7. Berakhir

56.7K 4.1K 186
                                    

Dan hal buruk itu memang terjadi. Aku sama sekali tidak bisa lagi menggambarkan apa yang kurasakan saat ini. Hancur? Berantakkan? Rusak? Gila? Tidak. Yang kurasakan saat ini bahkan lebih parah dari semua hal yang sudah kusebutkan.

Salahkan saja aku. Karena memang pada kenyataannya akulah yang pantas disalahkan atas apa yang kuhadapi sekarang. Kalau saja aku tidak jatuh cinta. Kalau saja aku tidak membiarkan rasa itu tumbuh mengakar. Kalau saja aku mencegah dari awal. Semua tidak akan terjadi.

Aku jatuh cinta pada Abvale. Rasa cintaku terus bertumbuh dan mengakar begitu dalam. Aku hanya diam tanpa mencegah. Sekarang, aku harus menerima segala konsekuensinya.

Abvale mengajakku bertemu, bukan? Aku sudah disini. Tempat dimana dia memintaku untuk menemuinya. Lalu, dimana dia? Dia ada disana. Duduk dengan tampannya di kursi pojokkan. Dia tidak sendiri. Dia bersamaku.

Dan bersama Rebecca.

Tadinya, aku pikir Abvale hanya mengajakku saja dalam pertemuan ini. Ditambah lagi, dalam isi pesannya dia bilang bahwa dia ingin membicarakan perihal hubungan kami. Tetapi ternyata tidak.

Aku salah bila mengira hubungan kami, aku dan Abvale, hanya ada kami berdua. Pada kenyataannya, dalam hubungan kami selama ini, yang sudah berjalan setahun ini, berisi tiga orang. Abvale, Rebecca, dan aku.

Aku baru tahu bahwa Rebecca dan Abvale adalah sepasang kekasih. Aku tidak tahu sejak kapan, tetapi tadi Rebecca sudah mengungkapkan semuanya.

Mereka berencana untuk menikah, itu yang diutarakan Rebecca padaku. Abvale hanya diam. Dia terus menunjukkan wajah datarnya padaku. Dia juga tidak membantah apapun yang sudah dikatakan Rebecca. Tentu saja aku mempercayainya. Semuanya.

Aku menelan salivaku. Aku sudah tidak punya kekuatan lagi untuk kembali duduk bersama-sama dengan mereka, tetapi aku juga tidak mungkin terus berdiri seorang diri didepan pintu toilet wanita.

Mau tidak mau, aku kembali melangkahkan kakiku maju untuk menghampiri kedua sejoli tersebut. Kembali merasakan neraka yang aku ciptakan sendiri. Panasnya cemburu dan sakitnya dikhianati yang disebabkan oleh diriku sendiri.

Harusnya aku tidak cemburu. Harusnya aku tidak sakit hati. Selama ini, Abvale tak pernah memberiku harapan. Dia memang selalu menunjukkan keposesifannya padaku, tetapi itu bukanlah ungkapan takut kehilangan. Dia melakukan hal itu semata-mata karena aku adalah miliknya.

Dan sebentar lagi bukanlah miliknya.

Aku memejamkan mataku sesaat. Berusaha menetralkan perasaanku dan hatiku yang semakin lama semakin hancur berserakkan.

Jika kata orang jatuh cinta itu indah, maka kataku jatuh cinta itu musibah.

Jika kata orang cinta itu bahagia, maka kataku cinta itu malapetaka.

Saat dulu, pertama kali aku jatuh dalam pesona Abvale aku merasa tertekan. Bagaimana tidak? Dia adalah anak paling di gandrungi murid-murid perempuan satu sekolah. Dan mengetahui hal tersebut membuatku sadar bahwa aku tidak akan mungkin mendapatkan Abvale.

Lalu, 5 tahun setelahnya aku kembali dipertemukan dengan Abvale. Setahun yang lalu, kami melangsungkan pertunangan. Aku tidak menyangka bahwa hidupku akan seberuntung itu. Ya, awalnya aku mengira aku beruntung karena aku menjadi tunangan seorang yang kucintai sejak dulu, cinta pertamaku.

Dan seiring berjalannya waktu, aku mulai sadar bahwa bertunangan dengan Abvale bukanlah sebuah keberuntungan melainkan kesialan.

Disatu sisi aku begitu mencintainya. Aku begitu mendambakannya. Aku begitu meninginkannya untuk tetap bersamaku. Tetap menjadi pasanganku. Tetap untukku.

My Possessive Fianceजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें