[12] Mark (Rewind)

2.4K 176 18
                                    

Keduanya terdiam melihat foto itu. Tubuh Dahyun sudah menegang, perlahan kepala Dahyun terangkat menatap Mark.
_
_
_
_
Mark menggeram berdecak marah. "Sialan! Kenapa mereka mempublishnya!"

Dahyun kembali menunduk menggigit bibir bawahnya melihat kemarahan Mark itu. Matanya memandang foto itu. Jelas sekali foto itu, foto dimana mereka berciuman saat pemotretan. Segera dia menutup majalah itu.

Mark menyibak selimut yang sedari tadi menyelimuti sebagian tubuhnya. Ia berdiri mencoba melepas infus di tangannya. Dahyun melihat itu melebarkan matanya, segera ia berjalan mendekati Mark.

"Jangan!"

Mark menghempas tangan Dahyun dengan kasar. Ia tetap kekeh mencoba melepas infus itu. "Ini tak bisa di biarin!"

"Mark kumohon jangan!" Dahyun kembali mencoba menahan Mark.

Mark tetap mencoba melepaskannya. Dahyun tak tahan lagi, ia mendorong tubuh Mark hingga terduduk di king size itu. Ia menatap Mark marah.

"Hanya karena foto itu, kau ingin membunuh dirimu sendiri, hah?!"

Mark terdiam melihat wajah marah Dahyun. Pertama kalinya ia melihat gadis itu marah, dan itu mampu membuatnya membisu seperti ini.

"Aku bisa mengatakan hal ini pada mereka, jika kau tak suka! Tapi jangan pernah melakukan hal ini lagi! Kau sedang sakit Mark!" suara Dahyun mengeras.

Jika ruangan VIP itu tak kedap suara, mungkin saja sekarang para paparazzi akan merekam suara Dahyun.

Dada Dahyun mulai menaik turun dengan cepat, pertanda ia sekarang sedang marah dan emosi. Segera ia mengambil tasnya, menyandang ke bahunya.

"Kau ingin kemana?" cegah Mark saat melihat Dahyun mulai bergerak membuka pintu.

Dahyun kembali berbalik. "Aku akan mengatakan pada mereka, untuk segera menghapus fotonya. Bukankah kau yang menginginkannya?"

Mark berdecak. Ia melepas infus tangannya begitu saja, membuat Dahyun terkejut.

"YA!"

Mark berjalan cepat kearah Dahyun, mengunci gadis itu dengan kedua tangannya.

Dahyun mencoba meneguk ludahnya susah payah. Sekarang ia sudah terkunci dengan kedua tangan kekar yang berada di kedua sisinya, membuatnya tak bisa bergerak. Nyalinya menjadi menciut melihat tatapan tajam itu.

"Sudah ku katakan jangan pergi!"

Yang tadinya nyali Dahyun ciut, kembali bangkit setelah mendengar kata-kata itu. Ia mendorong dada Mark menjauhinya.

"Aku tak bisa seperti ini! Bukankah kau yang inginkan, aku mengerti! Jika dengan Mina unnie, kau tak akan seperti ini"

Pandangan Dahyun mulai mengabur dengan air matanya yang siap keluar jika ia berkedip sekali saja. Rasanya sakit mengingat Mark menyukai Mina. Pastinya jika Mina yang berada di posisi foto itu, ia yakin seratus persen Mark tak akan bertindak seperti ini. Tampak sekali di wajah pria blonde itu tak suka saat melihat foto mereka berciuman di publish di majalan ceci itu.

Dahyun dengan cepat berbalik membuka pintu itu kembali. Ia langsung berlari secepat mungkin sebelum Mark melihat air matanya telah jatuh dari pelupuk matanya.

***
Dahyun memandang ponselnya dengan diam. Ia menghembuskan nafasnya dengan berat. Kepalanya mengadah kearah jendela kamar dormnya. Matahari sebentar lagi akan terbenam. Awan itu mulai menggelap, bukan artinya malam akan datang melainkan hujan yang akan datang. Rintikan demi rintikan turun. Ia merasa sekarang hujan mengetahui keadaan hatinya. Suasana ini begitu mendukung untuk membuatnya mengeluarkan air mata ini lagi.

