17. Boston

42.7K 3.2K 72
                                    

"Dimana koperku dan kopermu?" tanyaku pada Abvale yang datang-datang padaku tanpa memegang apapun. Padahal, tadinya dia bilang ingin mengambil barang-barang kami dulu.

"Sudah di mobil," jawab Abvale singkat. Tangannya meraih tanganku dan menggenggamnya. "Kita cari makan dulu," lanjutnya sambil menarikku menjauh dari bandara.

Hingga kami sampai disalah satu tempat makan di seberang jalan. Abvale memilih tempat makan yang berada dipingggir jalan. Dan kami duduk di bagku yang dekat dengan jendela besar. Yang langsung memampangkan pemandangan luar.

"Mau pesan apa?" tanya Abvale sambil menyodorkan buku menu kearahku.

Aku mengangkat kedua alisku singkat. Lalu, meraih buku menu tersebut. Setalah beberapa menit membolak-balikkan kertas tersebut, aku sama sekali tidak menemukan suatu makanan ataupun minuman yang bisa menarik seleraku.

Lagipula, kami baru saja perjalanan dari New York ke Boston menggunakan pesawat. Waktu yang kami tempuh 1 jam setengah, atau mungkin lebih. Entahlah, yang kutahu pasti 1 jam keatas lamanya kami didalam pesawat. Dan dalam perjalan itu, aku sama sekali tidak sempat beristirahat karena pesawat kami mengalami turbulensi.

Jadi, sekarang aku merasa benar-benar tidak ingin memasukkan apapun kedalam mulutku. Dan mengisi perutku.

Abvale menatapku, menungguku menyebutkan apa yang ingin ku pesan dan aku menggeleng padanya.

"Aku minum teh hangat saja," kataku.

Abvale mengangguk. Dia melambaikan tangannya kearah seorang gadis muda didekat kasir. Gadis itu menghampiri kami dengan sebuah kertas kecil ditangannya dan bolpoin biru.

"Teh hangat satu. Kopi satu. Air putih dua. Dan lobsternya satu," ucap Abvale cepat. Gadis itu menganggukan kepalanya dan tersenyum sopan kearah kami. Lalu setelahnya, dia berjalan cepat masuk kedalam ruangan yang kurasa itu dapur.

"Habis ini kita kerumah orang tuamu dulu," ujar Abvale tiba-tiba.

Aku tersenyum tipis membalas perkataannya. Tanganku meraih ponselku yang ada didalam tas. Membuka-buka sekilas media sosialku. Melihat beberapa pesan yang masuk. Dan yang terakhir, ada pesan yang sedikit menggangguku. Pesan dari Rebecca. Isinya memintaku untuk bertemu dengannya.

Aku mengedik bahuku acuh. Entah apa yang ingin dia lakukan, aku tidak tahu. Aku hanya membalas pesannya singkat dengan dua huruf. Ok.

===>>><<<===

Aku menarik koperku masuk kedalam rumah. Mama baru saja keluar dari kamarnya. Dia tersenyum lebar padaku dan berjalan menghampiriku. Tangan kanannya ia rentangkan lebar. Aku dengan segera memeluknya erat. Sudah setengah tahun aku tidak bertemu dengannya.

"Mama apa kabar?" tanyaku setelah melepaskan pelukan kami.

"Baik," sahut mamaku.

Aku memerhatikan tubuhnya yang semakin kurus. Pasti mama jarang makan dirumah. Ditambah lagi papa yang sibuk dengan urusan sekolah karena dia seorang kepala sekolah. Juga, tangan mama yang kiri sudah tidak bisa digerakkan lagi, sulit baginya untuk melakukan beberapa hal.

"Sakit Mama sudah baikan?" tanyaku lagi dan kali ini tidak mendapat jawaban. Hanya raut tegar yang ditampilkan mama.

"Abvale mana?"

"Tadi langsung kehotel. Mau istirahat katanya," jawabku.

"Kenapa tidak disini saja?"

Aku mencium pipi mamaku cepat. "Nanti malam Mama juga ketemu dia," sahutku. "Aku kekamar dulu ya," lanjutku sambil kembali meraih ganggang koperku.

My Possessive Fianceحيث تعيش القصص. اكتشف الآن