" senyum Lin.

Tak lama mas Gema menghampiri Nana yang berada di dapur, "Sayang, kamu kenapa mengundang Lin untuk makan siang bareng kita?" tanya mas Gema penasaran. "gak apa mas, Lin kangen sama Sasa katanya. Toh sebulan ini aku juga gak ketemu dia karena sibuk banget sama urusan kantornya, kan kamu juga janji gak akan berpikir yang aneh – aneh. Karena Lin sahabat aku satu – satunya" jawab Nana santai.

Dengan berat hati, Mas Gema mengijinkan Lin untuk tetap ada dirumahnya. Padahal ia ingin bercengkrama dengan keluarga kecilnya di hari minggu.Secara Gema hampir tidak punya waktu karena kesibukannya yang tak mengenal hari.

Nana berbicara tentang rencananya itu kepada Lin, awalnya dia menolak. Biar bagaimanapun itu urusan Nana dengan suaminya, ia tak mau ikut campur. Apalagi ini menyangkut privasi. Lin takut bila ketahuan nanti ia akan dituntut oleh mas Gema yang notabene memiliki koneksi yang cukup kuat dalam pemerintahan pusat. Membayangkannya saja sudah merinding, apalagi melakukan tindakan nekat itu. Tapi, Lin juga enggak tega hati buat tidak membantu Nana. Jika dibiarkan pastinya Nana akan berbuat nekat lagi, ia sangat paham watak sahabatnya itu.

"Lin, bantu gue kali ini aja, lo cukup mengalihkan perhatian mas Gema" pinta Nana lirih. "Gue gak bisa ngelakuin ini sendiri, karena mas Gema sangat ketat sekarang sama ponselnya. gak tau kenapa. Gue mau unduh aplikasi yang dari elu kemarin buat sadap semua kegiatan mas Gema di ponselnya" lanjut Nana. "Hmm...tapi kalau ketauan gue gak mau disangkut-pautin ya" ancam Lin serius. "Iyaaaa...Linn.. jadi, mau ya tolong gue?" pinta Nana sekali lagi. "Baiklah.....sebagai sobat lo, apa sih yang enggak. abis ini jangan minta yang aneh - aneh lagi yak. pliss." Lin memohon.

Sesuai rencana, Lin membuka obrolan santai dengan mas Gema di ruang televisi. Bahasannya macam – macam, yang penting mas Gema fokus sama dirinya bukan ponsel yang ada di dekatnya. Tapi, Lin pun bingung, bagaimana Nana mengunduh aplikasi sadap sedangkan ponselnya itu tidak jauh dari posisi duduk mas Gema. Nana tidak kehilangan akal, ia pura - pura berdalih ikutan ngobrol. sambil tersenyum manis, dirinya mendapati ponsel mas Gema sudah ada dalam genggamannya. Seribu cara Nana lakukan untuk membuat alasan supaya ia bisa memisahkan diri dari mas Gema serta Lin. Begitu berhasil, Nana bergegas jalan menuju kamarnya.

Dengan gerak cepat, Nana membuka link yang disematkan dalam emailnya. Ia membuka emailnya itu dari ponsel mas Gema. Setelah link dibuka muncul aplikasi penyadap milik Lin, segera ia install aplikasi tersebut di dalam ponsel suaminya. Ternyata, proses install yang memakan waktu lumayan lama membuat hatinya berdegum kencang, pasalnya mas Gema memanggil dan minta agar segera dibawakan minuman kesukaannya.

"duuh.cepetan dong loadingnya, bisa gawat ini kalau mas gema tau ponselnya ada ditanganku" gelisah Nana. Akhirnya Tanda aplikasi sudah ter-install pun sukses. Karena tipenya memang untuk menyadap jadi aplikasinya langsung hidden. Kecuali, jika mas Gema merasa ponselnya disadap serta melihat history baru jejak aplikasi sadap yang ia install akan ketahuan.