Helaan nafas berat itu terdengar lagi. Sebuah getaran di ponselnya membuat ia kembali menunduk melihat ponselnya.

'Baiklah permintaanmu akan di kabulkan Dahyun-ssi. Tapi kau harus mau kembali ikut pemotretan majalah ku'

Sebuah pesan dari pemilik majalah Ceci. Setelah membaca pesan itu, keningnya berkerut. Apa itu adalah salah satu syaratnya?

'Maaf. Tapi saya tidak berprofesi sebagai model'

Setelah ia membalas pesan itu ia kembali melihat jendela itu. Agak aneh memang ia mengirim pesan pada pemilik majalah itu, tapi mau bagaimana lagi. Kemungkinannya untuk berjumpa pemilik majalah itu begitu kecil, mengingat jadwalnya yang begitu sibuk di tambah pemilik majalah itu pun pastinya. Dalam hati ia sedikit lega, pemilik majalah itu menerima permintaannya, untuk menghapus foto di majalah itu segera.

Sebuah pesan kembali masuk ke dalam ponselnya. Ia kembali membaca pesan itu.

'Kau ingin ku hapus tidak fotonya? Cepat beri jawabannya, aku sibuk!'

Tanda seru itu seperti suruhan membalas cepat. Akhirnya ia kembali dengan cepat membalas pesan itu.

'Baiklah. Aku mau'

Tak ada lagi jawaban dari pemilik majalah itu. Dahyun kembali menghembuskan nafasnya dengan berat. Setidaknya ia bisa lega, foto itu akan di hapus. Ia harap majalah itu belum di ketahui penggemarnya ataupun Mark.

Dia akan siap kembali pemotretran itu. Walaupun hatinya merasa tidak siap, tapi tak apalah.

Ini benar-benar seperti pengorbanan bagiku.

***
2 hari berlalu. Mark telah kembali pulang menggunakan kursi roda. Sebenarnya JYP PD-nim sudah melarang pria blonde itu, agar untuk istirahat total saja, tapi Mark membantah. Ia kekeh ingin segera pulang. Dan alhasil dengan syarat menggunakan kursi roda. Sebenarnya ia bisa berjalan seperti biasa tapi PD-nim kembali melarangnya.

Jinyoung bertugas mendorong kursi roda itu kedalam lift. Mark berdecak kesal, ingin rasanya ia berjalan saja, ia benar-benar seperti lumpuh saja.

Lift itu terbuka di lantai 3 tepatnya di dorm GOT7. Jinyoung kembali mendorong kursi roda itu, keluar dari lift itu.

Dari arah tangga sana, semua member Twice tampak turun. Sepertinya akan latihan di ruangan dance milik GOT7.

Mina melihat Mark, berlari kecil menghampiri kedua pria itu. "Annyeong sunbae, kau sudah kembali? Bagaimana keadaanmu?" tampak jelas wajah cemas Mina.

Dahyun melihat itu hanya bisa bersabar. Ia lebih memilih melanjutkan langkahnya membiarkan member Twice berbincang-bincang dengan kedua lelaki itu. Daripada hatinya bertambah sakit, ia lebih memilih pergi saja.

Mark melirik Dahyun yang sudah pergi duluan. Ia sekarang merasa Dahyun menjahuinya.

***
Dahyun membuka pintu ruang dance itu membuat orang-orang yang ada di dalam itu menoleh.

"Eoh... dimana yang lain?" tanya Jaebum.

"Di belakang" jawab Dahyun singkat seraya masuk ke dalam ruangan dance itu.

Jaebum mengernyit melihat sikap Dahyun yang kali ini berbeda. Gadis itu pun hanya diam dan langsung melakukan pemanasan tanpa disuruh. Biasanya tunggu disuruh dulu, baru Dahyun akan melakukan pemanasan.

Tak berapa lama member lainnya masuk.

"Annyeong sunbae?" seru Tzuyu yang sepertinya mulai akrab pada member GOT7.

Member GOT7 yang lainnya hanya tersenyum ramah, melihat member Twice masuk satu persatu. Dan terakhir Mina dengan mendorong kursi roda Mark.

