31. Pertemuan Singkat

36.4K 3K 248
                                    

Rian menatapku dalam. Menungguku menjawab pertanyaannya.

Aku menarik napasku dalam-dalam. Mulutku terbuka, siap untuk mengucapkan kata tidak. Tapi melihat kedatangan Abvale dari belakang Rian membuatku kembali mengatup mulutku rapat-rapat.

Pria itu datang. Dia menghampiri kami dengan wajah sekeras batu. Rian masih belum sadar dengan kehadiran Abvale yang tinggal 2 langkah lagi sudah benar-benar berjarak sejengkal dari kami berdua.

Abvale tersenyum miring. Dia menyedekapkan tangannya didepan dada. Seperti biasa, dia membiarkan aura otoritas nya menguap kesekitar.

"Bagus, kau bermain dibelakangku."

Rian lantas berbalik. Wajahnya berubah masam ketika menyadari bahwa atasannya dikantor sudah berada tepat dihadapannya.

Aku menelan salivaku. Abvale memang sudah kehilangan akal. Dia masih bisa mengatai aku bermain dibelakangnya, padahal dia sudah mengikat janji dengan wanita lain tadi pagi. Dan kenapa dia bisa ada disini? Seharusnya dia berada ditempat dimana dia akan melaksanakan resepsi pernikahannya.

"Sore, Rian," sapa Abvale dengan sedikit nada mengejek dibalik suaranya.

Rian hanya menangguk sekedar menunjukkan kesopanan.

"Kau, tidak berniat pulang?" tanya Abvale yang aku tahu pasti bahwa sebenarnya dia hanya ingin menyuruh Rian pergi dan membiarkan kami bisa berbicara berdua.

Rian menoleh padaku. "Kita pulang?" tanyanya.

"i...."

"Maksudku hanya kau, bukan Nesha," potong Abvale cepat.

Aku tersenyum kecil pada Rian. Menggumamkan kata tidak apa-apa padanya tanpa suara. Rian menghela napas. Pria itu amat sangat berat meinggalkanku, tetapi tidak ada juga yang bisa ia perbuat. Ia tetap berbalik berjalan meninggalkan aku dan Abvale berdua.

Abvale mengalihkan tatapannya padaku. Dia lagi-lagi menunjukkan senyumnya. Senyum mematikan, merendahkan, dan meremehkanku.

"Hai," sapanya.

Aku masih diam. Belum ada satu patah katapun yang keluar dari mulutku semenjak dia kembali memunculkan batang hidungnya didepan mataku.

"Tidak mau mengucapkan kata maaf?" tanyanya membuatku semakin geram.

Dia pikir aku masih bonekanya? Masih Nesha, si tunangan bodoh yang selalu turut akan semua perkataannya? Haha, tidak.

"Selamat." Satu kata itu keluar begitu saja. Lolos dari antara gigi dan lidahku.

Abvale menaikkan alisnya. Dia menungguku melanjutkan perkataanku. Tapi aku sama sekali tidak berniat mengeluarkan suara lagi. Rasanya sekarang aku ingin cepat-cepat pergi meninggalkannya, tetapi belajar dari pengalaman. Kalau aku langsung meinggalkan Abvale, dia akan menahanku dan membentakku, atau bahkan melakukan hal yang lebih parah dan mempermalukanku didepan umum.

Jadi aku memilih untuk meladeninya sebentar lagi, lalu sehabis itu mengucapkan selamat tinggal. Perpisahan untuk cerita kami.

Abvale membuang napas kasar. Ia meraih suatu benda dari kantong celana dan menyerahkan benda yang ternyata kunci itu ketanganku.

"Apartemen, kau lupa membawanya," ujarnya singkat.

Aku menautkan alisku, lalu menggeleng. Aku mendorong tangannya.

"Maaf, tapi aku tidak tinggal di apartemenmu lagi," sahutku.

Abvale berdecak. "Memangnya kau tinggal dimana? Kalau mengandalkan gajimu, mana cukup untuk membayar apartemen setiap bulan. Apartemenku kau pakai saja," ujarnya lagi sambil kembali menyerahkan kunci ketanganku.

My Possessive FianceWhere stories live. Discover now