Nana membawakan dua gelas berisikan minuman dingin untuk suami dan juga Lin. Ia duduk disamping suaminya itu, dan dengan cepat mengembalikan ponsel mas gema ke posisi semula. Untungnya Lin pandai mengalihkan perhatian, kalau tidak, salah sedikit Nana bisa ketahuan.

***
Hari Sabtu, waktu yang seharusnya dipakai untuk bercengkrama bersama keluarga tercinta. Namun tidak untuk Nana. Mas Gema mendapat telepon dari klien dan harus secepatnya tiba di kantor. Nana mulai merasakan firasat buruk. Kenapa setiap hari sabtu tiba, Mas Gema selalu membuat alasan untuk datang ke kantor.

Memang, Nana mengakui bahwa pekerjaan suaminya harus stand by on call 24 jam karena terkait dengan masalah pelayanan pelanggan. Walau tidak langsung sebenarnya. Tapi masa iya setiap minggu dan hari sabtu datang ke kantor. Sedangkan kerjaan Mas Gema tidak melulu melayani keluhan klien.

"Mas, masa tiap hari libur harus datang ke kantor sih? Memangnya kamu robot, nanti kalau sakit gimana?" Raut wajah Nana khawatir. "Ingat, kamu juga udah buat janji sama dokter Xien bulan depan buat kontrol. Belum lagi, kamu hampir enggak ada waktu buat bermain bersama Sasa. Kasian mas, dia juga butuh figur bapak. Bukan mainan yang selalu kamu belikan setiap kamu pulang kerja." Lanjutnya.

"Ya mau gimana sayang, ini memang kerjaanku. Nanti begitu lowong urusan kantor kita liburan ke Malaysia sekalian berkunjung ke dokter Xien." ujarnya tanpa memandangi Nana. mas Gema bergegas masuk ke dalam mobil setelah mencium kening Nana, "Aku berangkat dulu ya.". "Iya mas, take care. kabarin kalau udah sampai kantor ya." balas Nana.

Setelah mas Gema pergi, Nana ada feeling bahwa ia harus mengikuti mas Gema ke kantor. Nana langsung memanggil supir dan mengikuti mobil mas Gema.

***
Di kantor, ruangan pantry.

Gema mendatangi seorang wanita dan menyapa "Hai ratih, udah lama ya nunggunya? Maaf tadi istriku curiga." ujar Gema dengan nada usil.

"Ahh.. Massss aku udah lumutan nih nunggu di pantry. Setiap ada karyawan yang datang mereka selalu nanya ngapain aku hari libur gini masih masuk" jawab ratih genit.

"Yuk, kita jalan aja sekarang. Daripada ngobrol di sini, takut tembok dengerin repot urusannya" tawa Gema.

Ternyata, feeling Nana untuk mengikuti Gema sampai kantor dirasa tepat. buktinya, kini ia menyaksikan adegan yang diluar ekspektasinya. Mas Gema tak pernah seramah itu terhadap Nana, biasanya ia hanya berbicara seperlunya. Yang ia saksikan kini, Mas Gema bersenda-gurau dengan wanita bernama Ratih, wanita si pemilik cincin.

Tanpa sadar, bulir air turun dari kelopak mata Nana. kian deras hingga ia terisak - isak tak berdaya. Nana bersadar di sisi tembok, mengintip kepergian Gema dan Ratih. Kenapa tak seorangpun yang memberitahunya, bahkan rekan mas Gema ikutan bersekutu dengannya. Dada Nana terasa sesak. sakit seperti ditusuk sebilah pisau berkali - kali, menghujamnya hingga ke dasar jantung.

Nana segera menghapus air matanya, ia tak mau terlalu larut dalam kesedihan. Yang ia butuhkan adalah bukti. Nana mengeluarkan ponsel dan memencet nomor, "Pak Indra, tolong bersiap di lobby." pinta Nana kepada supir agar menjemput dirinya. Nana bergegas jalan menyusul Gema dan Ratih. setibanya di Lobby, Nana melihat mobil Gema sudah melaju. Ia pun menyuruh Pak Indra untuk membuntui mereka. 

HATI YANG LAINWhere stories live. Discover now