[26] Family Tuan [Rewind]

2.1K 126 6
                                    

PERINGATAN! DI PART INI BANYAK KATA-KATA YANG MEMBUAT KALIAN MENJADI GELI SENDIRI. Mianhae... :(
***
Tapi keduanya masih tak sadar.

"Mark—"
_
_
_
_
"What r u doing Mark?!"

Kegiatan keduanya terpaksa terhenti dengan teriakan itu. Mark menggeram berdecak kesal melihat tampang Grace menatapnya terkejut. Grace juga telah berani datang tiba-tiba menghentikan permainan mereka, padahal tadi sedikit lagi ia bisa menerkam Dahyun.

Dahyun menunduk merasa malu karena ketangkap basah oleh kakak kandung Mark.

Grace beralih pada Dahyun. Ia mengernyit tidak mengenali Dahyun sama sekali. "Who r u?"

Dahyun mendongak kembali menatap Grace. Matanya berkedip beberapa kali, lalu menoleh pada Mark.

Mark menarik pinggang Dahyun mendekatnya. "My girlfriend"

Grace mengernyit. "u girlfriend? Since when?"

"Sudah lama"

"Kenapa kau tak menceritakannya pada keluarga?"

Dahyun meringis sedikit tidak mengerti bahasa inggris yang dipakai Mark dengan gadis itu.

Mark menarik alisnya satu. "Forget"

Grace kembali menatap Dahyun, membuat Dahyun kembali menunduk.

"Berhenti menatapnya seperti itu. U scared her"

"Ah Serious?"

"Hai... I'm Grace, what's u name?" Grace berusaha bersikap ramah dihadapan Dahyun.

"Dahyun" jawab Dahyun singkat.

"Kau memang kekasih Mark? Sejak kapan? Kenapa bisa? Apa yang kau suka dari anak brandalan ini?" pertanyaan-pertanyaa terlontar untuk Dahyun dengan menggunakan bahasa korea.

Mark berdecak mendengar hal itu. "Stop it. Kau bahkan membuatnya semakin takut"

Grace mendengus. "Aku tak berbicara denganmu"

Mark langsung menggenggam tangan Dahyun. "Jangan hiraukan dia. Dia memang cerewet"

"Hei! Kata siapa?" balas Grace tak terima.

Mark kembali menatap Grace. "Bisakah kau membeli dalaman untuk wanita?"

Grace mengernyit. "Untuk apa?"

"Kekasihku lah"

Grace menoleh lagi pada Dahyun. "Dia tak membawa pakaian?"

"Tidak. Cepat keluar belikan segera"

Grace menghela nafas. "Baiklah, hanya dalaman saja? Tidak pakaian?"

"Tak perlu"

Dahyun mendongak menatap Mark. "Aku juga perlu pakaian"

"Tak perlu. Karena hari ini kita hanya di kamar saja"

Grace memincing. "What r u thinking now Mark?"

"Pergilah. Kalau bisa sore nanti kau kembali" usir Mark lagi.

"Hei, I am r sister. Bersikaplah sopan"

"Whatever. Go away"

Dengan sedikit kesal Grace melangkah keluar dari kamar Mark kemudian menutupnya kembali.

Mark beralih pada Dahyun lalu memasang smiriknya. Dahyun merengut.

"Aku malu"

"Kau tak perlu malu di hadapannya."

Dahyun tetap diam memandang Mark dengan wajah masih merengut. Malu juga karena ketangkap basah, walaupun Grace itu adalah kakak kandung Mark.

"Kau ingin kemana?"

Dahyun memperhatikan Mark berjalan mendekati pintu hotel itu. Dahinya mengernyit melihat apa yang dilakukan Mark. Pria blonde itu sibuk menekan-nekan tombol password pintu itu, ntah apa yang dilakukan Mark sekarang.

Mark kembali berbalik. Kali ini dengan seringai membuat Dahyun merinding takut.

"Aku mengganti passwordnya agar Grace tak asal masuk saat kita melakukan—"

"Ya!"

Mark terkekeh kecil. Kakinya perlahan berjalan mendekati Dahyun.

Sedekit demi sedikit Dahyun memundurkan langkahnya. Ia sudah tahu apa yang ada di otak pria byuntae itu.

Tiba-tiba Mark berlari dan langsung menerkam Dahyun begitu saja.