Jackson mengernyit melihat Mark. "Hyung seharusnya kau di dorm saja istirahat"

Mark berdecak. "Eerr... masih untung aku mau duduk di kursi roda ini" kesalnya.

Dahyun hanya melirik Mark sekilas, lalu ia kembali melanjutkan pemanasannya, menggerakkan tubuhnya kecil-kecil.

"Baiklah jika kau memaksa. Tapi hyung hanya bisa melihat kami saja" lanjut Youngjae.

Mark hanya berdehem malas. Matanya beralih pada Dahyun, gadis itu tetap terlihat cuek dengannya. Melirik saja tidak.

"Baiklah mari kita mulai pemanasannya!" seru Jihyo.

Mina mendorong kursi roda Mark ke tepi. Mark hanya bisa melihat member lainnya melakukan pemanasan tapi sebenarnya pandangannya hanya pada Dahyun yang sedang melakukan pemanasan sendirian. Ingin rasanya dia sekarang bertanya, ada apa dengan gadis berkulit putih itu? Kenapa terlihat dingin dengannya? Apa karena kejadian kemarin?

Pintu ruangan dance itu terbuka menampilkan Jieun, manager Twice.

Jieun melambai kecil seraya tersenyum kikuk karena semua pandangan mengarah padanya.

"Annyeong" salamnya seraya menunduk.

"Ada apa unnie?" tanya Jihyo.

Jieun beralih pada Jihyo. "Aku hanya perlu Dahyun saja" ujarnya melirik Dahyun.

Dahyun menunjuk dirinya sendiri. "Aku? Ada apa?"

"Sini!"

Mau tidak mau Dahyun berjalan menghampiri Jieun. Jieun kembali beralih pada member lainnya.

"Sebentar, aku meminjam Dahyun"

"Ck , jangan lama-lama"

Semua beralih pada Mark. Dahyun terdiam, ia buru-buru keluar dari ruangan dance itu sebelum Mark melihat sembrutan merah di pipinya.

Jieun menunduk sekali lagi, lalu kembali menutup pintu itu.

"Ada apa unnie?" tanya Dahyun setelah mereka berada di luar.

Jieun menarik nafasnya lalu menghembuskannya perlahan. Ia mencoba meredakan emosinya yang sedari tadi sudah di ubun-ubun kepalanya.

"YA! Kenapa ini bisa terjadi?"

Dahyun mengernyit. "Wae?"

Jieun menggeram melihat tampang bodoh Dahyun yang seperti tak mengerti apa-apa. "Hubunganmu dengan Mark, apa itu betul?"

Dahyun terdiam. Ia menoleh kearah lain. Jieun melihat itu mengguncang bahu Dahyun menyadarkan gadis itu.

"YA! Jawab jujur, apa hubunganmu dengannya?"

Dahyun kembali menatap Jieun. "Aku dan dia tak ada hubungan apa-apa unnie" jawabnya.

Jieun membuka mulutnya. "Lalu kenapa kalian tampak mesra dan lagi foto ciuman itu? Kenapa bisa?"

Dahyun menunduk tak tahu harus menjawab apalagi. Jieun melihat itu menghembuskan nafasnya dengan kasar.

"Heol!"

"Untung saja, majalah itu tak sampai di tangan penggemarmu" lanjut Jieun.

Dahyun mendongak, matanya sudah basah dengan air mata. Ia menatap Jieun nanar. "Tapi aku mencintainya unnie"

Jieun terdiam. Langsung saja ia memeluk tubuh yang lebih pendek darinya itu. Mengusap kepala Dahyun dengan lembut seperti adiknya.

"Aku mencintainya unnie, tapi dia tidak sama sekali" lanjut Dahyun dengan suara samar-samar.

Jieun masih dapat mendengar suara itu. Ia kembali menghela nafas, kemarahannya terbuang begitu saja mendengar tangis ini. Ini pertama kalinya ia mendengar Dahyun menangis padanya. Biasanya gadis dalam pelukan ini selalu kuat di depan, tapi sekarang? Dahyun bahkan tampak lemah.

"Gwenchana. Berhentilah menangis"

Dahyun melepaskan pelukan itu. Ia menghapus air matanya dengan kasar. "Jangan memberitahu siapa-siapa unnie"

Jieun tersenyum mengangguk pasti. "Tentu saja"

Dahyun ikut tersenyum, ia yakin mempercayai Jieun. Karena Jieun sudah ia anggap seperti kakak kandungnya sendiri.

