27. Papa Dan Mama

31.1K 2.7K 102
                                    

Aku mengetuk pintu cokelat yang ada dihadapanku. Pintu rumah kedua orang tuaku. Ya, saat ini aku berada di Boston. Aku melarikan diri dari New York, aku takut jika aku menetap di New York untuk waktu dekat ini dia bisa saja datang padaku dan membuat pertahananku hancur lagi.

Ceklek

"Pa," sapaku riang berusaha menutupi sakit yang teramat sangat pada rongga dadaku. Aku belum mau bercerita pada kedua orang tuaku tentang masalahku dan Abvale. Biar aku saja dulu yang menanggung beban ini. Aku tidak siap melihat mereka kecewa karena anak kesayangan mereka tidak jadi menikah dengan anak terpandang nomor 1 di New York.

Ayahku tersenyum. Senyum tipis. Kantong matanya terlihat jelas dan wajahnya semakin tirus.

"Papa sakit?" tanyaku.

Ayahku menggeleng.

"Masuk," ajaknya.

Aku mengangguk mengiyakan. Lantas menarik koper merahku. Membawanya masuk kedalam rumah.

Didalam kepalaku timbul banyak pertanyaan. Kenapa ayahku tampak tidak bahagia dengan kedatanganku? Apa dia sudah tahu bahwa aku dan Abvale tidak jadi bersama? Apa Abvale sudah memberitahu ayahku kalau dia ternyata lebih memilih ibu dari anaknya dibandingkan aku? Sialan, kalau itu benar, Abvale sudah sangat keterlaluan.

Seharusnya, aku yang mengatakan hal itu sendiri dengan orang tuaku, bukan malah dirinya.

Ayahku tiba-tiba berbalik setelah sampai di ruang tamu.

"Kau mau makan atau mau langsung istirahat?" tanyanya.

Aku menggeleng. "Aku mau bertemu mama dulu," jawabku. "Mama dimana?" lanjutku balik bertanya.

Ayahku menarik napasnya dalam-dalam. "Kenapa tidak bilang-bilang kalau mau datang?"

Bukannya jawaban aku malah dilempar pertanyaan.

"Aku mau liburan sejenak, Pa. Capek," bohongku.

"Tapikan, sebulan yang lalu kau sudah ambil cuti. Bagaimana pekerjaanmu disana? Kau tinggalkan?"

Aku mengerut keningku bingung. Sejak kapan ayahku malah memikirkan pekerjaanku? Kenapa dia tampak sangat tak suka dengan kehadiranku?

"Pa...."

"Besok kau kembali ke New York, selesaikan pekerjaanmu. Jangan malas dan lari dari tanggung jawab," tandas ayahku memotong perkataanku.

"Aku mau istirahat," kataku. "Papa kenapa? Papa tidak suka melihatku disini?"

Ayahku menarik napasnya dalam. Wajahnya sangat kelelahan. "Bukan," gumamnya.

Aku diam menunggu ayahku melanjutkan perkataannya.

"Mama. Mamamu penyakitnya kambuh semenjak dua minggu yang lalu. Tapi, dia memintaku untuk tidak memberitahumu."

Dua detik aku benar-benar kehilangan oksigen untuk paru-paruku. "Apa?" tanyaku, berlaku seolah aku tidak mendengar.

Mamaku? Sakit lagi? Padahal, sebulan yang lalu dia masih tampak baik-baik saja.

"Sudah seminggu mamamu koma." Ayahku kembali mengangkat suara.

Aku memejamkan mataku. Tahun lalu mama hampir kehilangan nyawanya dan tidak sadarkan diri empat hari. Saat ini dia bahkan sudah tidak terbangun selama seminggu.

"Kenapa Papa tidak memberitahuku?" tanyaku dengan suara lemah.

"Mama dirawat dirumah sakit mana? Aku mau menjenguknya sekarang," lagi aku berbicara.

"Papa antar," sahut ayahku.

Aku mengangguk. Segera menarik koperku. Membawanya masuk kedalam kamarku. Lalu, mengikuti ayahku mengambil mobilnya digarasi rumah.

My Possessive FianceWhere stories live. Discover now