40. Selesai

46.9K 2.4K 234
                                    

Aku mematut diriku didepan cermin besar dihadapanku. 2 jam lagi pemberkatan akan dimulai. Aku sudah memakai gaun putih pengantinku, tapi belum sempurna. Bagian rok masih ada tambahan rumbaian panjang.

Aku menggerakkan tubuhku melihat setiap sisi dari diriku. Aku tidak menyangka hari ini tiba. Hari dimana aku akan menikah dan ketika aku serius memperhatikan diriku di cermin timbul suara pintu dibuka, lalu dikunci dari belakang kiriku.

Aku membalik tubuhku untuk melihat siapa yang masuk. Kemudian, seketika itu juga aku mematung. Tubuhku kaku dan jantungku mulai berpacu cepat.

"A... A... Abvale."

Abvale tersenyum, berjalan mendekatiku.

Dia memakai jas hitam dengan kemeja putih dibaliknya. Rambutnya sedikit acakan seperti habis terkena angin yang cukup kencang.

"Untuk apa kau kesini?" tanyaku dengan suara yang tercekat masih kaget dengan kehadirannya yang tiba-tiba.

"Untuk membawamu pergi dari sini," sahutnya santai.

Aku memundurkan langkahku dan Abvale semakin maju.

Aku segera meraih gunting yang ada diatas meja rias, lalu mengacungkannya kedepan, berusaha mencoba mengancam Abvale.

Dia terkekeh pelan, lalu memerengkan kepalanya dan menatapku penuh dengan siratan cemooh. "Kau pikir aku takut dengan sebuah gunting? Lagipula, aku yakin kau tidak akan berani mengayunkan gunting itu padaku," ujar Abvale tenang.

Aku menghembus napasku kasar mencoba menenangkan diriku sendiri.

"Pergilah, aku juga sebentar lagi akan keluar, melaksanakan pernikahanku."

Rahang Abvale mengeras. Dia tampak mengepalkan kedua telapak tangannya kuat-kuat. Dia semakin melangkah maju, hingga jarak kami hanya tinggal sejengkal lagi.

Gunting yang kupegang sudah terkena pada perutnya. Abvale memegang pergelangan tangan kananku dan membawanya turun kebawah, menjauhkan gunting tersebut dari tubuhnya, lalu merampas gunting itu perlahan dan membuangnya kesembarang arah.

Setelah itu, dia memegang pipiku lembut. Hembusan napas hangatnya menerpa keningku. Detak jantungku terpacu, tubuhku bergetar. Aku bisa menangkap ada kekacauan didalam kedua bola mata hitamnya.

"Aku mencintaimu, Nesha," ujarnya pelan, sangat pelan.

Aku menunduk, berusaha memutus kontak mata dengannya. Aku takut semakin lama aku menatapnya, semakin tak bisa aku menahan diri untuk tidak menangis dan memeluknya.

"Aku sangat mencintaimu." Lagi Abvale kembali mengulang pernyataan cintanya.

"Aku tidak bisa tanpamu."

Aku menggeleng, menggigit bibir bawahku keras-keras. Abvale tidak boleh lagi mencintaiku. Dia juga tidak boleh lagi memaksaku untuk bersama dengannya. Aku sudah benar-benar berada dipintu masuk pernikahanku dengan Rian. Aku tidak mungkin berbalik dan kembali pada Abvale. Aku tidak mau menyakiti Rian. Dia sudah teramat berjuang untukku, bertahan untukku.

Aku menempelkan kedua telapak tanganku didada bidang Abvale. Mencoba mendorongnya agar menjauh dariku, tapi apalah daya, aku tak sekuat itu, Abvale masih berdiri tegak dihadapanku.

"Tidak bisakah kau menyadari bahwa aku benar-benar mencintaimu?" tanya Abvale. Matanya menatapku tajam dengan kedua bola mata hitam pekatnya yang bergerak-gerak tidak fokus.

Aku tahu dia pasti sedang berusaha keras menahan emosinya.

"Tidak bisakah kau menyadari bahwa aku benar-benar mencintaimu?"

Aku mengulang pertanyaan Abvale dan pria itu terdiam.

"Kau tetap membiarkanku terluka, padahal kau tahu benar bahwa seluruh hatiku sudah menjadi milikmu. Kau terus menerbangkanku dengan semua ucapan manis serta janji palsumu, lalu setelah itu kau kembali bersama Rebecca didepan mataku. Kau datang padaku dan memelukku seakan-akan takut kehilanganku, tapi sehabis itu kau tinggalkan aku. Kau bilang cinta padaku dan kau menikahi Rebecca."

My Possessive FianceWhere stories live. Discover now