"Geundae... kenapa kau masih disini? Cepat ganti pakaianmu, kita harus ke pemotretan majalah ceci. Kau lupa?"

Dahyun menepuk keningnya teringat hal itu. "Astaga aku lupa!"

Tak butuh lama, Dahyun langsung berlari menaiki anak tangga menuju dorm Twice. Jieun menggeleng kecil. Ia kembali masuk ke dalam ruangan dance itu.

"Jihyo-ah, Dahyun ijin tidak latihan hari ini" ujar Jieun.

"Memangnya dia mau kemana?" sahut Mark.

Jieun mengernyit, kenapa sedari tadi Mark seperti tak suka jika Dahyun pergi saja sedikitpun.

"Dia ada pemotretan" jawb Jieun.

"Pemotretan apalagi?" tanya Mark lagi.

"Majalah ceci"

"Bukankah itu sudah kemarin?"

Astaga Mark banyak tanya.

"Dia kembali di undang"

"Apakah berpasangan?"

Jieun berdecak, lama kelamaan ia ingin sekali membunuh Mark yang begitu banyak pertanyaannya.

"Sudahlah hyung, dia tak akan lari kemanapun. Kau akan tetap menjadi miliknya"

Mark berdecak menatap Jinyoung sinis. "Siapa bilang dia milikku"

Jieun mendengar itu memincingkan matanya. Terlihat sekali ada sesuatu yang aneh di wajah Mark saat mengatakan hal itu.

***
Dahyun hanya bisa menurut apa yang dikatakan fotografer itu. Setiap fotografer itu mengatakan ganti gaya, dia akan mengganti gayanya.

"Okay! Sekarang kau bisa berganti pakaian. Karena tema selanjutnya 'couple'"

Dahi Dahyun mengernyit. "Couple?"

Fotografer itu mengangguk. "Ne. Kau akan berpasangan dengan Vernon 17"

Dahyun beralih pada Jieun yang berdiri di sebelah fotografer itu seperti meminta jawaban. Bukankah katanya ia ada satu tema dan tak ada berpasangan dengan siapapun. Lalu ini apa? Kenapa tiba-tiba berubah.

Jieun menggeleng pelan, yang memang ia tak tahu apa-apa.

"Ah Vernon kau sudah datang? Cepat ganti pakaianmu!" seru salah satu staf.

Dahyun ikut menarik bibirnya saat seorang pria bule tersenyum ramah. Apakah itu akan menjadi pasangannya?

"Kenapa hanya diam saja? Cepat ganti pakaianmu Dahyun-ssi"

***
Pemotretan itu berjalan lancar. Dahyun merengut, ia melirik Jieun yang duduk di sebelahnya kesal. Kembali lagi ia berdecak.

"Ah unnie, kenapa kau tak mengatakan sebelumnya?" kesalnya akhirnya menatap Jieun seutuhnya.

Jieun meringis, "Aku tak tahu sebelumnya"

Dahyun kembali mengerucut, ia melipat tangannya. Kepalanya kembali berputar mengadah jalanan dari mobil yang sekarang mereka naiki.

"Lagian semuanya telah usaikan, apa masalahnya lagi?"

Dahyun kembali menoleh. "Bukan begitu, kau tak lihat tadi saat Vernon begitu sok ramah denganku. Bahkan tanpa malu-malu dia langsung merangkul pundakku"

Jieun tertawa kecil. "Itu artinya dia friendly. Dia terlihat ramah juga"

Dahyun memutar bola matanya malas. "Terserahlah"

***
Dahyun telah kembali di malam hari. Ia segera masuk ke dalam dormnya. Saat ia menekan tombol lift itu, betapa terkejutnya ia melihat Mark dengan kursi roda dalam lift itu.

"Mark?"

Kali ini tanpa ada embel-embel sunbae. Bibirnya begitu lancar menyebut nama pria blonde itu tanpa malu-malu.

"Kenapa hanya diam saja? Tak masuk?"

Dahyun perlahan melangkah masuk ke dalam lift itu. Ia kembali menoleh pada Mark. "Kau ingin ke lantai berapa?" tanyanya.

