[25] Another Girl [Rewind]

2K 131 18
                                    

"Sekarang dia di jeju"

Mata Dahyun spontan membulat.

"Jeju?!"
_
_
_
_
Jinyoung meringis dengan teriakan melengking itu.

"Sejak kapan? Kenapa aku tidak tahu?" Tanya Dahyun dengan masih terkejut.

Jinyoung berpikir sebentar. "Sudah 4 hari belakang ini. Dia memang pergi mendadak" jelasnya.

"De—dengan siapa?" Bibir Dahyun mulai bergetar seperti ingin menangis. Dirinya sekarang seperti sedang di khianati seorang pria.

"Aku tidak tahu. Tapi yang ku tahu, aku melihat ia mengupdate di instagramnya bersama gadis lain"

Di bawah sana, kedua tangan Dahyun sudah meremas ujung bajunya begitu erat. Sekarang ia benar-benar ingin menangis. Ia memang benar-benar dikhianati pria, dan pria itu adalah Mark. Beraninya pria blonde itu bermain di belakangnya. Apalah kata cinta yang di ucap Mark itu, seperti gurauan umum saja yang mampu membuatnya fly high.

"Bisakah sunbae memberitahu alamatnya?"

"Hah?" Jinyoung terkejut dengan permintaan Dahyun itu.

"Jebal sunbae..."

Jinyoung tak sanggup melihat wajah memohon Dahyun itu. "Kau ingin apa?"

"Tolong beritahu saja alamatnya sunbae"

"Dia hanya menginap di perhotelan"

"Terserah, beritahu saja dimana alamatnya"

Jinyoung meringis. Baiklah ia akan memberitahunya, tak tega melihat wajah Dahyun yang ingin menangis.

"Baiklah"

***
"eodigayo?"

Momo mengernyit melihat Dahyun mulai mengemaskan pakaiannya ke dalam koper besar.

Dahyun tak menghiraukan pertanyaan Momo itu. Ia bahkan semakin mempercepatkan geraknya. Mengingat waktu yang tinggal 1 jam lagi pesawat menuju pulau jeju akan terbang. Jieun lah yang membantunya memesan tiket pesawat itu, Jieun juga yang memberinya ijin dan menyuruh cepat menemui Mark, kurang baik apalagi Jieun?

"Dahyun-ah? Kau ingin kemana?" Tanya Momo lagi mengikuti Dahyun yang bergerak mengambil barang-barangnya.

Dahyun tetap diam. "Beritahu aku Dahyun!" Momo mulai kesal karena sedari tadi Dahyun hanya mendiaminya.

Dahyun berhenti sejenak. Ia menatap Momo sepenuhnya. "Unnie aku akan pergi ke pulau Jeju"

Momo terbelakak mendengar hal itu. "Michyeosseo?"

Dahyun menggeleng kuat. "Aniyo. Aku serius"

"Untuk apa? Kenapa mendadak?"

"Aku—aku... aku harus menemui seseorang"

Momo memincing melihat raut wajah Dahyun berubah gelagapan. "Nuguya?"

"Unnie tak perlu tahu. Ini begitu penting untukku"

Dahyun kembali berbalik. Dengan cepat ia mengancing kopernya, kemudian menyeretnya keluar. Namun Momo kembali menahannya.

"Kau tak bisa pergi"

Dahyun mengernyit. "Wae?!"

Momo menggeleng keras. "Tidak! Untuk apa kau kesana?"

"Aku sudah bilang, akan menemui seseorang. Jangan halangi aku unnie"

Momo tak memberikan Dahyun jalan. Ia merentangkan kedua tangannya, menghalangi Dahyun keluar dari kamar Dahyun sendiri.

Dahyun mulai merasa risau dan ketakutan melihat jam di kamarnya mulai berputar. "Unnie jebal"

"Kau tidak bisa pergi Dahyun..."

"Unnie..."

"Ada apa ini?" Nayeon datang karena mendengar keributan.

"Unnie dia ingin pergi ke pulau jeju sendirian" lapor Momo pada Nayeon.

Nayeon beralih pada Dahyun. "Benarkah Dahyun? Untuk apa?"

Dahyun meringis kesal. "Untuk menermui seseorang. Tolong berikan aku jalan unnie. Pesawatku sebentar lagi akan terbang"

Momo melipat tangannya di dada. "Baguslah dengan begitu kau tak bisa pergi"

"Aniyo! Aku harus pergi" Dahyun kembali menarik kopernya berusaha menerobos Nayeon dan Momo.