***
Hari sudah menjelang malam. Permainan panas itu baru saja berakhir beberapa jam yang lalu. Dan keduanya sudah larut tidur sedari tadi karena sangking kelelahannya, dengan posisi Mark memeluk Dahyun dari belakang. Tubuh putih mulus itu tereskop begitu jelas, membuat Mark begitu nyaman memeluknya seraya menciumi punggung harum seperti susu dari tubuh Dahyun.

Tak berapa lama, Dahyun mengerang kecil. Matanya berkedip beberapa kali. Ia merasa matanya begitu berat untuk terbuka saja, mungkin karena tubuhnya masih lelah. Baru saja ia ingin bergerak, seketika ia tersadar tangan Mark melingkar di pinggangnya. Ingatannya jadi memundur, mengingat permainan panas tadi. Hal ini membuat pipinya memerah sendiri seperti tomat.

Aish! Apa yang telah kupikirkan.

Dia merutuk dalam hati karena memikirkan permainan panas itu yang termasuk permainan sangat panas, apalagi Mark terlalu liar tak membiarkan satupun organ tubuhnya terlewatkan.

Matanya mengadah kedepan. Seketika ia terpana dengan pemandangan yang ada di depan sana. Sunset yang sangat menyilaukan namun sangat indah. Kaca tranparant besar itu berhasil menampakkan matahari yang hampir terbenam itu walaupun sedikit samar, tapi itu sangat indah.

Sibuk dengan terpana tiba-tiba tangan nakal itu meremas dadanya. Membuatnya gelagapan sendiri.

"Ya!"

Si pemilik tangan berhenti melakukan tindakan nakalnya itu. Tapi itu tak berakhir, satu tangannya kembali meremas bokong Dahyun.

Dahyun mendengus. Tubuhnya berbalik menghadap Mark. "Mwohaeyo? Kenapa kau mesum sekali?"

Mark masih memejamkan matanya. "Apa salahnya?" kemudian ia menelusup ke dalam sisi leher putih Dahyun.

Seakan sudah biasa bagi Dahyun, ia hanya mendengus malas. Ia kemudian menatap langit-langit kamar hotel mewah itu. Diam dengan pikirannya sendiri.

Mark mendongak karena merasa keheningan. Keningnya berkerut melihat Dahyun hanya diam memandang keatas.

"Apa yang kau pikirkan?"

Dahyun menoleh. "Bagaimana jika aku hamil?"

"Ya seperti itu" jawab Mark santai.

"Apa kau mau bertanggung jawab. Kau yakin akan menikahiku? Apa kau tak malu, suatu saat semua orang tahu? Aku takut, kau akan lari setelah karirmu hancur" mata Dahyun tersirat ketakutan.

Mark menghela nafas. Ia memperbaiki posisi tidurnya. Tubuhnya memiring menatap Dahyun. "Kenapa kau terus memikirkan hal itu? Aku sudah bilang akan menikahimu apapun terjadi"

Dahyun masih sedikit takut. Ia takut Mark hanya mengatakannya di mulut saja tapi tidak melakukannya suatu saat.

"Kau masih ragu? Baiklah, besok kita akan menikah"

Mulut Dahyun spontan terbuka. "Michyeosseo?"

"Lalu bagaimana lagi agar kau tak ragu lagi denganku, hah?"

Dahyun diam sebentar menatap Mark.

"Berjanjilah tepati janjimu"

"Aku janji!"

Bibir Dahyun perlahan tertarik, hatinya mulai merasa tenang dengan wajah tegas itu.

Mark mendekat lalu menciup puncak kepala Dahyun dengan lembut. Dahyun memejamkan matanya merasakan kehangatan di keningnya itu.

Tit tit tit tit tit tit

Tit tit tit tit tit tit

Mark menarik dirinya. Ia tertawa kecil. "Kau tahu, aku yakin Grace mulai kesal, karena tak bisa masuk"

Dahyun menjadi terkekeh. "Kau nakal sekali"

"Jika aku tak menggantinya, dia akan melihat kita seperti ini. Memangnya kau mau? Melihat kita ketangkap ciuman saja, kau sudah malu, bagaimana seperti ini"

Dahyun menggeleng kecil. "Sebaiknya kau buka pintu untuk kakakmu. Aku segera memakai pakaianku kembali"

Dahyun bangkit dari duduknya, menarik selimut tebal itu hingga menutupi dadanya.

Mark masih diam dengan tersenyum sendiri. Tangan nakalnya kembali menjalar mengelus punggung mulus Dahyun.

Dahyun seketika merinding dan merasa geli. "Hajima!"

Dahyun segera turun dari king size itu, kemudian memunguti pakaiannya yang tercampak begitu saja di lantai.

***
Keesokannya, Dahyun berniat ingin pulang. Karena untuk apa juga ia berlama-lama disini. Pakaiannya juga tak ada, urusannya pun juga tak ada sama sekali. Awalnya memang sih niatnya ingin menemui Mark, melepas kerinduannya pada pria blonde itu dan ingin memastikan apa Mark selingkuh di belakangnya atau tidak. Untungnya tidak.

"Tinggalah sebentar disini" Mark menatap Dahyun memohon.

Dahyun menggeleng kecil seraya tersenyum. "Tidak. Aku tidak mau merusak moment kau bersama keluargamu. Jika aku terus disini, waktumu dengan keluargamu akan berkurang"

Mark menggeleng. "Tidak sama sekali. Lagian kau bisa ikut bertemu keluargaku, mereka semua begitu ramah"

Dahyun meringis. "Ah tidak. Itu akan canggung"

Menemui keluarga Mark? Itu sama saja seperti pengenalan keluarga, setelah itu Mark pasti akan membeberkan hubungan mereka begitu saja. Itu sungguh malu untuk dia.

"Kenapa canggung? Itu tidak akan terjadi. Percayalah"

Dahyun berdecak. Kedua tangannya bergerak mencubit kedua pipi tirus Mark. "Kau ini, kenapa terus menahanku mmhh..."

Mark meringis, melepas paksa tangan Dahyun. "Ige mwoya? Berani sekali kau mencubit pipiku" ia memegang kedua pipinya sambil memasang wajah berpura-pura marah.

Dahyun menantang, ia berkacak pinggang. "Wae? Memangnya salah"

"Aish... kau ini"

Gantian giliran Mark mencubit pipi chubby Dahyun.

Dahyun meringis kesakitan. "Aish... hentikan" dengan paksa ia menjatuhkan tangan Mark.

"Ayolah bee... tinggalah disini sebentar, temani aku" kali ini suara Mark tampak dibuat semanis mungkin.

"Temani? Keluargamu lagi disini, untuk apa kau di temani"

"Tetap saja tak ada yang menemani malamku. Meremas bokongmu seperti kurang"

"Ya!"

Mark terkekeh kecil. Apa yang diucapkannya memang benar. Terasa kurang tanpa memegang milik Dahyun.

"Bee..."

"Baiklah aku akan tinggal beberapa hari"

Mark langsung sumringah mendengar hal itu.

"Tapi..."

Senyum itu perlahan menurun, mendengar ucapan selanjutan Dahyun.

"Aku belum ingin bertemu keluargamu"

Tubuh Mark langusung melemas. Padahal tadi niatnya mengajak Dahyun mengenali keluarganya. "Kenapa? Bukankah lebih baik kau cepat mengenali keluargaku"

"Aku tidak siap Mark" jawab Dahyun tegas.

"Kenapa?" tanya Mark lagi merasa kurang puas.

Dahyun menggigit bibir bawahnya, ragu mengatakan apa yang ada di otaknya sekarang. Ia menoleh kearah lain, menghindari tatapan mata Mark.

Mark menarik kembali dagu Dahyun, menatapnya balik. "Jawab bee..."

"A—aku takut mereka tak menerimaku" jawab Dahyun akhirnya.

***
Setelah Dahyun mengatakan apa yang di pikirannya itu, akhirnya Mark tak ingin memaksa Dahyun terus. Ia tidak ingin Dahyun menjadi marah dan malas dengannya. Padahal malam ini ia ingin mengajak Dahyun dinner bersama keluarganya. Karena malam ini memang jadwal keluarga mereka untuk berkumpul bersama.

Mark sebenarnya tak ingin meninggalkan Dahyun sendirian di kamar hotel ini, apalagi ia takut ia akan pulang larut malam. Karena tepat jam 4 sore nanti, ia harus pergi menemui keluarganya sekedar berbicara dan berlanjut dinner.

Ingin rasanya ia menolak dan lebih memilih berduaan dengan Dahyun, namun tak segampang itu. Keluarganya pasti akan berpikir tidak-tidak dengan Dahyun pengaruh dari segalahnya, dan lagi Dahyun tak mengijinkannya. Intinya ia harus menemui keluarganya dan meninggalkan Dahyun sendirian.

Dan dengan hati yang sangat tidak rela ia harus meninggalkan kamar hotel mewah itu.