"Aku berharap lift ini rusak lagi"

Ha?

Dahyun terdiam. Ia melirik kearah lain. Ntah apa yang dilakukannya, menatap dirinya dari pantulan kaca lift itu. Tangannya terangkat menyentuh pipinya yang mulai memerah, terlihat jelas sekali dari pantulan kaca itu.

Mark berdecak. Ia memutar roda kursi roda itu, mendekati tombol lift itu. Tangannya menekan tombol 12. Dahyun melihat itu melebarkan matanya, ia menatap Mark bingung.

"Kenapa lantai 12?"

Mark tak berkata. Lift itu kembali tertutup dan mulai berjalan.

"Mark?"

Mark langsung menarik tangan Dahyun, menduduki gadis itu di pangkuannya. Dahyun spontan terkejut dengan tindakan Mark ini. Jantungnya kembali berdetak dengan kencang, saat mata itu menatapnya begitu tajam.

"Aa—apa—"

"Kenapa hari ini kau menjahuiku? Apa karena aku sakit?"

Dahyun segera menjauhi wajahnya menoleh kearah lain. "Tidak" jawabnya cepat.

"Lalu apa? Kau takut aku menyuruhmu mendorong kursi roda ini?"

Baru saja Dahyun membalas ucapan Mark itu, tiba-tiba lift itu bergoyang kuat membuat Dahyun lantas memeluk tubuh Mark ketakutan.

Mark tersenyum kecil. Keinginannya telah terkabulkan. Lift itu tak berfungsi kembali. Ia harap lift itu sama sekali tak bekerja selamanya, agar tak ada yang bisa menganggu mereka.

Dahyun kembali mendongak ia menatap sekitarnya. "Ini rusak kembali?"

Mark tak menjawab, ia membiarkan wajah itu mulai ketakutan.

Dahyun menunduk menatap Mark, matanya beralih pada kedua tangannya yang masih mengalung di leher pria blonde itu. Segera ia menurunkannya. Tiba-tiba ia menjadi gugup karena Mark terus menatapnya.

"Harapanku telah terkabulkan" gumam Mark tapi masih dapat di dengan Dahyun.

Dahyun kembali menatap Mark, kali ini dengan pandangan kesal. "Ini salahmu" ujarnya kesal seraya memukul dada Mark.

"Ahk... apha!"

Dahyun terkejut. "Ah mianhae..." wajahnya tampak penuh khawatir memandang dada Mark.

Sedetik kemudian Mark tersenyum lebar. Dahyun melihat itu menggeram. "YA!" teriaknya di wajah Mark.

Mark meringis. Tapi ia kembali tersenyum lebar. "Wae?" tangannya sekarang mencolek dagu Dahyun.

Dahyun memalingkan wajahnya seraya melipat tangannya di dada dengan kesal. Mark malah tertawa kecil melihat wajah itu. Kedua tangannya mulai melingkar di pinggang Dahyun.

"Ya... jangan marah"

Dahyun tak bergeming, ia tetap melihat kearah lain dan membiarkan tangan kekar itu di pinggangnya.

"Aku bilang jangan marah"

Mark beralih menggigit lengan Dahyun, membuat si empu meringis menoleh pada Mark. "YA!"

Mark melepaskan gigitannya, ia terkekeh pelan. "Ahk apha..." ringis Dahyun mengusap lengannya dengan wajah seperti ingin menangis.

Mark ikutan mengusap lengan Dahyun. "Mianhae" ujarnya bersalah.

Dahyun memayunkan bibirnya. Lengannya lumayan sakit akibat gigitan Mark sedikit kuat.

Mark berhenti mengusap lengan Dahyun, ia mendongak menatap Dahyun. "Sekarang jujur denganku, kenapa tadi pagi kau mencoba menjahuiku?"

Dahyun membuka mulutnya, menjawab sejujurnya. "Aku tak ingin merusak moment kalian berdua" jawabnya jujur.

Mark diam tak menjawab, ia juga bingung akan membalas apa.

Dahyun kembali membuka suara. "Apa kau masih menyukai Mina unnie?"

***
TBC...

Incident Little Girl Evil ✔Where stories live. Discover now