Momo dengan cepat menarik kembali koper Dahyun hingga membuat koper berwarna merah muda itu beralih ke tangannya.

"Unnie jebal!" Dahyun mulai begitu risau.

Nayeon menghela nafas. "Dahyun-ah, sebaiknya kau tak usah pergi. Kita masih punya jadwal padat"

Dahyun menggeleng keras. "Aku akan kembali cepat"

Dahyun mencoba mengambil kopernya tapi Momo menarik koper itu ke belakang tubuhnya. "Tidak Dahyun"

Dahyun mulai kehabisan kesabarannya. Jika terus seperti ini, ia bisa terlambat. "Baiklah! Ambil saja koperku, aku bisa pergi tanpa benda itu"

Dengan cepat dan perasaan marah Dahyun berjalan cepat keluar dari dorm itu.

Ia akan pergi ke pulau Jeju tanpa membawa kopernya dan hanya membawa tas kecil yang menyamping di tubuhnya.

***
Dahyun memejamkan matanya. Ia begitu berharap ia selamat sampai tujuan. Untungnya Jinyoung cepat memberikan nama hotel yang di inap Mark begitupun lengkap dengan nomor kamar. Dengan begitu hari ini juga ia berangkat ke pulau Jeju sendirian tanpa membawa apapun. Kopernya, Momo mengambilnya. Ia bisa pergi tanpa koper itu asal ia bisa bertemu Mark di hari ini juga.

Tak berapa lama pesawat yang di tumpanginya perlahan terbang meninggi. Ia memejamkan matanya, mencoba tidur di alam mimpi dan berharap bangun bertemu Mark. Karena rasa rindunya semakin lama semakin besar.

***
Beberapa jam kemudian pesawat itu melandas saat hari sudah sore menjelang malam. Dahyun segera turun, untung saja ia memakai jaket tebal dengan tudung di kepalanya, sehingga orang di sekitarnya tak terlalu mengenalnya.

Tangannya langsung cepat terangkat saat melihat taksi akan lewat di jalan itu. Taksi itu berhenti, segera ia menaikinya.

***
Dahyun mendongak memperhatikan gedung tinggi yang ada di hadapannya sekarang. Ia melirik kertas kecil yang ada di tangannya itu. Kemudian mendongak lagi. Nama yang tertera di kertas itu sama dengan nama hotel itu. Sekarang ia merasa yakin itu adalah hotel yang di inap Mark.

Sebelum ia masuk, ia memutar tubuhnya sebelumnya. Melihat sekelilingnya yang begitu sejuk. Hotel itu bahkan langsung di sajikan pantai yang sangat indah. Ujung bibirnya sedikit tertarik melihat keramaian di sekitarnya. Tapi seketika langsung meluntur mengingat Mark bersama gadis lain pergi.

Segera ia melangkah. Tanpa bertanya pada conter wanita itu, ia berjalan menuju lift seakan ia menginap di hotel itu.

Ting

Lift itu terbuka di lantai 5. Ia keluar dari lift itu. Berjalan seraya mengedarkan pandangannya mencari nomor 585.

"583 584 585?"

Senyumnya langsung melebar melihat pintu yang telah di cari-carinya. Jantungnya mulai berdebar. Keinginannya akan terkabul, bertemu Mark!

Di tariknya nafasnya panjang kemudian ia menghembuskannya perlahan. Satu tangannya sudah siap terangkat akan menekan tombol kamar itu, namun terhenti melihat seorang gadis keluar dari kamar itu.

Seorang gadis berambut panjang dan memiliki wajah cantik tersenyum sendiri seraya menutup pintu kamar itu. Matanya beralih pada Dahyun yang berdiri tepat di hadapan kamar nomor 585 itu. Tubuhnya sedikit menunduk hormat pada Dahyun, kemudian ia berjalan meninggalkan Dahyun sendirian.

Mata Dahyun mengikuti gadis itu yang mulai berjalan menjauhinya. Matanya turun ke bawah melihat penampilan gadis itu yang terlihat modis dengan pakaian yang sedikit terbuka. Kemudian ia beralih melihat dirinya sendiri. Bahkan dirinya kalah cantik dari gadis itu. Dari tubuh, gadis itu terlihat langsing tapi dia? Tubuhnya berisi. Lalu gadis itu memiliki kaki yang panjang, tidak sepertinya kaki seperti bebek.

Krekk...

"Grace—"

Dahyun beralih pada pintu yang ada dihadapannya. Pintu itu sudah terbuka setengah menampilkan seorang pria blonde yang akhir-akhir ini sangat ia rindukan.

"Da—dahyun?"