"Aku akan pulang lebih awal" ujar Mark berhenti berdiri di depan pintu kamar hotel itu.

Dahyun tersenyum lembut. "Iya, aku menunggumu"

Mark masih diam berdiri di depan pintu itu, seakan enggan pergi.

"Pergilah"

Mark mengerucut. Dengan malas ia membuka pintu kamar hotel itu. Sebelum ia menutup kembali pintu kamar hotel itu, ia kembali berbalik.

"Berikan aku sekali pelukan"

Kedua tangannya merentang lebar. Dahyun mendekat, dan menerima pelukan itu. Mark mengeratkan pelukannya sesekali menciumi wangi rambut Dahyun.

Dahyun merenggangkan pelukannya. "Ya... pergilah"

Mark akhirnya melepaskan pelukan itu. "Sampai jumpa. Jaga dirimu"

Dahyun tertawa kecil. Perlaku Mark seakan mereka akan berpisah selamanya.

"Ne... kau juga jaga dirimu. Jangan sampai kenapa-kenapa, aku tidak ingin calon suamiku terluka sedikitpun"

Mendengar kata 'calon suami' sempat membuat Mark tersipu sebentar.

"Baiklah calon istriku"

"Bye!"

***
Dahyun mulai merasa bosan. Ia hanya dapat merenung memandangi pemandangan pantai dari kaca transparant itu. Sesekali ia menguap. Matanya beralih melirik jam di dinding. Sudah pukul 5 sore. Baru 1 jam Mark pergi, tapi rasanya seperti 1 tahun lamanya.

"Apa aku salah memilih tidak ikut?"

Ia merenung memikirkan tolakannya pada Mark.

"Tapi sepertinya aku benar. Terlalu cepat menemui keluarganya"

Menemui keluarga seperti Mark meminta ijin pada kedua orangtua pria blonde itu agar menikahinya. Hell! Dia saja sudah memikirkan hal itu jauh-jauh.

Kakinya berjalan ke king size itu. Perlahan ia merebahkan tubuhnya. Kepalanya masih mengadah pada pemandangan disana. Raut wajahnya seperti menunjukkan kesedihan. Pikirannya memang sekarang sedang sedih, memikirkan orang-orang disekitarnya. Terutama ayahnya. Tiba-tiba rasa rindu pada sang ayah terbesit. Walau sang ayah sering memukulnya, ia tetap menyayangi Kim Joon. Karena sang ayahlah telah berhasil membuatnya mengetahui kuatnya dunia ini. Sang ayah juga telah berhasil mengubahnya, yang dulunya ia adalah gadis manja dan lemah dan sekarang telah menjadi gadis ralat, ia lupa ia tak gadis lagi, wanita kuat.

Tes

Air matanya seketika turun. Ingatannya berputar-putar saat dimana ayahnya masih sangat menyayanginya tidak pilih kasih seperti sekarang. Ia ingin kejadian dulu terulang sebelum ayah dan ibunya bercerai.

"Ayah... aku merindukanmu, hiks..."

***
"Sukses comeback mu darl..."

Mark memutar bola matanya mendengar panggilan ibunya yang tidak pernah berubah sedikitpun sejak ia kecil.

"Mom! Aku sudah besar, jangan memanggilku darling"

Mommy Tuan tertawa kecil. "Di mata Mom, kau masih kecil darling"

Mark mendengus memilih melanjutkan makannya.

Papa tuan mendongak menatap Mark. "Mark... aku dengar baru-baru ini kau menjadi bahan gossip"

"Benar" jawab Mark langsung.

Mommy Tuan berhenti mengunyah. Ia menatap Mark. "Gossip itu memang benar? Kau berkencan dengan gadis sesama agensimu?"

Mark mengangkat kepalanya yang sedari tadi menunduk, sibuk makan. "Dulu memang aku dan dia tak memiliki hubungan apa-apa tapi sekarang..."

"...kalian berkencan?" lanjut Mommy Tuan memotong ucapan Mark.

Mark hanya berdehem sambil menangguk, kemudian ia melanjutkan makannya.

"Maaf aku telat"

Joey datang bersamaan dengan Grace.

"Aku juga" ujar Grace seraya menyengir.

"Kau serius Mark?" Papa Tuan kembali bersuara.

Mark mengangguk. "Benar Pa..."

Grace mengangkat alisnya satu. "Who? Gadis itu?"

Mommy dan Papa Tuan beralih pada Grace seakan tahu semuanya. "Kau mengenali gadis itu?" tanya Papa Tuan pada Grace.

