A Religious Boy

Menjadi Guru Ngaji

"Dan dijadikan penyejuk mataku di dalam shalat."
(HR. An-Nasa'i)

Aku dan Pak Ocid baru saja menyelesaikan ibadah shalat Ashar kami di Masjid ini, lalu aku dan Pak Ocid pun kembali ke rumah kami masing-masing dan kebetulan arah rumahku dan rumah Pak Ocid memang sejalan.

Sepanjang perjalanan kami pun masih berbincang bincang dan tertawa bak anak muda sedang bernostalgia.

Namun kemudian Pak Ocid bertanya padaku "Dzakir, apa kamu memiliki kesibukan disini?"

"Kesibukan? Untuk saat ini belum pak, ada apa memangnya?" tanyaku kembali padanya.

"Ah tidak apa, bapak ingin menawarkanmu untuk membantu anak bapak mengajar dan menjadi guru ngaji di masjid Al-Qari... Apa kamu mau?"

"Guru ngaji? Ah tentu Dzakir sangat ingin pak!"

ucapku antusias mendengar tawaran dari Pak Ocid.

"Tapi... Bapak memiliki anak? Kenapa Dzakir baru tau ya pak? Putri atau?"

Sambungku dan mulai bertanya tanya tentang anak Pak Ocid.

"Ah iya, bapak belum cerita sama kamu... Bapak memang memiliki seorang putri, saat kamu kecil dulu putri bapak tinggal di kampung bersama ibunya dan bapak mengurusmu disini. Saat itu dia masih kecil sekali bahkan lebih kecil darimu nak."

Ucap Pak Ocid dengan jelasnya padaku dan akupun masih bingung tentang anak pak Ocid yang ternyata adalah seorang perempuan.

"Putri? Perempuan? Ahh begitu... Aku jadi penasaran, kukira anak pak Ocid laki laki kan kalau laki bisa aku ajak mengobrol nanti saat selesai mengajar. Hehe"

Jawabku bergurau pada Pak Ocid dan kemudian pak Ocid menepuk bahuku seraya tertawa.

"Haha, ada ada saja kamu nak, nak.
Oh iya ba'da Maghrib nanti kamu bisa mulai mengajar ngaji ya Dzakir...
Kamu mengajar anak laki lakinya, nanti tempatnya juga kamu tau sendiri, lihat saja barisan anak laki laki yang banyak dan sedang duduk menunggu guru ngajinya."

Tawaran Pak Ocid dengan jelas padaku lalu aku menjawabnya dengan anggukan dan senyuman.

Kami pun terpisah disimpang jalan, lalu aku bersalaman pada pak Ocid.