Dahyun tak tahu lagi harus berkata apa. Sekarang ini kepalanya begitu pusing, penglihatanya mulai mengabur. Dan seketika tanpa sepengetahuannya tubuhnya terhuyung begitu saja.

***
Kening Dahyun berkerut karena merasakan sinar matahari pagi menembus kelopak matanya. Ia menarik selimut tebal itu hingga menutupi seluruh wajahnya.

Sebuah kaki menyenggolnya membuatnya berdecak kesal menendang balik kaki itu. Ia tahu kaki itu milik Chaeyoung. Karena Chaeyoung suka tiba-tiba tidur disampingnya, dan suka juga menendang kakinya.

Dahyun kembali berdecak saat ia merasakan tubuh Chaeyoung mulai merapat pada punggungnya. Dan ini berhasil membuat tubuhnya menjadi panas.

Selimut yang tadi menutupi wajahnya ia sibakkan dengan kasar.

"Ya! Minggirlah Chaeyoung-ah, jangan merapat!" kesal Dahyun masih memejamkan matanya.

Dahyun menggeser tubuhnya sedikit menjauh. Ia kembali masuk ke dalam alam mimpi.

Tapi tubuh itu kembali mendekatinya bahkan lebih rapat dari sebelumnya. Dahyun berdecak, ia semakin kesal dengan perlakuan Chaeyoung itu.

"Ya! Pergilah dari kamarku kalau kau seperti ini terus!" kesal Dahyun masih dengan mata terpejam.

"Tapi ini kamarku"

Mata itu terbuka lebar.

Suara berat yang jelas begitu dekat di telinganya. Tubuhnya mulai menegang saat ia melirik satu tangan kekar melingkar di pinggangnya lalu menariknya lebih rapat pada tubuh yang ada di belakangnya sekarang.

Dengan cepat ia berbalik.

Mark?

Matanya semakin membesar. Mulutnya bahkan sudah terbuka. Nyata, Mark sudah di depan matanya dengan jarak wajah yang begitu dekat dengannya.

"Kau? Kenapa bisa?!" jerit Dahyun tak percaya seperti tak ingat apa-apa.

Mark mengangkat alisnya satu dengan pertanyaan konyol Dahyun itu. "Kenapa bisa?"

Dahyun melirik sekitarnya. Jelas sekali ia merasa ini bukan kamarnya yang ada di dorm. Kamar ini bernuansa putih dengan berbagai macam wallpaper yang menyenangkan mata. Dan lagi kamar ini begitu besar.

Kemudian ia kembali menatap Mark. Seketika ia tersadar dengan posisi mereka ini, berpelukan. Dengan kuat ia mendorong tubuh Mark menjauhinya.

"Kau kesempatan ya?!"

Mark meringis dengan suara melengking Dahyun itu. Ia menatap Dahyun kesal.

Dahyun membangkitkan tubuhnya. Kakinya perlahan menapak di lantai keramik mewah itu. Matanya mengedar ke sekeliling kamar hotel itu. Ia akui, kamar hotel itu tampak mewah bahkan sampai membuatnya terkagum, ditambah lagi pemandangan yang disajikan langsung di depan mata. Pantai jeju itu terpampang langsung dengan di lapisi kaca transparant. Sungguh, ini seperti rumah idaman bagi pecinta alam.

"Perhatikan saja terus sampai kau puas hingga melupakanku"

Dahyun menoleh kearah suara itu. Ia mendengus. Seakan tak peduli dengan Mark, ia melangkah mendekati kaca besar transparant itu. Kedua tangannya menyentuh kaca transparant itu, ingin memastikan bahwa itu kaca atau tidak, karena sangking bersihnya dan mengkilat hingga tidak persis seperti kaca. Mulutnya sedikit terbuka, matanya berbinar melihat indahnya pantai disana. Bibirnya perlahan sedikit demi sedikit tertarik, terkagum dengan keindahan pantai itu.

Dahyun berbalik kembali menatap Mark lalu berteriak histeris. "Ini jeju?!"

Mark hanya berdehem malas. Dahyun kembali menatap kedepan. Ia tersenyum lebar. Dulu, harapannya sebelum menjadi seorang artis, adalah pergi ke pulau jeju bersama keluarganya. Namun, semuanya pupus setelah kedua orangtuanya bercerai.

"Kau suka?"

Tiba-tiba Mark sudah berdiri di sebelahnya. Dahyun menoleh sebentar, kemudian mengangguk antusias.

"Dari dulu aku bermimpi berlibur disini bersama keluargaku" ujar Dahyun begitu antusias.