Grace berdehem sambil mengangguk. "Gadis itu bahkan sekarang sedang di kamar hotel Mark"

***
Dahyun menarik korden besar itu untuk menutupi kaca tranparant itu. Hari sudah malam, sudah saatnya ia menutup kaca itu.

Setelah selesai. Ia terdiam sebentar. Memikirkan Mark. Rasanya pria blonde itu sangat lama, apalagi ini sudah menunjukkan pukul 7 malam. Tapi ia tak boleh berpikir seperti itu. Mark punya hak untuk berkumpul keluarganya sendiri tanpa gangguannya.

Masalahnya sekarang, ia sungguh lapar. Mark lupa memberikannya makan. Perutnya sedari tadi sudah berbunyi. Cacing-cacing di perutnya sudah berteriak meminta makan.

Pikirannya melayang. Mengingat Galbi kemarin yang tak ia makan semua karena merasa kekenyangan saat member Twice menawarinya, rasanya menyesal tak menghabiskan Galbi lezat itu. Dan sekarang ia hanya bisa telan ludah membayangkan makanan lezat yang melayang-layang di pikirannya.

"Aigoo... baegopa" gumamnya seraya mengusap perutnya.

Tit tit tit tit tit tit

Senyumnya langsung mengembang. Ia yakin itu adalah Mark. Segera dia berlari dengan semangat, berdiri di depan pintu kamar hotel mewah itu menunggu kehadiran calon suaminya itu.

Pintu itu perlahan terbuka.

Ceklek...

Sedetik kemudian senyumnya langsung melenyap mengetahui orang yang di tunggunya bukanlah orang yang berdiri di hadapannya sekarang.

"AAHHH...!!"

Dahyun gelagapan mendengar teriakan dari wanita yang ada di hadapannya sekarang.

"Wa—wae??" tanya Dahyun gelagapan.

"Nuguseyo?!!"

"Aahh... ak—"

"DASAR PENCURI!! PERGILAH KAU!!"

Wanita itu mencoba memukul Dahyun menggunakan tas selempangnya.

Dahyun segera memundurkan langkahnya menghindar dari wanita yang seperti gila itu.

"Aku tidak pencuri, aku adalah—"

"Aku tidak peduli!! PERGILAH dari sini PENCURI!!"

Dahyun mulai ketakutan mendengar teriakan kuat wanita itu. Membuat orang-orang yang menginap di hotel itu tertarik untuk menonton.

"Aku—"

"TOLONG! BANTU AKU! DIA INGIN MENCURI DI KAMAR ADIK SAYA!!"

Wanita itu meminta tolong pada orang-orang yang melihatnya.

Dahyun menggeleng keras. "Aku Dahyun Twice! Apa kalian tak mengenaliku?"

Tak ada pilihan lagi, selain mengumbar dirinya yang sebenarnya.

Sayangnya tak ada yang mengenali Dahyun, dan tak peduli. Salah satu pria tua yang bertubuh buncit seperti sedang menelepon seseorang, tapi Dahyun dengar apa yang dikatakan pria buncit itu.

"Di kamar 585 ada pencuri yang berani menyelusup. Tolong segera datanglah"

Dahyun ketakutan. "Ani! Aku tidak pencuri. Percayalah!"

Dahyun beralih pada wanita itu. "Aku bukan pencuri. Aku—"

"Diam! KAU PASTI PENCURI!!" wanita itu histeris di hadapan Dahyun.

Dahyun menggeleng keras. "TIDAK!"

Tiba-tiba 2 security berbadan besar datang dari lift lalu berlari kearah tempatnya keramaian itu.

Dahyun semakin ketakutan saat 2 security itu menahan kedua lengannya. "Apa ini?!"

"Maaf atas ketidaknyamanan anda nyonya" ujar salah satu security itu pada wanita itu.

Wanita itu mengangguk beberapa kali. "Segera usir dia dari sini. Jangan sampai aku melihatnya lagi!"

2 security itu mengangguk hormat. Lalu mereka menarik paksa Dahyun.

Dahyun mencoba memberontak kuat, melepas lengannya. "Lepaskan! Aku bukan pencuri, aku Dahyun Twice"

2 security itu tak peduli dengan ocehan Dahyun. Mereka terus menarik Dahyun paksa hingga menapak di luar hotel itu.

***
TBC...

Incident Little Girl Evil ✔Where stories live. Discover now