"Aku tak tahu ternyata jeju seindah ini" lanjutnya berbinar.

Mark tersenyum kecil. "Kau ingin bermain sebentar?"

Dahyun menoleh seraya mengernyit. "Maksudnya?"

"Keluar bermain di pantai"

Seketika Dahyun tersadar tengah dilakukannya ini. Ia menggeleng membuat senyum Mark yang tadinya melebar kini melurus. "Aku kesini hanya untuk memarahimu saja! dan lagi aku juga tak membawa pakaian"

Mark meringis. "Aish... lupakan hal itu. Aku sudah tahu kenapa kau marah padaku. Sekarang karena kau disini, lebih baik kita bersenang saja. Masalah pakaian itu belakangan"

Dahyun mendengus bersedekap. "Kau pikir segampang itu? Kau bahkan sudah membuat hatiku sakit"

Mark menghela nafas, wajahnya berubah penuh salah. "Maafkan aku. Aku menghindarimu 2 minggu belakangan ini karena ada alasan"

Dahyun menggertakkan giginya, kedua tangannya sudah terkepal kuat. "Alasannya karena kau sudah menemui gadis lain hah?!"

Mark terkejut dengan bentakan keras itu dan lagi perkataan Dahyun itu. "Apa maksudmu? Aku tak pernah menemui gadis lain"

Dahyun menggeram dengan kebohongan Mark itu, ia membuang mukanya kembali kedepan. "dwaesseo! Aku ingin kembali saja. Rasanya sia-sia aku menemuimu kesini sendirian"

"Ya... kenapa kau mengatakan seperti itu?" Mark mengambil satu tangan Dahyun, namun wanita itu langsung menepisnya dengan kasar.

"Dahyun-ah... apa yang kau pikirkan? Kau mengira aku punya gadis lain?"

Dahyun kembali menatap Mark. "Menurutmu?!"

Mark menggeram. "Aku sama sekali tak punya gadis lain. Kenapa kau mengatakan hal itu? Aku hanya memilikimu"

Dahyun kembali menoleh. Ia sama sekali tak terpengaruh dengan godaan dari Mark itu.

"Sini ponselmu" tangannya maju kehadapan Mark.

Mark mengernyit tak mengerti. "Untuk apa?"

"Ppali! Kau ingin tahu kan kenapa aku mengatakan hal itu?" ujar Dahyun seperti tak kesabaran lagi.

Mark berdecak, dengan kesal ia bergerak mengambil ponselnya yang tergeletak begitu saja di meja kecil samping king size itu.

Kemudian Mark kembali mendekat pada Dahyun menyerahkan ponselnya begitu saja pada wanitanya itu.

Dahyun mulai berkutat pada ponsel Mark. Tapi jari-jarinya terhenti begitu saja, kepalanya mendongak. "Ige mwoya? Kenapa harus di kunci? Kau takut aku melihat foto gadis lain disini?"

Mark berdecak memutar bola matanya malas karena kecemburuan Dahyun itu. "Sandinya tanggal lahirmu"

Dahyun terdiam sebentar. Ujung bibirnya sedikit tertarik, hatinya sudah berbunga-bunga. Tapi segera dia tersadar dan kembali melanjutkan keinginannya. Namun, kegiatannya kembali terhenti melihat wallpaper ponsel Mark.

 Namun, kegiatannya kembali terhenti melihat wallpaper ponsel Mark

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Foto dimana ia sedang di stage. Pertanyaannya, kenapa Mark bisa mendapatkan foto itu? Bukankah Mark juga di stage bersamanya saat comeback Twice dan Got7. Tapi melihat wajahnya terlihat cantik disitu membuatnya tersenyum sendiri melupakan pertanyaannya tadi.

Mark ikut tersenyum melihat kelakuan Dahyun itu. Dahyun kembali tersadar, ia melanjutkan aktivitasnya.

Mark melirik Dahyun yang sibuk memeriksa ponselnya, apa yang akan dilakukan Dahyun, itulah pikirannya.

Saat Dahyun menemukan sesuatu yang di cari-carinya. Ia mendongak, mengangkat ponsel Mark kehadapan pria blonde itu.

"Ini? Kau bilang kau tak punya gadis lain. Lalu ini apa?" kesal Dahyun menunjukkan foto Mark bersama gadis lain.

Mark mengambil ponselnya. Dahinya berkerut, ia kembali menatap Dahyun. "Kau cemburu dengan gadis ini?"

Dahyun kembali bersedekap. "Siapa yang tidak cemburu?!"

Seketika Mark tersenyum sendiri melihat wajah kesal Dahyun itu. Hal ini membuat Dahyun semakin kesal dan marah karena Mark terlalu santai menanggapinya. Atau jangan-jangan gadis itu memang simpanan Mark selama ini?

"Dia cantik, sexy, tinggi, putih, kurang apalagi dia? Aku yakin kau pasti sudah terpikat dengannya"

"Dia juga gadis yang sama dengan yang kau lihat tadi malam" ujar Mark masih tersenyum.

Dahyun terdiam mengingat kejadian tadi malam. Dan sedetik kemudian kejadian tadi malam terputar di kepalanya, dimana saat ia ingin membuka pintu kamar hotel Mark, keluarlah seorang gadis cantik dari kamar itu seraya tersenyum sendiri bersamaan pula Mark juga keluar lalu tiba-tiba ia pingsan.

"Ah! Benar! Itu gadis yang sama"

Dahyun memincing. "Dia istrimu?"

Mark berdecak, ia melangkah lebih dekat dengan Dahyun. Kepalanya sedikit menunduk menatap mata Dahyun.

"Percayalah aku tak punya gadis lain. Wanitaku itu hanya dirimu tidak ada yang lain. Dia hanya kakak kandungku"

Mendengar kata 'kakak kandung' membuat hati Dahyun berbunga. "Be—benarkan?" tanyanya masih sedikit ragu.

Tangan Mark bergerak mengelus pipi mulus Dahyun. "Percayalah denganku. Wanitaku hanya dirimu" ujar Mark sekali lagi.

Dahyun akhirnya luluh dengan tatapan itu. Bibirnya tertarik menjadi senyuman manis. "Aku mempercayaimu"

Mark tersenyum lembut mendengar hal itu. Hatinya lega karena berhasil membuat Dahyun, si wanita evil mempercayainya.

"Jadi katakan jujur kenapa kau menghindariku belakangan ini" tanya Dahyun, kini suaranya melembut.

Senyum Mark langsung lenyap. Wajahnya pun berubah penuh penyesalan. "Maafkan aku tak bisa hadir di hadapanmu saat ulang tahunmu kemarin"

Dahyun menggenggam tangan Mark yang masih menggantung mengelus pipinya. Ia tetap tersenyum lembut. "Tak masalah. Sekarang aku sangat senang melihatmu ada dihadapanku dan telah kembali menjadi Mark-ku"

"Awalnya aku berencana ingin memberimu kejutan saat di ulang tahunmu, dengan rencana menghindarimu beberapa hari. Tapi semuanya harus gagal, karena keluarga ku datang dan menyuruhku untuk datang ke jeju ini" jelas Mark penuh sesal.

"Gwenchana. Tak apa jika ini memang urusan keluargamu" ujar Dahyun lembut seraya mengelus kepala Mark, terpaksa kakinya harus berjinjit.

"Ini mengesalkan. Aku bertahan untuk tidak menemuimu tapi semuanya harus gagal begitu saja" masih tampak jelas di wajah Mark kekesalan.

"Hei... kau beruntung, keluargamu masih ingin menemuimu"

Dahyun mengambil kedua tangan kekar Mark, menaruhnya menjadi tangkupan wajahnya "...sekarang aku ada disini. Di hadapanmu" ucapnya lembut.

Mark bukannya fokus melihat mata indah Dahyun, ia malah hanya melirik bibir mungil Dahyun.

Dahyun yang tahu hal itu. Kali ini ia tak marah, seperti biasanya. Ia tersenyum kecil.

"Baiklah, lakukanlah kalau kau ingin"

Mark tersenyum sumringah. "Bermain?"

Dahyun berdecak memutar bola matanya malas. Mark di kasih jantung malah meminta hati. Di beri ciuman malah meminta lebih.

"Kau ingin aku hamil?"

Mark mengedik. "Tak masalah jika itu terjadi. Karena kita akan segera menikah"

Dahyun berdehem malas.

Tanpa bertanya lagi, Mark langsung mencium bibir Dahyun. Dahyun membalas ciuman itu dengan lembut. Ia tersenyum di sela-sela ciumannya, jika jujur ia juga merindukan ciuman liar Mark ini.

Tangan nakal Mark mulai meremas bokong Dahyun, membuat Dahyun sedikit mengeluarkan desahannya.

Tit tit tit tit tit tit

Suara yang berasal dari pintu kamar hotel itu menandakan seseorang sedang masuk membuka sandi kamar hotel itu.

Tapi keduanya masih tak sadar.

"Mark—"

***
TBC...

Incident Little Girl Evil ✔Where stories live. Discover now